Nikmatnya Duit Korupsi CSR Bank Indonesia


Jakarta, MI - Bank Indonesia (BI) tengah diguncang skandal dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) atau Program Sosial Bank Indonesia (PSBI).
Nilainya jumbo, triliunan rupiah. Skandal ini juga menyeret banyak pihak.
Kasus ini pertama kali mencuat pada Agustus 2024 dan sejak itu berkembang menjadi salah satu skandal yang mengguncang dunia keuangan dan politik di Tanah Air.
Investigasi KPK telah mengungkap berbagai temuan mencengangkan, mulai dari dugaan aliran dana kepada anggota Komisi XI DPR RI hingga modus penyalahgunaan dana melalui yayasan yang dikendalikan oleh para legislator.
Dalam beberapa bulan terakhir, tim penyidik KPK telah melakukan serangkaian penggeledahan di berbagai institusi, termasuk kantor pusat BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Meski demikian, hingga kini, belum ada tersangka yang diumumkan secara resmi.
Teranyar pengakuan petinggi KPK bahwa dugaan korupsi ini merugikan negara hingga triliunan rupiah, bikin heboh. Duit haram itu mengalir ke hampir seluruh anggota Komisi XI DPR.
Diduga ditampung ke yayasan bodong dan mengalir ke kantong pribadi pelaku. Pejabat terkait menurut KPK mengajukan yayasan yang tidak sesuai dengan aturan.
"Yang kami temukan, yang penyidik temukan selama ini adalah, ketika uang tersebut masuk ke yayasan, ke rekening yayasan, kemudian uang tersebut ditransfer balik ke rekeningnya pribadi, ada ke rekeningnya saudaranya, ada ke rekeningnya orang yang memang nomineenya mewakili dia," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/2/2025) lalu.
Meski KPK belum memberikan penjelasan yayasan mana saja yang dijadikan tempat penampungan duit tersebut, namun sejumlah pengurus yayasan telah digarap penyidik lembaga anti rasuah itu.
Berdasarkan catatan Monitorindonesia.com, bahwa pada Rabu (19/2/2025) KPK memanggil Ketua Yayasan Guyub Berkah Sejahtera yang juga Staf Badan Penerimaan Daerah Kabupaten Cirebon Deddy Sumedi dan Ketua Yayasan Darussalam Palimanan Barat Sufyan untuk diperiksa.
Pada Senin (11/2/2025), KPK memanggil Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Cirebon, Sudiono; Ketua Yayasan Guyub Berkah Sejahtera dan staf Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Cirebon, Deddy Sumedi.
Ketua Pengurus Yayasan Al Firdaus Warujaya Cirebon, Abdul Mukti; Ketua Pengurus Yayasan As-Sukiny dan Guru SMPN 2 Palimanan, Kabupaten Cirebon, Ali Jahidin; serta Ketua Yayasan Al-Fairuz Panongan Palimanan tahun 2020 sampai dengan sekarang, Ida Khaerunnisah.
Yayasan terafiliasi anggota parlemen?
Sempat menyeruak dalam pemberitaan bahwa dua anggota DPR berinisial S dan HG ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Keduanya disebut menonjol dalam dugaan korupsi ini. Keduanya diduga menggunakan yayasan yang dikelola orang-orang dekat mereka untuk mengajukan dana Program Sosial Bank Indonesia.
KPK pun telah memeriksa dua anggota Komisi XI DPR RI Periode 2019-2024 pada akhir Desember 2024. Mereka adalah anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan dan anggota DPR RI dari Fraksi Partai NasDem Satori (2 kali diperiksa). KPK juga telah menggeledah rumah pribadi Heri di Tangerang Selatan pada awal Februari lalu.
Untuk mendalami yayasan terafiliasi anggota DPR RI itu, penyidik KPK telah memanggil dua anggota DPR pada Jumat, 27 Desember 2024 lalu. Keduanya adalah Heri Gunawan dari Fraksi Partai Gerindra dan Satori dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem).
Satori dan Heri merupakan anggota Komisi XI DPR periode 2019–2024 dan terpilih lagi untuk periode 2024–2029. Namun, keduanya kini bertugas di komisi yang berbeda dari periode sebelumnya. Menurut Satori, seluruh anggota Komisi XI mendapatkan dana CSR Bank Indonesia. Komisi XI merupakan mitra kerja Bank Indonesia di parlemen.
Dirdik KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa afiliasi itu tidak hanya berbentuk kepemilikan yayasan penerima CSR, tapi juga melalui pemberian rekomendasi yayasan penerima CSR.
"Misalkan saya punya yayasan nih, saya sendiri punya yayasan, udah ke yayasan C aja. Nah itu tapi kan sama-sama tetap ke yayasan, artinya CSR itu sama-sama tetap ke yayasan. Tapi kalau untuk yayasan itu adalah afiliasinya ke saya, atau saya misalkan hanya menunjuk saja, itu yang sedang kita dalami," kata Asep.
Yayasan di Sukabumi dan Cirebon
Berdasarkan penelusuran Monitorindonesia.com, bahwa HG yang disebut-sebut dalam kasus tersebut ternyata memiliki Rumah Aspirasi dan Inspirasi yang berlokasi di Jalan Arif Rahman Hakim, Kecamatan Warudoyong, Kota Sukabumi.
Tepat di sebelah kanan rumah, ada hotel dan yayasan yang bernama Giri Raharja. Yayasan itu dikendalikan orang yang menjadi calon tersangka kasus ini. Sebelum diterima oleh penerima manfaat atau dibikin fasilitas untuk kepentingan publik, uang bantuan dari BI itu lebih dulu masuk ke yayasan.
Dari sana, sebagian uang diduga dibancak demi kepentingan pribadi. “Yayasan hanya alat untuk menerima dana CSR,” kata Alex. Memang diketahui bahwa relasi BI dan Yayasan Giri Raharja diduga cukup erat, seiring banyaknya kegiatan bersama.
Relasi mulai terbangun sejak HG mengisi kursi anggota komisi XI DPR. Yayasan itu tercatat berdiri sebelum medio 2000-an. Hingga 2021, MS berstatus sebagai ketua yayasan, sebelum akhirnya digantikan karena MS wafat pada tahun tersebut.
MS terakhir tercatat sebagai Dewan Penasihat DPC Partai Gerindra Kabupaten Sukabumi. Kini, operasional yayasan diteruskan HG, yang merupakan anak MS. HG juga diketahui berulang kali terlibat dalam acara seremonial bantuan BI di Sukabumi. Seperti saat BI mengeluarkan CSR di Desa Wisata Hanjeli pada Januari 2023.
Bahwa kala itu BI membantu pengembangan UMKM dan pembangunan pendopo di desa. Heri juga terlibat sebagai narasumber dalam sejumlah seminar BI terkait literasi keuangan.
Sebaliknya, dia juga kerap menggandeng BI untuk sejumlah acara saat masa reses. Dalam setiap acara, logo BI dan Rumah Aspirasi HG terpampang di poster kegiatan.
Melalui Yayasan Giri Raharja, BI mengucurkan bantuan sembako, pembuatan MCK, fasilitas publik hingga bantuan unit ambulans. Selain BI, bank-bank BUMN juga turut mengeluarkan dana CSR-nya.
Adapun dana bantuan dari bank BUMN dan BI mulai mengendur ketika HG tak lagi menjabat di Komisi XI DPR. Sejak akhir tahun 2023, HG diketahui berpindah tugas ke Komisi II DPR RI.
Setelah HG berpindah ke komisi lain, pemberitaan soal KPK mengusut dana CSR BI pun menyeruak. Bahwa KPK pertama kali mengungkap kasus ini pada Agustus 2024. Kasus itu disebut berkaitan dengan permasalahan penggunaan dana CSR karena tidak sesuai peruntukannya. Alih-alih untuk membangun fasilitas sosial atau publik, dana ditengarai justru untuk kepentingan pribadi.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pada pertengahan Agustus lalu mencontohkan, dari 100 persen dana, hanya 50 persen anggaran yang digunakan sesuai peruntukannya, sedangkan sisanya masuk ke kantong atau untuk kepentingan pribadi.
Adapun HG merupakan politisi Gerindra yang tercatat sebagai Ketua Yayasan Giri Raharja. Yayasan Giri Raharja didirikan oleh orang tua Heri Gunawan, Maman Suparman pada 1999. Maman terakhir tercatat sebagai Dewan Penasihat DPC Partai Gerindra Kabupaten Sukabumi. Tatkala Maman berpulang pada 2021, operasional yayasan diteruskan ke HG.
Berdasarkan penelusuran juga terhadap data yayasan yang dimiliki Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum, diperoleh informasi bahwa Yayasan Giri Raharja beralamat di Jalan Arif Rahman Hakim No. 59, Kecamatan Warudoyong, Kota Sukabumi, Jawa Barat.
Tak hanya di Sukabumi, di Cirebon juga terdapat yayasan diduga berkaitan dengan kasus tersebut.
Bahwa S diduga Satori, politisi NasDem, yang berasal dari Dapil VIII Jawa Barat yang meliputi Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Indramayu. Sedangkan, Heri Gunawan merupakan politisi Gerindra yang berasal dari Dapil IV Jawa Barat yang meliputi Kota Sukabumi dan Kabupaten Sukabumi.
Satori dikenal sebagai aktivis pendidikan dan tokoh masyarakat di dapilnya, Cirebon. Sebelumnya, ia pernah menjadi kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang kemudian pada 2019 memutuskan pindah ke NasDem untuk mengikuti Pileg DPR RI.
Berdasarkan penelusuran Monitorindonesia.com, bahwa Satori merupakan pemilik Rumah Aspirasi Zamzam H. Satori yang terletak di Desa Semplo, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Satori juga diketahui menjadi pengasuh di Yayasan Al Fadilah di Desa Panongan, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon.
Dalam safari politiknya selama menjadi anggota Komisi XI, Satori, kerap menyertakan nama BI di kegiatan daerah pemilihannya. Pada 16 Mei 2020, Satori turut andil memberikan bantuan CSR BI kepada Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Pondok Pesantren (Ponpes) Buntet Cirebon di Desa Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon. Bantuan itu berupa satu unit kendaraan operasional Corolla Altis.
Pada 26 April 2021, momen Ramadan, Satori juga diketahui menyalurkan bantuan ke Ponpes Al-Khairiyah di Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Penyerahan bantuan turut disaksikan oleh Perwakilan BI Cirebon saat itu. Bahkan, aktivitas penyerahan bantuan oleh Satori turut diunggah di situs resmi Fraksi NasDem.
Kini KPK tengah mendalami dugaan aliran dana CSR BI yang diterima sejumlah anggota DPR dari berbagai fraksi. Selain Heri Gunawan dan Satori, nama lain yang disebutkan dalam kasus ini adalah Fauzi Amro (NasDem), Rajiv (NasDem), Kahar Muzakir (Golkar), Dolfi (PDIP), Fathan Subchi (PKB), Amir Uskara (PPP), dan Ecky Awal Mucharram (PKS).
Berdasarkan keterangan Satori, yang menyebut bahwa dana CSR BI menjangkau seluruh anggota DPR Komisi XI periode 2019-2024. Dana tersebut diduga tidak digunakan sesuai peruntukannya.
Berdasarkan keterangan pihak KPK, terdapat dua skema penyaluran dana CSR BI. Skema pertama melibatkan rekomendasi anggota DPR agar dana disalurkan kepada yayasan terafiliasi, baik milik keluarga maupun orang terdekat.
Sementara skema kedua adalah penggunaan yayasan pribadi milik anggota DPR. Namun, Dirdik KPK, Asep belum memberikan keterangan tegas apakah yayasan tersebut terkait langsung dengan Heri Gunawan atau Satori.
"Tapi yayasan milik saya atau yayasan meng-hire saudara, atau kenalan yayasan. Saya bikin yayasan, itu ada afiliasi lainnya modelnya. Yayasan meng-hire saudara. Itu yang sedang kami dalami," katanya.
Meski demikian, Asep menyebut jumlah pasti yayasan penerima dana CSR BI belum diketahui. Beberapa yayasan penerima yang disebutkan di antaranya adalah yayasan anak yatim hingga yayasan kaum dhuafa.
Kasus ini harus dibongkar sampai ke akar-akarnya
Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menyebut, dugaan korupsi CSR BI, merupakan megakorupsi yang cukup dahsyat. Menjadi kewajiban KPK untuk membongkar sampai ke akar-akarnya.
"KPK harus segera periksa Gubernur BI, Perry Warjiyo. Jangan hanya omon-omon. Jangan hanya sebut triliunan rupiah. Ini dugaan korupsi tersadis di awal pemerintahan Prabowo," kata Uchok, Jakarta, kepada Monitorindonesia.com dikutip pada Minggu (9/3/2025).
Selain itu, Uchok mendorong KPK periksa anak buah Perry Warjiyo, termasuk seluruh Deputi Gubernur BI. Selama ini, pejabat di BI digaji tinggi tetapi tetap saja korupsi. "Periksa juga para deputi gunernur BI yang digaji tinggi. Kasus ini, pukulan bagi pemerintah Indonesia. Kepercayaan investor dirusak kasus ini," tandasnya.
Monitorindonesia.com telah berupaya meminta tanggapan terhadap Perry, namun tak direspons sama sekali.
Benarkah dana mengalir ke parlemen?
Satori, politikus Partai NasDem sekaligus anggota Komisi XI DPR periode 2019-2024 mengatakan semua anggota komisi XI menerima CSR Bank Indonesia.
"Semuanya sih, semua anggota Komisi XI programnya itu dapat," kata Satori (27/12/2024), usai diperiksa sebagai saksi di Gedung KPK, Jakarta.
Pria yang kini bertugas di Komisi VIII itu mengatakan anggota DPR di komisi XI mendapatkan program untuk "sosialisasi di dapil". Namun, ia menolak program tersebut disebut suap.
Sementara politisi Gerindra, Heri Gunawan yang juga diperiksa Jumat (27/12), mengatakan KPK akan memeriksa semua anggota Komisi XI. Heri merupakan anggota Komisi XI periode 2019-2024. Kini ia bertugas di Komisi II. Tetapi Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun membantah bahwa dana CSR mengalir ke anggota Komisi XI.
"Tidak ada aliran dana dari program sosial Bank Indonesia yang disalurkan melalui rekening anggota DPR RI atau diambil tunai. Semuanya langsung dari rekening Bank Indonesia disalurkan ke rekening yayasan yang menerima program bantuan PSBI tersebut," kata politikus Golkar tersebut.
Ia mengklaim bahwa para anggota DPR hanya menjadi saksi saat dana tersebut sampai ke penerima di daerah pemilihannya. "Dalam pelaksanaan anggota Komisi XI hanya menyaksikan Bank Indonesia menyalurkan ke masyarakat penerima di dapilnya," kata Misbakhun.
Misbakhun menjelaskan dana CSR atau Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) itu sudah ada "sejak puluhan tahun". "Ada dalam Anggaran Tahunan Bank Indonesia sebagai bagian upaya membangun relasi kepedulian dan pemberdayaan masyarakat dari Institusi Bank Sentral," kata Misbakhun.
Ia mengatakan setiap yayasan atau kelompok masyarakat yang mengajukan proposal ke Bank Indonesia untuk program tersebut harus melalui proses pengecekan dan verifikasi tim independen yang ditunjuk Bank Indonesia.
Seperti apa modus dugaan penyimpangannya?
Sekretaris Jenderal Organisasi anti korupsi IM 57+ Lakso Anindito berpendapat dana CSR yang disalurkan melalui yayasan rentan penyalahgunaan, termasuk oleh para politikus.
"Politisi menggunakan lembaga-lembaga sosial untuk bisa mengalirkan duit kepada dia secara langsung maupun secara tidak langsung," kata Sekretaris Jenderal IM 57+, Lakso Anindito.
Lakso mengatakan praktik ini semakin marak di masa menjelang tahun politik, di mana kondisi mendesak politikus mencari dana untuk keperluan logistik kampanye.
"Makanya kita sering dengar dalam konteks pemilu proses baik pada tingkat nasional maupun tingkat regional Itu ada proses pengkonsolidasian melalui lembaga-lembaga atau yayasan-yayasan terafiliasi dengan politisi-politisi," kata Lakso.
Lakso menyebutkan kasus-kasus ini merupakan fenomena yang dikenal tidak hanya di Indonesia, namun juga di negara-negara lain.
Bahkan, jika merunut ke masa lalu, menurut Lakso, praktik ini merupakan fenomena yang sudah dikenal. "Orba [Orde Baru] itu kan di Indonesia digunakan juga untuk menampung uang dan menguasai aset," kata Lakso.
Lakso mengatakan rentannya penyimpangan dana CSR disebabkan kurangnya pengaturan baik dari sisi pemberi dana dan penerima dana. Ia juga mengatakan pengawasan terhadap CSR ini juga masih lemah.
Sementara ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira melihat kasus ini mengisyaratkan upaya saling memanfaatkan antara BI sebagai regulator moneter dengan DPR, sebagai pengawas serta pembuat undang-undang.
"Jadi celah yang luar biasa untuk jual beli pengaruh ya di regulasi. Misalnya di pemerintahan ataupun di DPR gitu. Jadi karena enggak ada transparansi," kata Bhima.
Lantas apa upaya pencegahan yang bisa dilakukan? Sekretaris Jenderal IM 57+ Lakso Anindito mengatakan perlu adanya pengawasan terhadap yayasan penerima dana CSR tersebut.
Pengawasan pada yayasan-yayasan tersebut diperlukan agar dana CSR tidak mengalir ke pihak yang punya konflik kepentingan. "Jadi kuncinya adalah transparansi dan akuntabilitas penerima manfaat atau beneficial owner," kata Lakso.
Lakso mengatakan sebenarnya sudah ada aturan mengenai transparansi penerima manfaat baik korporasi termasuk yayasan.
Yaitu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
Direktur Center of Economic Bhima Yudhistira mengatakan dana sosial pada BI ini sebaiknya dihapuskan karena di luar kompetensi dasar sebagai regulator.
Namun, menurutnya pengawasan perlu ditingkatkan. "Seharusnya perlu diperkuat sistem tersebut dalam penerapannya melalui bisa jadi berupa pengungkapan dana CSR secara berkala, analisis potensial konflik kepentingan dalam pengalokasian CSR, maupun pada sisi lain transparansi siapa pemilik manfaat dari yayasan atau lembaga sosial penerima CSR," kata Lakso.
Sementara itu Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan dana sosial pada BI ini sebaiknya dihapuskan karena di luar kompetensi dasar sebagai regulator.
"Dana sosial ini bukan core kompetensi Bank Indonesia. Kalaupun ada keuntungan lebih dari operasi moneter, sisa anggaran lebih gitu ya. Itu dikumpulkan aja menjadi PNBP, membantu APBN," katanya.
Masih nihil tersangka
Hingga saat ini KPK belum menetapkan seorang pun sebagai tersangka. KPK menyebut pihaknya masih memeriksa sejumlah saksi dan bukti.
"Masih berlangsung penyidikannya, saksi-saksi masih dipanggil. Ada beberapa tindakan-tindakan penyitaan terhadap barang bukti, baik itu dokumen maupun barang bukti lainnya. Tetapi sampai dengan saat ini belum ada penetapan tersangka ya. Saya garis bawahi, bagi orang-orang yang bertanya belum ada penetapan tersangka," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto kepada wartawan, Jumat (14/2/2025).
Tessa mengatakan tak ada kendala dalam kasus ini. Dia menuturkan penyidik membutuhkan waktu untuk menentukan pihak yang harus bertanggungjawab karena nilai dan cakupan penerima CSR yang besar.
"Sampai dengan saat ini saya tidak diinfokan ada kendala ya. Kemungkinan besar karena ini mungkin nilainya cukup besar, satu, cakupan yang diberikan CSR itu cukup banyak. Sehingga dibutuhkan waktu saja untuk menentukan siapa-siapa yang memang bertanggung jawab dan ditetapkan nanti sebagai tersangka," katanya.
Dia mengatakan penggeledahan salah satu ruangan di direktorat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dilakukan karena ada kaitannya dengan kasus ini. Namun, dia belum menjelaskan keterkaitan tersebut. "Ya itu belum bisa dibuka dulu saat ini. Tapi pasti ada kaitannya," ujarnya.
Tessa mengatakan KPK akan memanggil semua pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini. Dia mengatakan belum ada pihak yang dicegah ke luar negeri terkait kasus ini.
"Ya kalau memang penyidik menilai bahwa pihak-pihak yang menerima akan dipanggil dan dimintai keterangan, maka itu akan dilakukan. Pada prinsipnya semua saksi yang dipanggil adalah dalam rangka pemenuhan unsur perkara yang ditangani," jelasnya.
Lebih lanjut, Tessa juga mengungkap hasil pemeriksaan terhadap Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono. Dia mengatakan Erwin didalami terkait aliran dana dan alur komunikasi perencanaan hingga pelaksanaan dana CSR ini.
"Ya umumnya saksi yang diminta keterangan itu akan dimintai keterangan pertama terkait job desknya yang bersangkutan. Terutama di dalam tempus perkara yang sedang ditangani, itu yang pertama," kata Tessa.
"Yang kedua, pengetahuan yang bersangkutan terkait proses tentang aluran atau aliran dana bisa atau alur komunikasi bagaimana terjadinya awal mulanya perencanaan dan pelaksanaannya. Umumnya seperti itu. Tapi kalau seandainya detailnya seperti apa saya belum bisa buka saat ini," kata Tessa menambahkan. (wan)
Topik:
KPK CSR BI Bank Indonesia