Demokrasi Terus Merosot, Pengamat: Seperti Biasa Sikap Jokowi Adem

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 9 Agustus 2024 9 jam yang lalu
Pengamat Politik Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti (Foto: Ist)
Pengamat Politik Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Pengamat Politik Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, menilai kualitas demokrasi Indonesia saat ini berada dalam masa kritis di kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Pasalnya demokrasi Indonesia terus-menerus mengalami kemerosotan, sehingga hal tersebut dinilai sangat mengkhawatirkan yang bisa membawa pada kehancuran demokrasi. 

"Mereka yang menganggap demokrasi hanya sebatas aturan yang membolehkan dan melarang. Bukan soal moral atau etika dalam bernegara. Moral dan etika bagi mereka adalah abstrak," kata Ray kepada Monitorindonesia.com Jumat (9/8/2024). 

Kata Ray, saat ini demokrasi Indonesia sedang menuju kepada rezim aturan, yang di mana aturan menjadi satu-satunya dianggap valid yang ujungnya hanya akan menciptakan ruang bagi kekuasaan oligarki dan nepotis berkembang, menyebar dan dominan. 

"Persis seperti yang kita alami saat ini, di mana kekuasaan oligarkis, nepotis dan dominan mulai merajalela. Bahkan dilakukan sendiri oleh Jokowi dengan membiarkan anaknya, Gibran, sebagai calon wakil presiden," katanya. 

"Kita akan menuju negara seolah-olah demokratis, tapi sebenarnya yang terjadi adalah negara yang dikendalikan oleh kaum oligarkis, nepotis dan pragmatis," tambahnya. 

Ray menilai, ritus-ritus demokrasi akan dipergunakan oleh mereka yang haus kekuasaan sebagai alat untuk mencapai dan mengekalkan kekuasaan.

"Bila aturan tidak memberi ruang bagi hasrat dan tujuan itu, maka aturanlah yang harus diubah. Persis seperti putusan MK, MA dan banyak kasus lainnya, yang bahkan tata cara pembuatan aturan itupun bertentangan dengan tata cara pembuatan UU," ujarnya. 

Lebih lanjut, kata Ray, dalam situasi saat ini menjelang Pilkada serentak 2024 marak wacana melawan kotak kosong di berbagai daerah karena adanya dominan partai politik yang didukung oleh penguasa. 

"Dalam situasi kemerosotan subtansi demokrasi inilah praktek borong parpol dalam pilkada dan menciptakan pasangan tunggal melawan kotak kosong ini menggejala, yang salah satu motornya adalah parpol yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM),"

"Dan seperti biasa, sikap Jokowi adem, membiarkan hal ini terjadi, menganggap bukan masalah demokrasi karena memang dibolehkan aturan," pungkasnya. 

Padahal kata Ray, sebagai presiden yang menjadi kepala pemerintahan sekaligus kepala negara, tugas dan tanggungjawab Jokowi bukan hany sekadar membangun infrastruktur dan membagi bansos saja.

"Tapi juga memastikan bahwa kualitas subtansi, moral dan etika demokrasi tetap terjaga," tambahnya menjelaskan.