Muller Silalahi Staf Ahli Menaker Era Cak Imin Diulik KPK soal Pemberian Uang Pemerasan RPTKA

Adrian Calvin
Adrian Calvin
Diperbarui 16 Juni 2025 16:27 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Foto: Dok MI/Aswan)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Muller Silalahi (MS) diulik penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal pemberian uang pemerasan kepada para tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Senin (16/6/2025).

"Didalami pengetahuannya terkait pemberian uang kepada tersangka," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.

Muller merupakan Staf Ahli Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi periode 2008–2010 di masa Menteri Muhaimin Iskandar alias Cak Imin (2009–2014). 

"MS merupakan Staf Ahli Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2008–2010," lanjut Budi.

Setelah pensiun, Muller diketahui bergabung dengan PT TM sebagai agen jasa pengurusan RPTKA. Sebagaimana diketahui, diduga sejumlah agen TKA memberikan sejumlah oknum Kemnaker uang pemerasan dalam pengurusan RPTKA. “Saksi didalami pengetahuannya terkait pemberian uang kepada tersangka,” jelasnya.

KPK telah mengumumkan rencana pemeriksaan terhadap sejumlah pihak yang diduga mengetahui aliran dana pemerasan dalam pengurusan RPTKA, termasuk mantan Menteri Ketenagakerjaan, Muhaimin Iskandar.

"Pihak-pihak yang diduga mengetahui dugaan aliran pemerasan terkait dengan perkara RPTKA ini nantinya akan dimintai keterangan oleh penyidik sehingga membuat terang perkara ini," ujar Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (11/6/2025).

Penyidik juga mendalami peran Cak Imin selama menjabat sebagai Menteri Ketenagakerjaan, termasuk sejauh mana keterlibatannya dalam dugaan korupsi berjamaah di lingkungan Kemenaker.

"Mendalami bagaimana peran dari masing-masing. Apakah turut serta aktif atau kita lihat posisinya seperti apa dalam konstruksi perkara ini," jelasnya.

KPK saat ini tengah menyidik kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker periode 2019–2024. Namun dari hasil penyelidikan, praktik pemerasan ini diduga telah berlangsung sejak 2012.

Tiga menteri yang menjabat dalam rentang waktu tersebut adalah Muhaimin Iskandar (2009–2014), Hanif Dhakiri (2014–2019), dan Ida Fauziyah (2019–2024). Ketiganya merupakan politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

"Praktik ini bukan hanya dari 2019, dari hasil proses pemeriksaan yang KPK laksanakan memang praktik ini sudah mulai berlangsung sejak 2012," ungkap Plt Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, Kamis (5/6/2025).

KPK membuka peluang pengembangan perkara hingga ke tingkat menteri. Selain pasal pemerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf e UU Tipikor, KPK juga menyiapkan pasal gratifikasi sebagai pasal alternatif.

"Pasal gratifikasi kami tetapkan ini sebagai pasal lapisan, apabila nanti memang secara alat bukti untuk pemerasannya, misalnya kami tidak mendapatkan alat bukti yang kuat sehingga kemarin dari diskusi dengan teman-teman penuntutan kita lapiskan pasal gratifikasi," ujar Budi.

Ia menambahkan, pasal tersebut disiapkan untuk mengantisipasi kemungkinan keterlibatan pihak setingkat menteri.

"Sehingga nanti kalau bisa sampai ke level paling tinggi di kementerian tersebut bisa mencakup unsur-unsur pasal yang dikenakan," tambahnya.

KPK juga mempertimbangkan penerapan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) guna menjerat pihak-pihak yang menerima uang hasil pemerasan sekaligus untuk keperluan asset recovery.

"Saya sampaikan juga bahwa terkait pasal yang mungkin nanti akan kita terapkan, akan kita kembangkan ke tindak pidana pencucian uang. Karena praktik ini sudah berlangsung sejak 2012, sehingga kami akan lebih mudah apabila nanti ketika melakukan asset recovery melalui TPPU terhadap para oknum-oknum yang melaksanakan praktik pemerasan di Kemnaker," jelas Budi.

KPK telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus ini, dengan nilai dugaan aliran dana selama periode 2019–2024 mencapai Rp53,7 miliar. Berikut daftarnya:

1. Haryanto (HY) – Dirjen Binapenta dan PKK (2024–2025): Rp18 miliar

2. Putri Citra Wahyoe (PCW) – Staf Direktorat PPTKA (2019–2024): Rp13,9 miliar

3. Gatot Widiartono (GTW) – Koordinator Analisis dan Pengendalian TKA Direktorat PPTKA (2021–2025): Rp6,3 miliar

4. Devi Anggraeni (DA) – Direktur PPTKA (2024–2025): Rp2,3 miliar

5. Alfa Eshad (ALF) – Staf Direktorat PPTKA (2019–2024): Rp1,8 miliar

6. Jamal Shodiqin (JMS) – Staf Direktorat PPTKA (2019–2024): Rp1,1 miliar

7. Wisnu Pramono (WP) – Direktur PPTKA (2017–2019): Rp580 juta

8. Suhartono (SH) – Dirjen Binapenta dan PKK (2020–2023): Rp460 juta

Selain itu, KPK mencatat dana tambahan sebesar Rp8,94 miliar yang diduga dibagikan kepada sekitar 85 pegawai Direktorat PPTKA sebagai uang "dua mingguan". Dana tersebut juga digunakan untuk keperluan pribadi, termasuk pembelian aset atas nama pribadi maupun keluarga para tersangka.

Topik:

KPK