LKSP Nilai Laporan Keuangan Formula-E Tidak Transparan?

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 12 November 2022 13:35 WIB
Jakarta, MI - Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Perspektif (LKSP), Jakarta, Andre Vincent Wenas menilai laporan keuangan Formula-E tidak transparan. "Apa buktinya tidak transparan? Sederhana saja, buktinya DPRD (Wakil Rakyat) Jakarta sampai sekarang (awal November 2022) tidak tahu menahu. Ini sudah 4 bulan lebih sejak mobil balap listrik itu melewati garis finish," kata Andre. Menurut Andre, hal itu bisa diketahui dari rapat DPRD awal November ini. Di mana wakil rakyat masih mempertanyakan laporan pertanggungjawaban Formula-E, yang sudah selesai dilenggarakan lebih dari 4 bulan yang lalu. "Itu kan artinya wakil rakyat kita tidak tahu menahu soal laporan pertanggungjawaban event yang sudah menghabiskan uang rakyat ratusan miliar (bahkan setriliun lebih?)," tuturnya. Andre menerangkan, mengapa berita itu membingungkan, lantaran hanya membaca keterangan sepotong-sepotong dari Direktur Bisnis Jakpro Gunung Kartiko di rapat DPRD pada 2 November 2022 via media, bahwa pendapatan usaha diperoleh Rp 137,34 miliar, beban pokok pendapatan Rp 129,5 miliar. Lalu beban administrasi umum Rp 1,89 miliar, pendapatan lain-lain Rp 2,1 miliar, dan beban pajak final Rp 1,56 miliar. Sehingga masih ada positif (untung) sebesar kurang lebih Rp 6,4 miliar. "Tapi, katanya masih ada utang ke Ancol Rp 20 miliar, yang kemudian dikoreksi jadi Rp 4,9 miliar. Lalu Gunung Kartiko bilang bahwa utang ke Ancol itu bakal dibayar dengan kerjaan dari Jakpro untuk perbaikan trek, stasiun trem, nursery dan bikinin kandang kucing bagi Ancol. Hmm… Meooong!," ungkapnya. Setelah itu, kata Andre, diklaim dan digembor-gemborkan bahwa perhelatan itu mampu memberi dampak eknomis 0,1 persen atau sekitar Rp 2,6 triliun. Padahal, lanjutnya, perihal dampak ekonomi itu hanyalah perkiraan awal dari studi kelayakan pada tahun 2019/2020 saat permulaan event ini diusulkan. "Jadi itu semacam isi proposal untuk menjustifikasi usulan kegiatan balapan mobil listrik waktu itu. Lha sekarang nyatanya bagaimana? Gelap!," ujar Andre. "Kenapa gelap? Lantaran perkiraan dampak ekonomi yang seperti itu apakah menjadi kenyataan atau tidak tentu mesti dilakukan studi post-factum yang cukup komprehensif. Gegara banyak faktor yang mesti dipertimbangkan. Dan studi dampak ekonomi pasca perhelatan itu tidak ada. Ya, tidak ada! Makanya gelap," jelasnya. Menurutnya, alasan Jakpro memberi keterangan yang sama sekali tidak menerangkan itu, adalah karena laporan keuangan perhelatan itu belum selesai diaudit oleh BPK. "Hmm.. tapi kan ada laporan internal Jakpro sendiri, apakah laporan internal Jakpro itu sama juga tidak jelasnya?," tuturnya. Ia mengatakan akibatnya yang tersisa, seperti yang sudah-sudah, hanyalah kebingungan rakyat. "Di mana kebingungan itu pun terwakili oleh kebingungan wakil rakyat (DPRD), yang pada rapat Rabu 9 November 2022 kemarin di mana fraksi PSI bertanya kepada Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, lantaran kepada pejabat terdahulu tak pernah ada jawaban," katanya. Sementara itu, anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi PSI, Idris Ahmad mengatakan pihaknya terus berjuang untuk meminta kejelasan, terkait pertanggungjawaban pelaksanaan Formula E. Meskipun ia paham bahwa itu bukan pada masa tanggung jawab Pj Gubernur. "Tapi mengingat masih ada 2 tahun pelaksanaan yang harus dilaksanakan oleh Jakarta, dan sudah ada uang Rp 560 miliar yang dibayarkan sebagai komitmen ini. Nah itu, apakah laporan sementara yang disampaikan Jakpro tadi juga menyertakan soal commitment-fee yang Rp 560 miliar itu? apakah biaya itu diamortisasi? Atau bisakah dikembalikan saja?" ungkapnya. "Sementara ini, kita hanya bisa bertanya kepada rumput yang bergoyang, itu pun di malam hari yang gelap gulita," pungkasnya.