2 Notaris Ini Dikonfirmasi KPK soal Aset Satori dan Heri Gunawan, Tersangka Korupsi CSR BI
Jakarta, MI - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkofirmasi dua Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Wani Widjaja (WW) dan Widodo Budidarmo (WB) terkait aset tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI).
Tersangka dalam perkara ini adalah dua anggota DPR RI periode 2019–2024, yaitu Heri Gunawan dari Fraksi Gerindra dan Satori dari Fraksi NasDem.
"Sdr. WW dan WB, keduanya selaku Notaris/PPAT. Pada pemeriksaan hari ini, penyidik mengkonfirmasi terkait aset-aset tersangka," kata Jubir KPK, Budi Prasetyo, Jumat (14/11/2025).
Wani dan Widodo merampungkan pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Jumat ini. Sementara sejumlah saksi lain yang turut dipanggil hari ini tidak hadir, yakni Siti Aisyah (swasta), Eman Fathurohma (wiraswasta), Oman (swasta), Tia Mutia (mahasiswi), serta Wela Arista (ibu rumah tangga) yang disebut-sebut sebagai Aspri Hotman Paris. "Dalam perkara ini, dua saksi yang hadir dalam pemeriksaan hari ini," jelas Budi.
Sebelumnya, pada Kamis (7/8/2025), KPK mengumumkan dua anggota DPR RI periode 2019–2024 sebagai tersangka, yaitu Heri Gunawan dari Fraksi Gerindra dan Satori dari Fraksi NasDem. Keduanya belum ditahan karena penyidik masih melakukan pendalaman serta pengumpulan bukti tambahan.
Dalam konstruksi perkara dijelaskan bahwa Komisi XI DPR RI, yang memiliki kewenangan terhadap Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), membentuk panitia kerja (panja) untuk membahas pendapatan dan pengeluaran kedua lembaga tersebut. Panja tersebut beranggotakan antara lain Heri Gunawan dan Satori.
Setiap bulan November, panja menggelar rapat kerja dengan pimpinan BI dan OJK yang kemudian dilanjutkan dengan rapat tertutup. Dalam forum itulah disepakati bahwa BI dan OJK memberikan alokasi dana program sosial kepada setiap anggota Komisi XI DPR RI.
BI menganggarkan sekitar 10 kegiatan per tahun, sedangkan OJK mengalokasikan 18 hingga 24 kegiatan per tahun. Dana tersebut disalurkan melalui yayasan yang dikelola anggota DPR, dengan teknis pelaksanaan dibahas bersama tenaga ahli DPR, BI, dan OJK.
Heri Gunawan diduga menerima dana sebesar Rp15,86 miliar, terdiri dari Rp6,26 miliar dari BI, Rp7,64 miliar dari OJK, dan Rp1,94 miliar dari mitra kerja lainnya. Dana itu dialirkan ke rekening pribadinya maupun rekening penampung milik stafnya, lalu digunakan untuk membangun rumah makan, mengelola outlet minuman, membeli tanah, bangunan, dan kendaraan roda empat.
Sementara itu, Satori diduga menerima dana sebesar Rp12,52 miliar, terdiri dari Rp6,30 miliar dari BI, Rp5,14 miliar dari OJK, dan Rp1,04 miliar dari mitra kerja lainnya. Dana tersebut digunakan untuk deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom mobil, kendaraan roda dua, serta berbagai aset lainnya. Bahkan, Satori diduga merekayasa transaksi perbankan melalui salah satu bank daerah untuk menyamarkan penempatan dan pencairan deposito agar tidak terdeteksi dalam rekening koran.
Atas perbuatannya, Heri Gunawan dan Satori disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Keduanya juga dijerat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Topik:
KPK