KPK Periksa Manager Proyek Sulut-1 Coal FSPP Danang Adi soal Korupsi Proyek Fiktif PT PP

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 16 Oktober 2025 4 jam yang lalu
KPK RI (Foto: Dok MI/Adelio Pratama)
KPK RI (Foto: Dok MI/Adelio Pratama)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Danang Adi Setiadji selaku Manager Proyek Sulut-1 Coal FSPP, untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan fiktif di Divisi Engineering, Procurement, and Construction (EPC) PT Pembangunan Perumahan (Persero/PTPP) Tbk, Kamis (16/10/2025).

KPK juga memanggil Junaidi Heriyanto selaku Manager Proyek MPP Paket 7, Darmawan Surya Kusuma selaku Manager Proyek PSPP Portsite/Manyar Power Line, dan Sholikul Hadi selaku Manager Proyek Jayapura & Kendari.

"Hari ini Kamis (16/10), KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan TPK terkait pengadaan fiktif di Divisi Engineering, Procurement, and Construction (EPC) PT PP," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.

Materi pemeriksaan terhadap para saksi akan diungkap setelah proses pemeriksaan selesai. "Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK," jelas Budi.

Adapun poyek fiktif di Divisi EPC PT PP pada tahun 2022–2023 antara lain mencakup pekerjaan penggalian (cut), penimbunan (fill) tanah, hingga pembukaan lahan (land clearing), yang kini masih didalami penyidik.

"Ada beberapa memang proyek fiktif, ini masih terus didalami. Jadi seperti contohnya proyek-proyek cut and fill misalnya ya, apa namanya, land clearing seperti itu," kata Budi, Kamis (31/7/2025).

Proyek-proyek tersebut tidak tampak secara fisik di lapangan karena tidak ada hasil pengerjaan yang terlihat. Meski demikian, dokumen tagihan atau invoice tetap diterbitkan dan dana proyek tetap dicairkan.

"Jadi tidak begitu terlihat sebelum dan setelah proyek itu dilakukan. Sehingga ketika menerbitkan invoice ya, proyek fiktif tidak begitu terlihat ya apa namanya progres dari apa yang sudah dilakukan dari proyek itu," ujarnya.

Penyidik juga menemukan tidak adanya bukti pendukung (evidence) seperti dokumentasi kegiatan di lapangan. Namun demikian, anggaran proyek tetap dicairkan.

"Karena kita temukan juga tidak disertai evidence, tidak ada data dukung gitu seperti foto sebelum dan sesudah proyek itu dilakukan, sehingga kita tidak bisa melihat. Maksudnya tau-tau ada invoice begitu untuk pencairan sejumlah anggaran, sejumlah dana sesuai dengan nilai proyeknya," paparnya.

Dalam modus proyek fiktif ini, oknum di PT PP diduga menunjuk pihak ketiga atau subkontraktor (subkon) untuk melaksanakan pekerjaan, namun proyek tersebut tidak pernah dikerjakan. Meski bersifat fiktif, anggaran proyek tetap dicairkan dan mengalir ke sejumlah pihak, termasuk para tersangka.

"Nah kemudian dari pencairan itu kemudian mengalir ke pihak-pihak tertentu, di mana dalam perkara ini KPK juga sudah menetapkan beberapa pihak sebagai tersangka yang diduga menerima aliran-aliran dari pencairan proyek fiktif tersebut," kata Budi.

Meski begitu, Budi belum membeberkan secara detail jenis proyek fiktif maupun identitas penerima aliran dana. Ia menegaskan, penyidik masih terus mendalami kasus ini lebih lanjut.

"Nah KPK masih akan terus mendalami, melacak, dan menelusuri pihak-pihak yang diduga terkait, karena diduga ada beberapa proyek fiktif yang dijalankan dalam modus korupsi ini," bebernya.

Diketahui bahwa KPK mulai menyidik kasus dugaan korupsi proyek fiktif di Divisi EPC PT PP sejak 9 Desember 2024. Dua hari kemudian, pada 11 Desember 2024, KPK mencegah dua orang berinisial DM dan HNN bepergian ke luar negeri.

Selanjutnya, pada 20 Desember 2024, KPK resmi menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam perkara tersebut. Berdasarkan perhitungan sementara, kerugian negara ditaksir mencapai Rp80 miliar.

Pada 25 Juli 2025, KPK mengumumkan telah menyita uang senilai 1 juta dolar Singapura sebagai bagian dari proses penyidikan. Selain itu, penyidik juga menyita uang tunai senilai Rp39,5 miliar yang diumumkan pada Rabu (30/7/2025).

Catatan: Redaksi Monitorindonesia.com mencantumkan nama saksi jelas menjunjung Asas Equality Before the Law. Bahwa prinsip fundamental negara hukum yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum, tanpa memandang status, jabatan, atau kekuasaan. Maka pihak bersangkutan jika keberatan, redaksi Monitorindonesia.com terbuka melayani hak jawab dan/atau bantahan.

Topik:

KPK PT PP