DPR Geram Kasus Kekerasan di STIP Terulang Kembali, Desak Adanya Audit Total

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 10 Mei 2024 17:39 WIB
Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda (Foto: MI/Dhanis)
Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda (Foto: MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Dunia pendidikan Indonesia kembali tercoreng atas kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta yang menewaskan seorang taruna ditangan seniornya. 

Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, mengatakan bahwa ini menjadi alarm bagi dunia pendidikan untuk dilakukan evaluasi secara menyeluruh.

"Tewasnya Putu Satria Ananta mahasiswa STIP Jakarta akibat kekerasan di lingkungan pendidikan tentu menjadi keprihatinan mendalam bagi kita semua. Apalagi kasus ini bukanlah kasus pertama di lingkungan STIP," kata Huda kepada wartawan, Jumat (10/5/2024). 

Karena itu kata Huda, kampus di bawah naungan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tersebut ini dinilai perlu adanya audit total untuk memastikan kelayakannya sebagai lembaga pendidikan.

"Maka kami mendesak agar dilakukan audit total agar ada solusi sehingga kasus kekerasan ini tidak kembali terulang," ujarnya. 

Huda menjelaskan, audit total pada STIP bisa meliputi audit sistem maupun audit kinerja. Audit sistem untuk memastikan apakah memang sistem pendidikan STIP menumbuhkan budaya kekerasan. 

Sedangkan audit kinerja untuk memastikan apakah penyelenggara pendidikan benar-benar telah menciptakan zero tolerance terhadap fenomena kekerasan dalam kampus.

"Audit sistem maupun kinerja STIP Jakarta ini bisa dilakukan lintas sektoral dengan melibatkan pakar maupun elemen masyarakat sipil di bidang pendidikan sehingga menghasilkan kesimpulan objektif," bebernya.

Apalagi kata Huda, kekerasan di lingkungan STIP Jakarta sudah menjadi budaya yang sulit dihilangkan.

"Sejak 2008 misalnya, sudah ada 4 taruna STIP yang tewas akibat kekerasan senior kepada junior. Selain itu dua orang taruna tercatat mengalami gegar otak dan cedera fisik lainnya akibat kasus yang sama," ungkapnya. 

"Maka sudah selayaknya audit dilakukan agar budaya kekerasan ini tidak terus berulang," tambahnya menegaskan. 

Untuk itu kata dia, saat ini sudah terbit Peraturan Pemerintah (PP) 57/2022 tentang Perguruan Tinggi Kedinasan. Dalam aturan tersebut dimungkinkan adanya pembubaran sekolah kedinasan atau dialihkan pengelolaannya ke kementerian lain jika dari hasil evaluasi ditemukan hal-hal yang merugikan peserta didik. 

"Maka kami meminta ada audit total agar diketahui kelayakan Kemenhub menyelenggarakan dan mengelola lembaga pendidikan. Jika memang tidak layak kenapa misalnya tidak dialihkan pengelolaanya ke Kementerian Pendidikan Budaya Riset dan Teknologi. Sehingga pengelolaan pendidikan di Indonesia satu pintu saja," jelas Huda.