Sembelit Pengurusan E-Sertifikat

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 2 Juli 2024 23:29 WIB
Loket penyerahan dokumen di salah satu kantor pertanahan di Jakarta (Foto: Dok MI)
Loket penyerahan dokumen di salah satu kantor pertanahan di Jakarta (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Proses pengurusan sertifikat tanah di kebanyakan kantor pertanahan sangat berbelit-belit dan tidak seragam. Kantor pertanahan di Jakarta, tidak mengizinkan formulir permohonan diisi dengan tulisan tangan. Padahal tidak ada peraturan resminya. 

“Pelaksanaan pengurusan E-Sertifikat gterasa berbelit-belit,” ujar Albert Kuhon saat dihubungi Monitorindonesia.com, Selasa (2/7/2024) petang dan dimintai komentar tentang pelaksanaan E-sertifikat di lingkungan Kementerian Agraria, Tata Ruang dan Badan Pertanahan (ATR BPN). 

Sebagaimana diketahui, sejak akhir Mei 2024 pihak BPN mulai melaksanakan proses E-sertifikat pertanahan. "Terlalu terburu-buru, aparat maupun perangkat di lingkungan BPN belum betul-betul siap melaksanakan E-sertifikasi,” ujar Kuhon yang biasa mendampingi klien dalam masalah pertanahan. 

Hal itu tampak di sejumlah kantor pertanahan di Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, DKI Jakarta dan beberapa wilayah lain yang dikunjunginya. 

“Di kantor-kantor pertanahan di Jakarta, pemberlakuan E-sertifikat dimulai sejak 31 Mei 2024. Di beberapa wilayah Jawa Tengah mulai diberlakukan Juni-Juli ini,” tuturnya. Banyak kliennya yang ragu-ragu mengurus sertifikat baru, karena khawatir mengenai pengamanan database (pusat data BPN). Sebagian lagi, merasa enggan mengurus E-sertifikat karena prosedurnya lebih rumit dari prosedur biasa. “Mengurus sertifikat biasa saja sangat berbelit-belit, apalagi menghurus E-sertifikat,” kata Kuhon. 

Sangat berbelit-belit
Memang selama ini proses pengurusan sertifikat tanah di kebanyakan kantor pertanahan sangat berbelit-belit dan tidak seragam. Di kantor-kantor pertanahan di Jakarta, pengisian formulir permohonan tidak boleh dengan tulisan tangan. Padahal tidak ada peraturan resminya. 

Di kantor-kantor pertanahan di Jawa Tengah dan Lampung, formulir pertanahan masih boleh diisi dengan tulisan tangan. “Di Kantor Pertanahan Jakarta Timur, saya pernah terpaksa mengulang prosesnya karena loket di sana tidak mau menerima formulir yang diisi dengan tulisan tangan,” tutur wartawan senior itu.

Dia juga bercerita pernah membantu bekas teman kosnya di Yogyakarta, mengurus perpanjangan sertifikat hak guna bangunan di salah satu kantor pertanahan di Jakarta. Temannya tinggal di luar kota. Kuhon harus bolak-balik sepuluh kali ke kantor pertanahan tersebut, karena selalu ada kekurangan kelengkapan dokumen. 

“Setiap kali kekurangan dipenuhi, muncul kekurangan lain. Misalnya, fotokopi KTP harus berwarna. Padahal sebelumnya tidak dipersyaratkan begitu,” tuturnya.

Staf kantor pertanahan juga menyuruh Kuhon mengurus data kependudukannya di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Katanya, data kependudukannya tidak sesuai dengan data yang ada di Dinas Dukcapil. “Apa hubungannya dengan isi sertifikat yang diurus. Saya kan hanya membantu teman saya yang jadi pemilik tanah tersebut,” tuturnya terkekeh-kekeh.

Foto batas
Foto batas tanah merupakan salah satu lampiran yang dipersyaratkan dalam pendaftaran permohonan penetapan batas (pengakuran). Ada kantor pertanahan yang membolehkan lampirannya berupa foto biasa.

Ada lagi yang mempersyaratklan bahwa foto batas harus berisi keterangan tentang koordinat lahan. Sehingga pemotretan harus dilakukan mengunakan kamera yang bisa dioperasikan dengan aplikasi geotagging.

Ada lagi kantor pertanahan yang mempersyaratkan pemilik atau kuasa pemilik harus ada dalam foto berkoordinat. “Setelah menyerahkan foto berkoordinat, saya diminta mengulangi pengambilan foto. Katanya, harus ada gambar pemilik lahan atau kuasa pemilik lahan yang menunjukkan batas tanah,” kata Kuhon. 

Prosedur dan persyaratan pendaftaran pengukuran atau permohonan sertifikat memang tidak pernah dijelaskan dan sengaja dibuat berbelit-belit. “Sering memang sengaja dibuat sesulit mungkin dan prosesnya panjang. Saya pernah harus bolak-balik ke kantor pertanahan sekitar sepuluh kali, setiap kali selalu ada kekurangan baru,” tutur Kuhon.