APH Sukar Seret Erick Thohir di Kasus ASDP dan Pertamina?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 9 Maret 2025 12:30 WIB
Menteri BUMN, Erick Thohir (Foto: Dok MI)
Menteri BUMN, Erick Thohir (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) tercatat belum pernah memeriksa Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir di tengah begitu banyaknya kasus dugaan rasuah yang menyelimuti perusahaan BUMN.

Dua kasus rasuah, sebagai contoh. Yakni KPK mengusut kasus dugaan korupsi dalam kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) periode 2019-2022 telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 893 miliar. Dan Kejagung mengusut kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, sub-holding, dan kontraktor kontrak kerja sama pada periode 2018-2023.

Di kasus korupsi ASDP, sempat ada desakan agar KPK berani memeriksa Menteri BUMN Erick Thohir sebagai saksi agar kasus ini terang benderang.

Namun KPK mengklaim belum menemukan keterlibatan Erick Thohir pada kasus dugaan korupsi tersebut. “Sampai dengan saat ini belum ditemukan Keterkaitan saudara ET di perkara DJKA dan ASDP,” kata juru bicara KPK, Tessa Mahardhika, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 30 Agustus 2024 sekaligus merespons pernyataan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto saat di periksa KPK pada Selasa 20 Agustus 2024 lalu.

Hasto saat itu membeberkan sedikit soal dana gotong royong untuk operasional rumah aspirasi pemenangan Jokowi-Maruf, sebagai Ketua TKN yakni Erick Thohir. 

"Menurut keterangan saudara Adhi Dharmo yang saat itu menjadi Kepala Sekretariat Kantor (TKN) terkait pengelolaan rumah aspirasi di jalan Proklamasi, saat itu berdasarkan kebijakan dari Ketua Tim pemenangan Bapak Erick Thohir dikatakan, bahwa ada pihak-pihak sesama jajaran menteri yang kemudian bergotong royong," kata Hasto.

Hasto mengakui kala itu dia mendapat posisi sebagai Sekretaris TKN Jokowi - Maruf Amin. Terkait pemeriksaan dia, informasi yang didapat dari Wasekjen PDIP Yoseph Aryo Darmo terkait tim pemenangan Pilpres 2019 silam.

"Itu dikaitkan dengan Pilpres 2019, dimana posisi saya saat itu sebagai Sekretaris tim pemenangan, karena terkait ada yang memberikan bantuan dan kemudian disinyalir bantuan tersebut apakah ini masih didalami oleh KPK, ada kaitannya dengan persoalan korupsi tersebut," tuturnya.

Sedangkan Yosep Aryo Adhi Darmo saat diperiksa KPK pada Kamis 18 Juli 2024 mengatakan pemeriksaan mengenai operasional TKN Jokowi - Maruf yang saat itu diketuai Erick Thohir dan Hasto sebagai Sekretarisnya. Kapasitas Adhi diperiksa KPK, lantaran sebagai Kepala Sekretariat Tim Pemenangan Jokowi - Maruf. Dia menyebut pemeriksaan diduga menyangkut pertemuannya dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

"Dipanggil terkait adanya foto saya bersama Pak Budi Karya Sumadi," kata dia pada Sabtu 20 Juli 2024.

Saat diperiksa KPK, lanjut Adhi sapaan Yosep Aryo seputar operasional rumah aspirasi relawan Jokowi Maruf yang dibentuk TKN sebagai kantor sekretariat. "Karena pembentukan Rumah Aspirasi di awal sebagaimana arahan Erick Thohir sebagai ketua tim pemenangan bahwa operasional Rumah Aspirasi di handle oleh Pak Budi Karya Sumadi. Penugasan saya menghadap Pak Budi Karya Sumadi atas perintah Bapak Hasto Kristiyanto dalam kapasitas sebagai sekretaris tim pemenangan Jokowi-Maruf Amin," jelas Adhi saat itu.

Pemeriksaan terhadap Erick Thohir sangat dibutuhkan sebab rentan waktu korupsi yang sedang disidik KPK itu adalah tahun 2019 sampai dengan tahun 2022. Sementara Erik Thohir menjabat Menteri BUMN sejak 23 Oktober 2019 sampai saat ini. 

Erick Thohir diketahui menyetujui proses akuisisi Jembatan Nusantara yang kini sedang diusut KPK itu. Persetujuan Menteri Erick ini sebagaimana dijelaskan Corporate Secretary ASDP, Shelvy Arifin saat disinggung soal proses hukum yang sedang ditangani KPK. 

Bahkan jauh sebelum disetujui Menteri BUMN, rencana akuisisi sudah tercantum dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan ASDP tahun 2022, serta menjadi bagian dari Key Performance Indicator (KPI) korporasi di tahun tersebut.

Namun di lain sisi, Erick Thohir pernah menegur ASDP agar selalu inovasi mengganti kapal-kapal tua  lebih baru lagi. Hal itu dikatakan Erick Thohir, setelah PT ASDP Indonesia Ferry  berhasil mendapatkan dana dari aksi melantai di bursa fek Indonesia tahun 2022 lalu. 

Dalam arti bahwa, dana yang diperoleh dari melantai di bursa BEI digunakan untuk mengganti kapal-kapal lebih baru. Erick Thohir menyebutkan, jika ASDP ikut dalam bursa di BEI, akan mendapatkan pendanaan dapat dimanfaat memperbaiki  kapal-kapal penyebrangan. 

Kapal-kapal milik ASDP rata-rata sudah cukup tua yang dinilai membahayakan keselamatan pengguna jasa, terlebih lagi setelah akusisi kapal-kapal dari PT Jembatan Nusantara.

Dengan kata lain PT ASDP Indonesia Ferry masuk bursa efek BEI seusai akusisi PT Jembatan Nusantara Menteri BUMN  Erick Thohir, juga pernah berkomentar mengenai ASDP Indonesia Ferry yang telah akusisi ASDP Indonesia Ferry. 

Erick Thohir mengatakan akuisisi dari kapal-kapal tua hingga hutang-hutangnya tembus 600 miliar menambah pengadaan kapal 53 unit armada dengan total 219 unit kapal.

Dalam perkembangan kasus ini, KPK mengungkap adanya pembelian 53 kapal yang dilakukan ASDP Indonesia Ferry dari Jembatan Nusantara. Semuanya dibeli dalam kondisi bekas, padahal, dana yang disiapkan bisa untuk mendatangkan unit baru. Proses akuisisi ini bukan cuma pembelian kapal bekas. ASDP Indonesia Ferry turut diberikan utang Jembatan Nusantara sebesar Rp600 miliar.

Merujuk pernyataan KPK sebelumnya. Bahwa Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menegaskan, bila penyidik menemukan alat bukti atau keterangan yang diperlukan untuk diklarifikasi terhadap semua saksi maka akan dilakukan pemanggilan saksi yang dimaksud. 

Di mana, pemanggilan bertujuan untuk mengusut kasus korupsi di perusahaan pelat merah tersebut. "Semua pihak yang dibutuhkan keterangannya untuk mengklarifikasi alat bukti itu tentu akan dipanggil oleh penyidik," kata Tessa.

Bahkan, KPK juga tidak memandang jabatan dalam pemeriksaan saksi dalam kasus tersebut. Untuk membuat terang kasus ini, tentunya KPK semestinya memeriksa saksi-saksi dianggap mengetahuinya, termasuk Erick Thohir.

“(Kami, red) tidak melihat jabatan, tidak melihat siapa pun. Kalau memang kebutuhannya adalah dalam rangka penguatan unsur perkara yang sedang ditangani, semua saksi yang diduga terlibat dan dibutuhkan keterangannya akan dipanggil," tegas Tessa. 

Saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Sabtu (31/8/2024) kemarin, soal apakah KPK telah melakukan penyelidikan menyoal kewenangan Erick Thohir dalam akuisisi tersebut. Tessa belum bisa menjawabnya, sebab itu ranah penyidikan. "Saya tidak punya akses info di pengaduan masyarakat dan penyelidikan. Jadi belum bisa menjawab pertanyaan di atas," tegas Tessa. 

Sementara Erick sendiri mengatakan, pihaknya sangat mendorong tata kelola atau good corporate governance serta kerja sama dengan penegak hukum. Namun, Ia juga menghormati masing-masing individu untuk memperjuangkan haknya. "Saya tidak mau berpikiran positif negatif, biarkan mekanisme ini berjalan dengan baik," kata Erick di gedung DPR RI Jakarta, Senin (2/9/2024).

Erick mengungkapkan, dalam pengembangan usaha suatu perusahaan pasti ada standar operasional prosedur (SOP). Pihaknya pun selalu mencoba melakukan dengan prosedural yang baik termasuk dengan pendampingan dari pihak BPKP dan pihak kejaksaan. "Ya biarkan saja mekanisme itu terjadi," pungkasnya.

Sejauh ini, ada 3 tersangka yakni Ira Puspadewi – Direktur Utama PT ASDP periode 2017–2024; Harry Muhammad Adhi Caksono – Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode 2020–2024; dan Muhammad Yusuf Hadi – Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP periode 2019–2024 sudah dijebloskan ke  sel Rutan Kelas I Jakarta Timur, Cabang Rumah Tahanan KPK hingga besok, Selasa (4/3/2025) sebagaimana dalam Surat Perintah Penahanan Nomor: 10-12/DIK.01.03/01/02/2025, tertanggal 13 Februari 2025.

Sementara Adjie, pemilik PT Jembatan Nusantara Group juga tersangka belum ditahan. Berdasarkan informasi yang diperoleh Monitorindonesia.com, Adjie masih sakit.

Kejagung ikutan ciut?

Sama dengan KPK, Kejagung juga tak berani periksa Erick Thohir dalam kasus dugaan korupsi di PT Pertamina itu. Di lain sisi, Kejagung mengaku tidak menemukan dugaan keterlibatan Menteri BUMN Erick Thohir serta, sang kakak, Giribaldi 'Boy' Thohir di kasus korupsi minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menegaskan tidak ada informasi keterlibatan keduanya dari penyidik seperti informasi yang beredar di media sosial. "Enggak ada informasi fakta soal itu," ujarnya kepada wartawan saat dikonfirmasi lewat pesan singkat, Rabu (5/3).

Ia lantas mempertanyakan dasar informasi yang menuding keterlibatan pihak tertentu dalam kasus tersebut. Pasalnya, kata dia, hal itu tidak berbasis pada fakta-fakta penyidikan. "Dari mana sebenarnya informasi-informasi seperti itu," tuturnya.

Namun demikian, Kejagung diminta dapat menemukan dalang dan pelaku utama (aktor intelektual) dari mega korupsi tersebut.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengingatkan agar dalam melakukan pemberantasan korupsi Kejagung tidak sambil mencari peluang korupsi atau melakukan praktik impunitas pelaku korupsi lain.

"Hal ini terlihat dari pernyataan Kejaksaan Agung yang prematur dan sangat kepagian terkait Menteri BUMN Erick Thohir tidak terlibat," beber Sugeng.

Pun Sugeng melihat Kejaksaan Agung sebagai pencuci bersih Erick Thohir di kasus ini dan seolah-olah jadi pelindung. Padahal, lanjut Sugeng, penyidikan masih berjalan dan semua pihak terkait bisa diperiksa dan diminta keterangannya. "Apalagi Erick Thohir sebagai Menteri BUMN bisa dimintai keterangan," tutur Sugeng.

Bukan hanya itu, kata Sugeng, pertemuan Erick Thohir dengan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin di Kejagung adalah terlarang secara etik hukum.

Sebab saat itu Kejagung sedang mengusut dugaan korupsi anak buah Erick Thohir. "Kalau Asta Cita dalam pemberantasan korupsi benar-benar ditegakkan, maka Presiden Prabowo Subianto harus mencopot Jaksa Agung dan Menteri BUMN dan juga Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah," tandas Sugeng.

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan sembilan orang tersangka yang terdiri dari enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. Salah satunya yakni Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.

Kemudian, SDS selaku Direktur Feed stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shiping, AP selaku VP Feed stock Management PT Kilang Pertamina International.

Selanjutnya MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, ⁠DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan ⁠YRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera.

Terbaru yakni Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya dan Edward Corne selaku VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga.

Kejagung menyebut total kerugian kuasa negara dalam perkara korupsi ini mencapai Rp193,7 triliun. Rinciannya yakni kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kemudian kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.

Selain itu kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun; kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun; dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.

Topik:

Kejagung BUMN Erick Thohir Pertamina ASDP