Temuan BPK Pengadaan Iklan Bank BJB

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 17 Juli 2025 14:09 WIB
Kutipan laporan hasil pemeriksaan Nomor: 20/LHP/XVIII.BDG/03/2024 Tanggal 6 Maret 2024 (Foto: Dok MI/Istimewa)
Kutipan laporan hasil pemeriksaan Nomor: 20/LHP/XVIII.BDG/03/2024 Tanggal 6 Maret 2024 (Foto: Dok MI/Istimewa)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB). Kerugian negara akibat kasus ini ditaksir mencapai Rp222 miliar. Kelima tersangka tersebut terdiri dari dua pejabat Bank BJB dan tiga pihak swasta. 

Adalah Yuddy Renaldi (YR) selaku mantan Dirut BJB; Widi Hartoto (WH) selaku Pimpinan Divisi Corporate Secretary BJB; Ikin Asikin Dulmanan (ID) selaku Pengendali Agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri; Suhendrik (S) selaku Pengendali PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE) dan PT BSC Advertising; dan Sophan Jaya Kusuma (SJK) selaku Pengendali Agensi Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB) dan PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB).

Adapun kasus ini diusut berdasarkan laporan hasil pemeriksan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Dalam kutipan laporan hasil pemeriksaan Nomor: 20/LHP/XVIII.BDG/03/2024 pada tanggal 6 Maret 2024, BPK mengungkap sejumlah temuan auditor negara dalam kegiatan operasional Bank BJB tahun 2021-2023.

Setidaknya ada 3 aspek dalam temuan BPK tersebut yakni aspek kredit, aspek dana pihak ketiga dan aspek beban. Di aspek kredit, terdapat 19 temuan. Aspek pihak ketiga disebutkan hanya ada satu temuan, aspek beban ada empat temuan. 

Sementara pada aspek beban terdapat poin mekanisme pengadaan Jasa Agensi belum menjamin terciptanya harga yang paling menguntungkan Bank BJB.

Adapun Bank BJB pada Tahun 2021, 2022 dan Semester 1 2023 telah merealisasikan Beban Promosi sesuai Laporan Keuangan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten seluruhnya sebesar Rp1.159.546.184.272,00. Realisasi tersebut antara lain berupa Beban Promosi Umum dan Produk bank sebesar Rp820.615.975.948,00.

Dari realisasi beban promosi umum dan produk bank tersebut, diantaranya sebesar Rp801.534.054.232,00 dikelola oleh Divisi Corporate Secretary (Corsec). 

Pemeriksaan secara uji petik dilaksanakan secara terbatas atas biaya penayangan iklan di media televisi, media cetak  dan  media  online  melalui  kerjasama  dengan  enam  agensi seluruhnya sebesar Rp341.889.544.020,00.

BJB dan 6 agensi iklan tutup mulut?
Pihak BJB dan enam agensi iklan memilih tertutup  tutup mulut kepada auditor tentang besaran uang yang dibayar ke media massa. Keenam agensi itu adalah PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB), PT Antedja Muliatama (AM), PT Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM), PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE), PT BSC Advertising (BSCA) dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB).

Pihak BJB menyiapkan anggaran promosi hingga Rp1,15 triliun. Sebagian besarnnya, yakni Rp820,61 miliar dialokasikan untuk promosi produk bank dan umum di media massa. 

Laporan BPK menyebutkan sebanyak Rp341,88 miliar telah digelontorkan kepada enam agensi itu. Para agensi mendapat bayaran berdasar bukti penayangan iklan atau logproof.

Namun, dalam perjanjian kerjasama, agensi tidak diwajibkan oleh BJB untuk melampirkan bukti pembayaran kepada media. Padahal, bukti bayar ini menjadi dasar klaim agensi kepada bank. Hal ini yang menjadi celah terjadinya penggelembungan harga. Saat BPK mengonfirmasi kepada sejumlah media, indikasi mark-up pun terlihat kentara dari total realisasi penayangan iklan di TV, media cetak dan online.

Semisal iklan di TV saja, terdapat 17 media arus utama yang dipasang iklan BJB. Seperti Global TV yang mengonfirmasi ke BPK bahwa bayaran iklan dari agensi sebesar Rp350 juta. Sedangkan, pihak agensi mengklaim bayaran ke BJB mencapai Rp2,66 miliar atau selisih sekitar Rp2,31 miliar. Masih dalam selisih miliaran rupiah, pihak Trans 7 mengonfirmasi biaya iklan yang dibayarkan agensi Rp1,13 miliar. Padahal, klaim yang diajukan agensi tembus berkali lipat hingga Rp8,58 miliar.

Adapun total selisih untuk di media TV saja sebesar Rp28,14 miliar. Jumlah selisih didapat dari klaim BJB untuk belasan TV sebesar Rp37,93 dikurang jumlah hasil konfimasi media yang hanya Rp9,79 miliar. Namun, BPK dalam laporannya tidak menyebut itu sebagai kerugian keuangan negara, tetapi hanya ‘pemahalan’. Jumlah selisih yang sarat penggelembungan harga ini berpotensi lebih besar lagi. Sebab, BPK tidak memperoleh akses transaksi dari agensi yang membayar jasa iklan ke media. Para agensi menolak mengeluarkan dokumen transaksi dengan alasan kerahasiaan perusahaan. “Dokumen tersebut diperlukan untuk menguji kebenaran pelaksanaan penayangan iklan dan biaya penayangan,” petik laporan BPK.

Pimpinan PT CKSB yang mendapat dana proyek sekitar Rp78,46 miliar, beralasan selisih bayar itu sebagai margin atau nilai keuntungan. Dalam keterangannya ke auditor, direktur perusahaanjuga bilang nilai selisih berasal dari fee sebesar 1% yang diatur dalam kontrak dengan BJB. Pimpinan Divisi Corporate Secretary yang berstatus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan promosi iklan ini, pun mengatakan, perbedaan nilai margin dan fee tersebut masih dianggap wajar demi keterkenalan produk bank di publik.

Lain itu, jumlah selisih yang didapat agensi ditaksir bisa lebih banyak lantaran tidak terdapat bukti tertulis pemesanan iklan antara pihak agensi dan media. Pun tidak ada di atas hitam-putih ihwal kontrak kerja sama. Sehingga ditemukan beberapa alokasi iklan yang tidak sesuai dengan proyeksi lini masa agensi. Bahkan, ada beberapa iklan muncul dalam sela program TV tertentu, yang sebenarnya tidak tercantum dalam proposal agensi ke BJB. 

“Hubungan kerjasama yang selama ini diterapkan dengan media berlandaskan rasa saling percaya,” petik laporan BPK yang merangkum alasan para agensi.

Masih dalam pengkondisian iklan di TV, pihak BJB ternyata tidak mewajibkan penawaran harga pasang iklan yang dipatok media. Sehingga bank mengeluarkan estimasi anggaran semaksimal mungkin, alih-alih menekan anggaran demi efisiensi keuangan di sektor bisnis lain.

Promosi di media online pun tak kalah gelap transparansinya. Pihak PT BSCA disebut BPK mengalihkan kerja promosi iklan ke PT WSBE tanpa pemberitahuan ke BJB. Padahal, kedua perusahaan sudah mendapat dana promosi iklan sebesar Rp50 miliar lebih. 

Akibat pengalihan kerja tanpa izin ini, BPK melaporkan bahwa anggaran menjadi sia-sia lantaran panjanganya rantai jasa iklan dari satu perusahaan ke perusahaan lain. 

Sementara itu, BJB sudah membayar jasa agensi ke PT BSCA sebesar Rp29,86 miliar.

“Potensi pemborosan atas pekerjaan penayangan iklan media online yang dialihkan PT BSCA ke PT WSBE,” petik hasil pemeriksaan BPK.

Dalam lingkup iklan yang melibatkan institusi berpusat di Bandung, Jawa Barat, sejumlah PT di atas kerap menang proyek promosi. Semisal PT AM yang mendapat proyek iklan media online dari Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Bandung pada 2023. Proyek iklan medium serupa didapat juga PT CKM. Perusahaan yang terdaftar di Bandung ini menang proyek senilai Rp200 juta. Juga, PT WSBE yang mendapat proyek iklan media online dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan nilai pagu Rp505 juta. Semua proyek yang dimenangkan itu melalui mekanisme pengadaan langsung atau tanpa tender.

Untuk dua perusahaan terakhir yang disebut tidak asing dalam industri media massa di Bandung dan Jawa Barat. Media bernama Jabar Ekspres (dulu Bandung Ekspres) di bawah naungan PT WSBE. 

Sedangkan PT CKM dimiliki oleh Ikin Asikin Dulmatin, yang merupakan pimpinan PT Ayo Media Network. Anak Ikin juga pemilik saham PT AM yang dalam proyek iklan dari BJB ini mendapat anggara Rp88,75 miliar. 

Afiliasi perusahaan juga terlihat antara PT CKMB dan PT CKSB. Saham dua perusahaan yang berlokasi di Jakarta ini dipegang oleh satu orang.

Selain tidak terbuka soal dokumen kontrak dan penayangan iklan di media, penentuan pengadaan proyek juga dipertanyakan. Dalam laporan BPK, keenam agensi menang proyek melalui mekanisme pengadaan, pemilihan dan penunjukan langsung. 

Mekanisme pengadaan dinilai tidak benar lantaran penentuan yang seharusnya merujuk nilai total transaksi, tapi justru berdasar nilai fee 1-2 persen.

Jika HPS atau harga perkiraan sendiri berdasar nilai fee sekian persen tersebut, maka harga yang terefleksi paling besar hanya Rp1 miliar. Walhasil, nilai itu tidak menghitung dari biaya penanganan iklan. Sedangkan, muatan nilai transaksi yang juga mencakup biaya iklan ke media bisa berjumlah puluhan miliar. Seperti PT CSKB yang mencatatkan nilai transaksi Rp42 miliar pada 2022 untuk promosi iklan di TV dan media online. 

“Maka metode pengadaan yang akan dipilih seharusnya adalah tender,” petik hasil pemeriksaan BPK.

Mekanisme pengadaan secara langsung ini, juga bertabrakan dengan SK Direksi Nomor 0387/SK/DIR-UMU/2020 tentang Standar Operasional Prosedur Pengadaan Barang/Jasa. Pengadaan yang bernilai Rp1 miliar ke atas wajib menggunakan skema tender. 

Manajemen BJB berdalih tidak membuka lelang proyek ini karena khawatir gagal lelang. Namun, klaim ini dalam laporan BPK dimentahkan lantaran tidak ada bukti.

Penting diketahui, setidaknya terdapat 24 temuan dalam laporan audit BPK di Bank BJB. Sementara penegak hukum baru menindaklanjuti satu temuan saja. Seharusnya KPK melakukan asessmen terhadap temuan BPK tersebut. Dengan kewenangan koordinasinya, KPK bisa membagi penanganan dugaan korupsi ke penegak hukum lain. 

Yang diusut KPK

Kasus dugaan korupsi Bank BJB ini mencuat setelah laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada awal Maret 2024 menemukan adanya kejanggalan dalam penggunaan anggaran promosi bank tersebut. 

Diduga asa mark-up atau peningkatan harga dana iklan Bank BJB pada periode 2021 hingga 2023 senilai Rp 200 miliar. Berdasarkan temuan BPK, ada kebocoran dana di mana nilai yang dibayarkan kepada media lebih kecil dibandingkan anggaran yang dikeluarkan Bank BJB. 

Kendati demikian, KPK sejauh ini belum memberikan detail rinci mengenai perkara tersebut termasuk pihak terkait yang menjadi tersangka. Dalam laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu bernomor 20/LHP/XVII.BDG/03/2024 tersebut berisi hasil audit sejumlah kegiatan Bank BJB tahun buku 2021-2023. Satu di antaranya, realisasi pengelolaan anggaran promosi produk dan belanja iklan senilai Rp 801 miliar. 

Temuan yang menjadi sorotan adalah alokasi belanja iklan media massa sebesar Rp 341 miliar. Di dalam dokumen itu, disebutkan Bank BJB menggandeng enam perusahaan agensi sebagai perantara dengan perusahaan media. 

Penelusuran BPK mendeteksi ada kebocoran sebesar Rp 28 miliar. Angka ini muncul karena nilai riil yang diterima media jauh berbeda dengan pengeluaran Bank BJB.

Dari Rp 37,9 miliar nilai tagihan ke Bank BJB, biaya iklan televisi yang bisa terkonfirmasi hanya Rp 9,7 miliar. Selisih ini dianggap tak wajar, karena dokumen kontrak menyebutkan komisi untuk agensi hanya 1-2 persen dari nilai iklan yang sudah tayang.

Pada Selasa, 27 Agustus 2024, Wakil Ketua KPK saat itu, Alexander Marwata sudah memberi kisi-kisi bahwa komisi antirasuah sedang menyelidiki kasus ini. Tiga pekan berselang, beredar kabar bahwa sudah ada tersangka. 

Pada hari yang sama, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu membenarkan adanya penyidikan, tetapi belum mengeluarkan sprindik.

Namun besoknya, tepatnya Ahad, 15 September 2024, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto meralat kabar soal penyidikan kasus BJB, termasuk penetapan tersangka. Kepada wartawan, Tessa menyatakan lembaganya belum mengeluarkan surat perintah penyidikan alias Sprindik. “Belum ada surat perintah penyidikan,” kata Tessa.

KPK dikabarkan juga telah menerbitkan Sprindik untuk mengusut perkara dugaan korupsi dana iklan BJB pada awal Maret. Sebagaimana disampaikan Ketua KPK Setyo Budiyanto, bahwa Direktur Penyidikan KPK dan Kasatgas akan melakukan koordinasi sebagai tindak lanjutnya.

“Ya, karena kami sudah menerbitkan surat perintah penyidikan kalau memang terinformasi bahwa ada APH lain yang melakukan itu, nanti tugasnya Direktur Penyidikan dan Kasatgas untuk melakukan koordinasi,” kata Setyo saat ditemui di Gedung Pusat Edukasi Anti Korupsi, pada Rabu, 5 Maret 2025.

Dalam pengusutan kasus tersebut juga tim Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK telah menggeledah sejumlah tempat di Bandung, Jawa Barat pada Senin kemarin. Salah satu tempat yang digeledah KPK adalah rumah Ridwan Kamil di Jalan Gunung Kencana Mas, Ciumbuleuit, Kota Bandung. “Betul, terkait perkara BJB,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto.

Sementara Ridwan Kamil membenarkan bahwa rumahnya telah digeledah oleh tim penyidik KPK terkait kasus dugaan korupsi Bank BJB. Namun, dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Bandung, Senin, bekas Calon Gubernur Jakarta itu enggan memberikan keterangan lebih lanjut mengenai penggeledahan itu.

“Hal-hal terkait lainnya kami tidak bisa mendahului tim KPK dalam memberikan keterangan, silakan insan pers bertanya langsung kepada tim KPK,” kata Ridwan Kamil.

Topik:

BPK Temuan BPK Bank BJB