Soal Aksi Bom Bunuh Diri, Setara Institute: Dibutuhkan Kesatupaduan Langkah Penanganan Terorisme

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 7 Desember 2022 18:53 WIB
Jakarta, MI- Ketua Setara Institute Hendardi menilai, peristiwa bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Bandung, merupakan sebuah pesan bahwa terorisme adalah ancaman laten yang kapanpun bisa terjadi dan dipicu oleh banyak variabel. "Satu hal yang pasti bahwa variabel statis, yakni ideologi intoleran dan radikal, telah melekat pada aktor pelaku atau kelompoknya," kata Hendardi, Rabu (07/12/22). Setara Institute mengutuk keras peristiwa bom bunuh diri, berbela sungkawa pada para korban dan mendorong institusi Polri mengungkap tuntas peristiwa ini. "Hingga diperoleh gambaran jejaring yang melingkupinya, guna kepentingan penanganan yang lebih akuntabel," kata Hendardi Hendardi menjelaskan, jika diasumsikan identitas pelaku yang telah beredar benar, pelaku adalah residivis kasus terorisme di 2017 dan telah bebas sejak Maret 2021. Jika benar, maka pesan utama peristiwa ini juga ditujukan pada kerja pascapenanganan tindak pidana terorisme, yakni pemasyarakatan dan deradikalisasi. "Keberulangan tindakan ini menunjukkan dukungan dan sinergi kinerja deradikalisasi yang dilaksanakan oleh BNPT, mesti diperkuat," ujarnya Early warning dan early respons (EWERS) system yang dikembangkan di daerah, menurut dia, belum banyak membantu mencegah recovery kelompok teroris untuk melakukan tindakan serupa. Padahal, sederet regulasi pemerintah telah diterbitkan, termasuk berbagai rencana aksi mencegah terjadinya kekerasan ekstremis. BNPT dan Polri bisa mengefektifkan berbagai regulasi dan inisiasi untuk memperkuat sinergi dengan pemerintah daerah. Karena, jika kerja hulu pencegahan intoleransi dan kerja hilir deradikalisasi tidak sinergis, maka potensi terorisme akan terus berulang. Dan sebagai institusi terdepan, Polri selalu akan menjadi sasaran utama tindakan kekerasan dan political revenge dari kelompok pengusung aspirasi politik intoleran. Bagi dia, kesatupaduan langkah berbagai institusi negara dibutuhkan untuk mengatasi kekerasan ekstremis yang berulang. Seperti yang berulang kali SETARA Institute ingatkan, kerja pencegahan intoleransi, yang selama ini seringkali dibiarkan hingga kelompok-kelompok tertentu mewujud menjadi tindakan radikal kekerasan dan terorisme, mutlak menjadi prioritas agenda. "Pencegahan di hulu, yakni menangani intoleransi adalah salah satu cara menangani persoalan keberulangan terorisme," tukasnya.