Country Head of Financial Crime Surveillance Operations Standard Chartered BI Dina Ayu Mangkir dari Pemeriksaan KPK


Jakarta, MI - Saksi korupsi pemberian fasilitas kredit fiktif di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Country Head of Financial Crime Surveillance Operations Standard Chartered Bank Indonesia, Dina Ayu Prameswari (DAP) mangkir dari pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (22/7/2025) kemarin.
"Yang bersangkutan (DAP) minta penjadwalan ulang, akan dikoordinasikan untuk pemeriksaannya kembali," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo kepada wartawan, Jakarta, Rabu (23/7/2025).
Sebelumnya, KPK mengungkap jumlah debitur atau perusahaan yang diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit fiktif di LPEI kini bertambah menjadi 15 entitas.
"Sejauh ini sudah 15 karena ada pengembangan perusahaannya lagi," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (2/7/2025).
Budi menegaskan jumlah tersebut belum final karena KPK masih mendalami berbagai informasi yang terus berkembang. Kasus ini dipastikan masih berpotensi menyeret debitur lain.
"Masih akan terus berkembang tentunya karena setiap informasi dan keterangan yang diperoleh oleh penyidik KPK pasti akan didalami dan ditelusuri pihak-pihak terkait lainnya, termasuk dalam konstruksi perkaranya pasti akan dicermati," ujarnya.
Dalam tahap awal penyidikan, KPK menemukan 11 debitur yang terlibat dalam skema kredit fiktif. Akibat praktik tersebut, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp11,7 triliun.
KPK juga menerima pelimpahan penanganan perkara dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait tiga debitur lainnya. Satu debitur tambahan juga masuk dalam perkara ini, namun Budi belum menjelaskan asal pelimpahan perkaranya.
Dengan begitu, total sejauh ini mencapai 15 debitur.
Salah satu pihak debitur yang telah ditetapkan sebagai tersangka adalah dari PT Petro Energy (PE).
Tiga petinggi perusahaan telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan sejak Maret 2025, yaitu Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT PE, Jimmy Masrin (JM); Direktur Keuangan PT PE, Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD); dan Direktur Utama PT PE, Newin Nugroho (NN).
Sementara itu, dua tersangka dari internal LPEI, yakni Direktur Pelaksana I, Dwi Wahyudi (DW), dan Direktur Pelaksana IV, Arif Setiawan (AS), hingga kini belum ditahan.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa dalam konstruksi perkara ini terdapat dugaan konflik kepentingan antara jajaran direksi LPEI dan debitur PT PE. Sejak awal, diduga telah terjadi kesepakatan yang memudahkan proses pemberian fasilitas kredit.
Menurut Asep, pihak direksi LPEI tidak menjalankan fungsi pengawasan terhadap penggunaan dana sesuai ketentuan Manajemen Aset dan Piutang (MAP). Bahkan mereka disebut memerintahkan pencairan dana meski tidak memenuhi syarat kelayakan.
PT PE juga diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice sebagai dasar pencairan kredit, yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Perusahaan itu bahkan disebut melakukan praktik manipulasi laporan keuangan (window dressing).
Dana kredit yang diterima PT PE tidak digunakan sesuai perjanjian dengan LPEI. Akibatnya, KPK mencatat kerugian keuangan negara dari pemberian fasilitas kredit fiktif kepada PT PE mencapai Rp846.956.205.027 atau sekitar Rp846,9 miliar.
Topik:
KPK