KPK Tunggu Laporan Dugaan Mark Up Proyek Whoosh Usai Dibongkar Mahfud Md


Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini menunggu laporan dugaan penggelembungan anggaran (mark up) pada proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) sebagaimana dibongkar mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD baru-baru ini.
Menurut Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, masyarakat yang memiliki informasi soal dugaan korupsi agar bisa melaporkan secara resmi via saluran pengaduan yang tersedia agar dapat ditelaah lebih lanjut. Bahwa laporan itu nantinya akan dianalisis dan dipelajari apakah ada unsur korupsi.
"Kami mengimbau bagi masyarakat yang mengetahui informasi awal ataupun data awal, silakan sampaikan aduan (laporkan) kepada KPK. Tentu laporan perlu dilengkapi juga dengan informasi dan data awal sehingga nanti dalam proses telaah dan verifikasinya menjadi lebih presisi," kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (16/10/2025).
Informasi yang beredar saat ini masih bersifat awal. Kata Budi, pihaknya juga memerlukan data yang valid untuk menindaklanjuti apakah ada unsur korupsi dalam proses pengadaannya. "Sedangkan kalau soal kerugian keuangan negara itu kan mesti dihitung oleh auditor negara, bisa oleh BPK ataupun BPKP," tandas Budi.
Dugaan mark up
Mahfud mengatakan megaproyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang diberi nama Whoosh, diduga kuat anggarannya dimark-up beberapa kali lipat, berdasarkan informasi terpercaya yang didapatnya.
Menurut Mahfud dugaan itu diperkuat lagi dari pernyataan pengamat ekonomi Agus Pambagyo dan Anthony Budiawan di salah satu televisi swasta beberapa waktu lalu, yang akhirnya mengkonfirmasi apa yang dulu sudah didengarnya dan terberitakan sejak 5 tahun lalu. "Apa-apa yang dulu sudah terberitakan atau 5 tahun lalu sudah terberitakan luas, sekarang dikonfirmasi langsung," kata Mahfud dalam video YouTube-nya dinukil Monitorindonesia.com, Kamis (16/10/2025).
Awalnya Mahfud menyambut baik dan mendukung keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak membayar utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) Whoosh yang menembus Rp 116 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Purbaya menegaskan, tanggung jawab pembayaran berada di tangan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), lembaga yang kini mengelola KCIC bersama sejumlah BUMN strategis. "Saya mendukung Purbaya dalam hal ini. Jadi begini, ini masalahnya yang harus dicari secara hukum," kata Mahfud.
Menurut Mahfud, keputusan Menkeu Purbaya yang enggan membayar utang proyek Whoosh dari APBN adalah benar. "Menurut saya benar Purbaya. Karena apa, Mas? Ini masalahnya sangat memberatkan bangsa. Kita membangun itu menghilangkan pembangunan-pembangunan untuk rakyat yang lain, kan hanya disedot untuk ini," beber Mahfud.
Mahfud menjelaskan jika pemerintah tidak mampu membayar maka kerjasama B2B itu bisa dipailitkan. "Atau itu diserahkan ke Danantara. Tapi apa mau dibail out oleh negara terus terus-terusan. Nah, ini yang harus diteliti karena ada dugaan markup," ungkap Mahfud.
Mahfud lantas menjelaskan dugaan mark-up yang dimaksud. "Dugaan mark upnya gini. Itu harus diperiksa ini uang lari ke mana. Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per 1 km kereta Whoosh itu 52 juta US dolar. Tapi di Cina sendiri hitungannya hanya 17 sampai 18 juta US dolar. Jadi naik tiga kali lipat kan. Ini yang menaikkan siapa? Uangnya ke mana?" kata Mahfud,
Apalagi menurut Mahfud naiknya atau dugaan mark-up sampai 3 kali lipat. "Nah, itu markup. Harus diteliti siapa dulu yang melakukan ini," kata Mahfud.
Mahfud menjelaskan proyek Whoosh ini juga bisa mengancam masa depan dan kedaulatan bangsa dan rakyat, akibat utang yang sangat besar.
"Karena misalnya kita gagal bayar, itu kan berarti Cina harus mengambil, tapi kan gak mungkin ngambil barang di tengah kota. Pasti dia minta kompensasi ke samping misalnya Laut Natuna Utara. Karena itu pernah terjadi ke Sri Lanka. Sri Lanka juga melakukan kayak gini ya. Membangun pelabuhan gak mampu bayar pelabuhannya diambil sampai sekarang oleh Cina" lanjut Mahfud.
Sementara di Indonesia, kata Mahfud, Cina bisa meminta kompensasi menguasai Laut Natuna Utara dan membangun pangkalan di sana selama 80 tahun. "Nah, itu masalahnya. Jadi betul Pak Purbaya, Anda didukung oleh rakyat jangan bayar Whoosh dengan APBN. Kemudian carikan jalan keluar agar tidak disita karena pailit atau dikuasainya Natuna," katanya lebih lanjut.
Mahfud mengatakan utang yang sangat besar dalam proyek Whoosh ini sangat aneh.
"Sangat aneh karena ini merupakan satu bisnis B2B, bisnis to bisnis, BUMN dan BUMN sana. Tetapi sekarang hutangnya bertambah terus. Bunga hutangnya saja setahun itu Rp 2 triliun. Bunga hutang saja. Sementara dari tiket hanya mendapat maksimal 1,5 triliun. Jadi setiap tahun bertambah kan, bunga berbunga terus, negara nomboki terus," bebernya.
Menurut Mahfud kalau melihat terminnya, maka hal itu bisa terjadi sampai 70 atau 80 tahun, baru Indonesia melunasi utang Whoosh dari Cina.
Karenanya Mahfud mengusulkan selain Menkeu Purbaya mencari jalan lain membayar utang bukan dari APBN, maka negara harus menyelesaikan secara hukum.
"Negara harus menyelesaikan secara hukum. Hukum pidananya bisa ada, kalau itu betul mark up. Karena menurut Pak Agus ee Pak Antoni Budiawan di Cina itu harganya dulunya hanya disebutkan 17 sampai 18 US Dolar kok per kilometer. Sekarang jadi 53 juta US dolar. Nah, ini harus diselidiki. Kalau itu benar terjadi, maka itu pidana dan harus dicari. Tapi juga ada perdatanya nantinya," jelas Mahfud.
Masalah perdata katanya berhubungan antara yang bersangkutan dengan uang negara. "Tapi saya lebih cenderung selesaikan pidananya, agar bangsa ini tidak terbiasa membiarkan orang bersalah, ya sudah lewat kita maafkan. Itu kan selalu terjadi begitu dari waktu ke waktu. Padahal ini lebih gila lagi ini ya. Sehingga menurut saya, saya acungi jempol Pak Purbaya," katanya.
Menurut Mahfud, saat ia masuk di kabinet Jokowi pada 2019, semua rencana Whoosh sudah jadi dan bahkan mulai dibangun pada 21 Januari 2016.
Proyek kereta cepat Whossh ini lalu diluncurkan ke publik pada 2023. "Tapi kita harus beri kesempatan untuk menjelaskan karena bagaimanapun, pemerintah waktu itu kan, punya alasan-alasan sendiri, bahwa ini penting, bahwa ini visibel, dan seterusnya dan seterusnya. Itu pelaku-pelakunya kan sekarang masih ada semua untuk diurai," katanya.
Hal ini kata Mahfud juga sejalan dengan komitmen Presiden Prabowo yang mau membuka kasus-kasus yang dianggap punya potensi korupsi atau pernah terjadi korupsi. "Prabowo melangkah mencari penyelesaian agar kedaulatan kita tidak terjajah oleh Cina, sekaligus melakukan penyelesaian hukum tanpa pandang bulu," harap Mahfud.
Adapun besaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) Whoosh senilai Rp 116 triliun kembali mencuat. Pemerintah memastikan, beban utang kereta cepat Jakarta-Bandung itu tidak akan ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan, tanggung jawab pembayaran berada di tangan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), lembaga yang kini mengelola KCIC bersama sejumlah BUMN strategis.
“Kan KCIC di bawah Danantara ya. Kalau di bawah Danantara kan mereka sudah punya manajemen sendiri, punya dividen sendiri yang rata-rata setahun bisa dapat Rp80 triliun atau lebih. Harusnya mereka manage (utang KCJB) dari situ. Jangan kita lagi,” ujar Purbaya, Jumat (10/10/2025).
Purbaya menjelasan pengelolaan BUMN di bawah Danantara seharusnya membuat perusahaan-perusahaan tersebut tidak lagi bergantung penuh pada intervensi pemerintah dan APBN.
Sebab katanya kini dividen BUMN tidak lagi masuk ke kas negara melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP), melainkan dikelola langsung oleh Danantara. Karena itu, tanggung jawab penyelesaian utang proyek kereta cepat Jakarta-Bandung juga berada di tangan lembaga tersebut.
Seperti diketahui proyek kereta cepat Jakarta-Bandung mulai dibangun pada 2016 dan resmi beroperasi pada Oktober 2023. Total nilai investasinya mencapai 7,27 miliar dollar AS atau sekitar Rp 118,37 triliun dengan kurs Rp 16.283 per dollar AS.
Nilai tersebut sudah termasuk pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dollar AS. Sekitar 75 persen pendanaan proyek ini berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB), sementara sisanya berasal dari ekuitas konsorsium KCIC.
Kereta Cepat ini bisa melaju hingga 350 km/jam yang menjadikannya kereta cepat pertama di Indonesia dan Asia Tenggara (ASEAN). Dengan kecepatan itu Kereta Cepat Whoosh bisa menghubungkan Jakarta (Halim)-Bandung (Tegalluar) dengan waktu kurang dari sejam.
"Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini merupakan kereta cepat pertama di Indonesia dan juga pertama di Asia Tenggara," kata Jokowi saat meresmikan proyek Kereta Cepat Whoosh di Stasiun Kereta Cepat Halim, Jakarta, Senin (2/10/2023).
Namun dengan nilai investasi yang sebesar itu, proyek ini kini menghadapi tekanan besar. Pendapatan tiket belum cukup untuk menutup biaya bunga, cicilan pinjaman, dan biaya operasional harian. Hal itu membuat restrukturisasi menjadi langkah penting agar proyek tetap berlanjut tanpa membebani keuangan negara. (an)
Topik:
KPK Kereta Cepat Whoosh Mahfud Md Menkeu Purbaya