Zarof Ricar Juga Utak-atik Perkara Sugar Group Company?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 17 Januari 2025 00:54 WIB
Zarof Ricar mantan kepala badan pendidikan dan pelatihan hakim dan peradilan (Kabadiklat) MA 2022 (Foto: Dok MI)
Zarof Ricar mantan kepala badan pendidikan dan pelatihan hakim dan peradilan (Kabadiklat) MA 2022 (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Mantan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Hakim dan Peradilan (Kabadiklat) Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar diciduk di salah satu hotel di Jimbaran, Bali pada Kamis (24/10/2024) berdasar surat penangkapan yang terbit sehari sebelumnya. 

Pada hari sebelum penangkapan itu, tim penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan penggeledahan di rumah Zarof. 

Di suatu ruangan rumah, penyidik menemukan barang bukti berupa uang tunai senilai hampir Rp 1 triliun dari berbagai mata uang. Rinciannya, sejumlah Rp5.725.075.000, 74.494.427 dolar Singapura, 1.897.362 dolar AS, 483.320 dolar Hong Kong, dan 71.200 euro.

Bukan cuma uang tunai, penyidik juga mendapati satu buah dompet merah muda beris tujuh keping emas logam mulia Antam masing-masing 100 gram beserta tiga keping emas logam mulia Antam masing-masing 50 gram. 

Juga, ada dompet yang berisi 12 keping emas logam mulia masing-masing seberat 100 gram, dan satu keping emas logam mulia Antam seberat 50 gram.

Dari ruangan yang sama, didapati pula sebuah satu buah plastik berisikan 10 keping emas logam mulia Antam masing-masing 100 gram. Pun, ada dompet berwarna hitam berisikan satu keping emas logam mulia Antam satu kilogram, tiga lembar kuitansi toko emas mulia, dan tiga lembar sertifikat emas. Total logam mulia emas tersebut mencapai 51 kilogram. Jika diakumulasikan jumlahnya setara Rp 75 miliar.

Berselang lima hari setelahnya, tim penyidik kembali menggeledah rumah Zarof. Namun, belum jelas apa yang disita sebagai barang bukti. Yang jelas, penyidik membawa sejumlah kotak selepas keluar rumah. 

Kekayaan Zarof diduga tak hanya sebatas harta tampak di dalam rumah mewah ratusan meter itu. Sebab, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Hari Siregar, mengatakan kekayaan Zarof diduga didapat dari hasil jahat sebagai makelar kasus di MA. 

Diduga, Zarof bermain kasus sejak 2012 hingga 2022. Keterlibatan Zarof dalam utak-atik putusan hakim MA tak berhenti meski dirinya pensiun. Kata Harli Siregar, tugas penyidik kini menelusuri aliran dana yang diterima Zarof.

Perannya sebagai makelar kasus di MA selama satu dasawarsa tak pelak melibatkan banyak pihak berperkara. Penyidik, katanya, sedang mencari kasus mana saja yang diatur oleh Zarof. 

Tapi, tidak mudah melakukan itu lantaran Zarof masih bungkam. “Tanpa keterangannya, kami tetap akan memastikan proses hukum berjalan. Metode pembuktian terbalik dalam membongkar kasus ini,” kata Harli, Kamis (31/10/2024) lalu.

Metode pembuktian terbalik yang dia maksud adalah membebankan sepenuhnya kesalahan kepada penerima dana. Dengan kata lain, jika penyidik tidak mampu melacak kasus mana saja yang ditunggangi Zarof, maka tidak ada tersangka lain yang bisa diseret Kejagung.

Karier Zarof sebenarnya tidak pernah sampai di level sekretaris MA. Jabatannya sebelum pensiun adalah Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (Balitbang Diklat Kumdil) MA. 

Zarof pun sempat berstatus Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum MA. Satu-satunya jabatan cukup strategis Zarof ialah saat menjabat Sekretaris Ditjen MA dan saat ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ditjen Badilum pada 2020.

Kembali kepada penggeledahan rumah Zarof di kawasan Senayan, Jakarta Selatan (Jaksel), pada Kamis (24/10/2024), bahwa Kejagung bukan cuma menemukan timbunan uang dan kepingan-kepingan emas batangan yang ditaksir mencapai Rp 1 triliun tetapi tim penyidikan juga menemukan bukti berupa catatan-catatan tentang bagaimana ZR, bersama-sama Lisa Rahmat (LR) mengatur hasil kasasi Gregorius Ronald Tannur terkait kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti.

Sebagaimana foto yang diperoleh Monitorindonesia.com, terdapat catatan bertuliskan tangan, yang terbungkus di dalam tas plastik bening. “Titipan Lisa,” 

Lisa adalah Lisa Rahmat pengacara dari Ronald Tannur. Sedangkan ZR, adalah Zarof Ricar. Pada bagian atas catatan pada kertas yang ditemukan penyidik, bertuliskan, “Untuk Ronal Tannur:1466K/Pid.2024”. Kode 1466K/Pid.2024 merupakan nomor perkara kasasi kasus Ronald Tannur di MA. 

Dalam catatan tersebut, juga ada dituliskan masing-masing para hakim agung yang memeriksa kasasi kasus Ronald Tannur itu. Para majelis hakim kasasi tersebut, adalah S, A, dan S. Di dalam catatan kertas yang ditemukan penyidik itu, bertuliskan urut ke bawah, “P.Soesilo, P. Ainal, P Sutarjo.”

Runutan nama-nama para hakim agung pemeriksaan kasasi Ronald Tannur itu dibarengi dengan tanda panah siku besar ke arah kanan tulisan, dengan catatan, “Pak Kuatkan PN.”

Di bawah catatan tersebut, tulisannya berlanjut dengan tanda awal bintang. “*Perlu diketahui kematian Dini (korban), berdasarkan visum itu karena ‘benda tumpul’. Bahwa kelalaian; benda tumpul inilah kewajiban JPU harus cari tau mobil siapa?.”

Catatan tulisan tangan tersebut berlanjut dengan penyampaian; “*Oce (Kasasi) team? +(1Bp). *1006 (PK)—> (15) (Sy—> 1 ya Pak). *Tannur (kasasi) +(1Bp). *Kasasi Pid. Blm dpt nomor.” Pada bagian pinggir bawah sebelah kanan catatan tersebut, bertuliskan “Titipan Lisa.”

Zarof Ricar Juga Utak-atik Perkara Sugar Group Company

Namun demikian, menurut sumber di gedung bundar Jampidsus Kejagung, selain itu sebenarnya terdapat pula bukti catatan tertulis “Perkara Sugar Group Rp 200 miliar". 

Apabila bukti catatan itu benar, uang sebesar Rp 200 miliar itu patut diduga sebagai titipan untuk hakim agung yang menangani perkara sengketa perdata antara Sugar Group Company (SGC) milik Gunawan Yusuf dkk melawan Marubeni Corporation (MC) dkk. 

Kasusnya sendiri mulai viral usai Hakim Agung Syamsul Maarif menabrak Pasal 17 ayat (5) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang memutus perkara Peninjauan Kembali (PK) No. 1362 PK/PDT/2024, tanggal 16 Desember 2024 hanya dalam tempo 29 hari menjadi kotak pandora yang membuka tabir sumber uang suap senilai Rp 920 miiar, dalam dugaan korupsi makelar kasus di Mahkamah Agung RI, yang melibatkan Zarof Ricar itu.

PK No. 1362 PK/PDT/2024, tanggal 16 Desember 2024 itu sendiri, terkait perkara sengketa perdata antara Sugar Group Company (SGC) milik Gunawan Yusuf Dkk melawan Marubeni Corporation (MC) Dkk, bernilai triliunan rupiah, yang pada tahun 2010, sejatinya telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkraht), berdasarkan putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010 dan No. 2446 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010 dimenangkan oleh MC Dkk. 

Pun, SGC dkk tidak melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK). Persoalannya, putusan kasasi dan PK terkait perkara SGC versus MC cukup banyak. Karena mengalami daur ulang berkali-kali. 

Namun menurut seorang sumber, Zarof Ricar sudah “bernyanyi” di hadapan penyidik. 

Patut diduga uang suap Rp 200 miliar itu terkait putusan Kasasi No. 1697 K/Pdt/2015 tanggal 14 Desember 2015 jo. PK Ke-I No. 818 PK/Pdt/2018 tanggal 2 Desember 2019 jo. PK Ke-II No. 887 PK/Pdt/2022 tanggal 19 Oktober 2023, yang merupakan upaya hukum lanjutan untuk perkara yang sejatinya tergolong nebis idem. 

Yakni putusan-putusan yang diduga dipakai untuk ngemplang utang SGC kepada MC bernilai triliunan rupiah.

Yaitu putusan-putusan No. 373/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst tanggal 1 Maret 2012 jo PT DKI Jakarta No. 75/Pdt/2013/PT.DKI tanggal 22 April 2013. 

Konon Zarof Ricar sudah mengaku dengan menyebut nama-nama hakim agung yang terlibat, termasuk seorang mantan Ketua Kamar Perdata MA yang berasal dari Lampung.

Dari hasil penelusuran Monitorindonesia.com, tercatat hakim agung yang duduk pada majelis putusan kasasi No. 1697 K/Pdt/2015 tanggal 14 Desember 2015, adalah:

 (1) Soltoni Mohdally

 (2) Nurul Elmiyah

(3) Zahrul Rabain

Majelis hakim agung PK Ke-I, No. 818 PK/Pdt/2018 tanggal 2 Desember 2019, adalah: 

(1) Sunarto

(2) Maria Anna Samayati

(3) Ibrahim

Sedangkan majelis hakim agung PK Ke-II, No. 887 PK/Pdt/2022 tanggal 19 Oktober 2023, adalah: 

(1) Syamsul Maarif

(2) Panji Widagdo

 (3) Nani Indarwati

(4) Yodi Martono Wahyunadi

 (5) Lucas Prakoso

Dua hakim agung yang disebut terakhir dissenting opinion.

Dalam majelis perkara No. 818 PK/Pdt/2018 tanggal 2 Desember 2019 terdapat nama Sunarto yang kini menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung. 

Zarof Ricar dikenal dekat dengan Ketua MA, Sunarto. 

Tak heran bila pada tanggal 27-28 September 2024, Zarof Ricar yang telah pensiun sejak tahun 2022 itu tampak ikut dalam rombongan pimpinan MA yang melakukan kunjungan ke Keraton Sumenep.

Informasi soal adanya nama hakim dalam setiap tumpukan uang yang disita Kejagung yang berkaitan dengan Zarof Ricar diungkap oleh anggota Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo dalam dengar pendapat dengan Jaksa Agung (13/11/2024).

Dia menanyakan apakah di setiap tumpukan uang terebut terdapat nama-nama pihak pemberi suap serta hakim-hakim yang akan menerimanya. 

Namun baik Jaksa Agung maupun Jampidsus tidak menjawab lugas, dengan dalih pertanyaan sudah masuk ke dalam materi penyidikan.

“Saya rasa belum bisa kami buka untuk konsumsi publik karena alat bukti belum penuh saat ekspos dilakukan. Yang jelas jaksa sedang mengidentifikasi uang sudah dilakukan penyitaan sebesar Rp 1 triliun, termasuk menelusuri identitas pemberi uang, nilai nominal uang yang diberikan dan terkait perkara apa." 

"Kita tidak bisa ketika tersangka Zarof Ricar mengaku uang dari si A lalu penyidik langsung periksa si A. Harus dicarikan alat bukti lainnya,” kata Jampidsus, Febri Adriansyah.

Akan tetapi memang seharusnya apa pun dalihnya penyidik wajib memeriksa dan mendalami si A yang disebut oleh Zarof Ricar.

Terkait hal itu, Anggota Komisi III DPR RI, Rudyanto Lallo, mendesak Kejagung memanggil SGC milik Gunawan Yusuf itu.

“Kita berharap kejaksaan jangan heboh diawal. Seolah-olah mengungkap kasus triliunan rupiah. Kemudian penanganannya jalan di tempat, mandek, dan tuntutannya rendah. Zarof Ricar ditahan penyidik sejak tanggal 24 Oktober 2024. Ia sudah mengaku salah satu sumber uang suap dari SGC," kata Rudyanto, Kamis (16/1/2025).

Menurut politikus Partai Nasional Demokrat (NasDem) itu, kewajiban penyidik melakukan pemeriksaan pendalaman berdasarkan pengakuan itu. 

"Tapi Jampidsus malah menjawab penyidik tidak bisa memeriksa pelaku suap sesuai pengakuan tersangka. Ini aneh. Ada apa? Sudah 45 hari sejak Zarof Ricar ditahan belum ada kemajuan yang signifikan. Padahal mensrea penyuapan sudah terang benderang ingin mengemplang utang sebesar triliunan rupiah. Tentu kita sayangkan, bebernya.

Pun dia meminta juga kepada Jaksa Agung agar meluruskan setiap kasus yang ditangani, sebagaimana perintah Presiden Prabowo Subianto yang menjadikan korupsi sebagai musuh negara. “Bahkan saya meminta agar Presiden Prabowo secara khusus ikut mengawal dan mengawasi kasus ini," katanya. 

Di lain sisi, Rudianto meyakini Zarof tak bekerja sendiri di lingkungan MA. Oleh sebab itu, diperlukan keseriusan dari Kejagung dalam mengusut setiap aliran uang tersebut.  

“Tidak berdiri sendiri, pasti melibatkan orang lawang di lingkungan mahkamah agung. Karena itu, oknum-oknum yang selama ini merusak reputasi peradilan kita, ini harus dibongkar jaringannya," ungkapnya.

Ia menambahkan, bila nanti telah keluar jadwal rapat kerja dengan Kejagung, dirinya akan meminta penjelasan ihwal kelanjutan pengusutan kasus tersebut. 

“Tentu pada saat kita rapat kerja dengan mitra, pasti kita akan pertanyakan sejauh mana langkah kejaksaan. Yang pasti saya katakan ini langkah maju kejaksaan," pungkasnya.

Sementara itu, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti (Usakti) Abdul Fickar Hadjar, mendesak Kejaksaan Agung untuk menyelidiki asal usul uang senilai triliunan rupiah dan emas batangan yang ditemukan. 

“Kejaksaan Agung harus membongkar tuntas, karena sangat mustahil uang dan batangan emas yang ada di rumah Zarof Ricar itu miliknya sendiri."

"Sangat mungkin itu titipan yang belum diambil oleh hakim-hakim itu guna menghindari sistem pelacakan oleh siste audit keuangan, mengingat kewajiban pejabat untuk melaporkan LHKPN," jelasnya.

Jerry Massie, Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) menyatakan bahwa apabila fakta tersebut mengandung unsur kebenaran, hal ini akan menjadi babak baru dalam perkembangan penanganan perkara tersangka Zarof Ricar. 

"Kotak pandoranya terjadinya dugaan skandal dalam putusan perkara No. 1362 PK/PDT/2024, tanggal 16 Desember 2024, dimana berkas perkara dengan tebal 3 meter dapat diputus hanya dalam waktu 29 hari," ungkapnya.

Ketua majelisnya adalah Hakim Agung Syamsul Maarif. Agar tidak kebobolan seperti kasus Harvey Moies dalam korupsi timah, seluruh pegiat anti korupsi harus mengawal kasus ini.

"Jaksa Agung didesak agar mengusut tuntas sumber suang suap dan hakim penerima suap," tegasnya.

Kasus posisi

Berdasarkan hasil eksaminasi P3S, kasus SGC bermula ketika Gunawan Yusuf dkk melalui PT GPA pada 24 Agustus 2001 menjadi pemenang lelang Sugar Group Company (SGC) aset milik Salim Group yang diselenggarakan BPPN dengan kondisi apa adanya (as is), senilai Rp 1,161 triliun. 

Ketika akan dilelang, semua peserta lelang termasuk GPA telah diberitahu segala kondisi dari SGC tentang aktiva, pasiva, utang dan piutangnya. 

SGC yang bergerak dalam bidang produksi gula dan etanol ternyata memiliki total utang triliunan kepada MC, yang secara hukum tentu menjadi tanggung jawab Gunawan Yusuf dkk selaku pemegang saham baru SGC. 

Akan tetapi, Gunawan Yusuf menolak membayar dengan dalih, utang SGC kepada MC senilai triliunan rupiah itu merupakan hasil rekayasa bersama antara Salim Group (SG) dengan MC. 

Diduga untuk mensiasati agar dapat ngemplang utang yang bernilai triliunan rupiah itu, dibangun dalil yang diduga palsu, yang pada pokoknya dinyatakan utang itu hasil rekayasa bersama antara SG dengan MC, sebagaimana yang dituangkan dalam surat gugatan Gunawan Yusuf dkk melalui PT. SIL, PT. ILP, PT. GPM, PT. ILD, dan PT. GPA menggugat MC Dkk, melalui PN Kota Bumi dan PN. Gunung Sugih, teregister dalam perkara No. 12/Pdt.G/2006/PN/GS dan No. 04/Pdt.G/2006/PN.KB. 

Namun pada ujung perkara, Gunawan Yusuf Dkk kalah telak, sebagaimana putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010 dan No. 2446 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). 

Mensrea dugaan suap sudah terang benderang, karena pelaku ingin mengemplang hutang.

Dalam pertimbangannya majelis hakim menegaskan, tuduhan bahwa utang itu hasil rekayasa dan persekongkolan bersama antara Salim Group dengan Marubeni Corporation ternyata tidak mengadung unsur kebenaran. 

Terbukti pinjaman kredit luar negeri itu sudah di laporkan kepada Bank Indonesia dan terlihat dalam Laporan Keuangan dari tahun 1993 (SIL) dan tahun 1996 (ILP) sampai dengan tahun 2001. 

Adanya rekayasa justru dibantah sendiri oleh Gunawan Yusuf melalui kuasa hukumnya yang pada pokoknya menyatakan ingin menyelesaikan kewajiban pembayaran utang dan bersedia melakukan pembahasan sehubungan dengan rencana pemangkasan sebagian hutang (haircut).  

Ketidakbenaran tuduhan persekongkolan diperkuat dengan bukti surat tertanggal 12 Maret 2003, yang pada pokoknya Gunawan Yusuf menawarkan untuk menyelesaikan kewajibannya dengan menerbitkan promissory note senilai usd 19 juta. 

Berdasarkan dua putusan kasasi tersebut, pada pokoknya SGC diputuskan tetap memiliki kewajiban pembayaran utang kepada MC, yang bernilai triliunan rupiah.

Usai kalah telak, Gunawan Yusuf tak menyerah. Ia mendaftarkan empat gugatan baru secara sekaligus. 

Memanfaatkan asas ius curia novit, sebagaimana ditegaskan Pasal 10 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dimana pengadilan tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara. 

Dalam empat gugatan baru tersebut, materi pokok perkara sejatinya sama dengan putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 dan No. 2446 K/Pdt/2009 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). 

SGC sebagai penggugat hanya mengubah materi gugatan yang bersifat aksesoris dan mengada-ngada, sebagaimana perkara-perkara (1) No.394/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst, (2) No. 373/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst, (3) No. 470/Pdt.G/2010/Jkt.Pst, dan (4) No. 18/Pdt.G/2010/Jkt.Pst., yang terkait dengan perkara No. 141/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst, No. 142/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst, dan No. 232/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst, dan berlanjut pada perkara kasasi No. 1362 PK/PDT/2024 yang diputus oleh Hakim Agung Syamsul Maarif dengan kontroversial.

Diduga, empat gugatan baru itu merupakan gugatan akal-akalan SGC Dkk, yang diduga sebagai siasat atau modus untuk ngemplang utang kepada Marubeni Group yang nilainya triliunan rupiah itu.

Ketika diminta konfirmasi pada akhir Desember 2024, Juru Bicara Mahkamah Agung RI, Yanto, yang berjanji Senin (30/12/24) akan mengecek terlebih dahulu ke bagian kepaniteraan perdata, namun hingga saat ini tidak ada jawaban.

Sekadar tahu, bahwa Gunawan Yusuf pemegang saham baru SGC, pernah tercatat orang terkaya ke-44 di Indonesia versy Majalah Globe Asia, lahir di Jakarta tanggal 6 Juni 1954, pernah menjadi terlapor dalam kasus penipuan dan TPPU di Bareskrim Polri pada 20 April 2004, atas nama pelapor Toh Keng Siong yang melakukan penempatan dana ke PT Makindo milik Gunawan Yusuf sebesar Usd 126 juta tahun 1999. 

Penanganannya dilakukan oleh Dittipideksus Bareskrim Polri hingga tahun 2018 lalu berujung SP3. 

Polisi tak melanjutkan penyidikan kendati Toh Keng Siong memenangkan gugatan pra pradilan sebagaimana putusan Pra Pradilan No. 33/Pid.Prap/2012/PN/JKT.SEL tanggal 19 Oktober 2012. 

Gunawan Yusuf selaku pemilik PT Makindo pernah pula tersangkut dalam kasus pajak senilai Rp. 494 miliar. (an)

Topik:

Sugar Group Company Kejagung MA Zarof Ricar Ronald Tannur