JAKI Sampaikan Legal Opini ke Badan Banding WTO Soal Kasus Pelarangan Ekspor Bijih Mentah Nikel Ore

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 1 Februari 2023 21:11 WIB
Jakarta, MI - Direktur Eksekutif Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI) Yudi Syamhudi Suyuti menyatakan bahwa saat ini pihaknya sedang berproses untuk meningkatkan organisasi dengan status konsultatif yang kini secara resmi telah menyampaikan naskah legal opini ke Badan Banding (Appelate Body) di WTO (World Trade Organizations). Kata dia, penyampaian naskah legal opini itu terkait sengketa perdagangan ekspor Nikel antara pemerintah Indonesia yang digugat oleh Uni Eropa, dalam hal pelarangan ekspor bijih mentah nikel ore, pada Senin (30/1). Terbitnya Peraturan Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 Tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Menurut Yudi, peraturan ini mulai diberlakukan pada 1 Januari 2020 lalu. Sebelumnya pemerintah telah mengajukan Banding pada 12 Desember 2022 paska putusan panel gugatan yang memenangkan Uni Eropa di DSB (Dispute Settlement Body). Dimana keputusan DSB WTO menyatakan bahwa pemerintah Indonesia telah melanggar Pasal XI ayat 1 yang mendasari gugatan Uni Eropa menyatakan bahwa, tidak ada larangan atau pembatasan selain bea, pajak atau pungutan lain, baik yang diberlakukan melalui kuota, izin impor atau ekspor atau tindakan lain, yang akan diberlakukan atau dipertahankan oleh pihak yang mengadakan kontrak pada impor produk apa pun dari wilayah negara lain mana pun. Pihak dalam kontrak atau atas ekspor atau penjualan untuk ekspor produk apa pun yang ditujukan ke wilayah pihak dalam kontrak lainnya. Menurut Yudi, ada beberapa hal mendasar yang membuat organisasi JAKI sebagai Organisasi Masyarakat Sipil ikut terlibat secara inisiatif dalam proses Banding Pemerintah Indonesia melawan Uni Eropa yang terjadi di Badan Banding WTO. "JAKI mendukukung program hilirisasi nasional Indonesia dari pemerintah Indonesia yang dipimpin Presiden Jokowi," tegas Yudi. Dalam hal ini, lanjut Yudi, JAKI mendorong Indonesia menjadi negara maju yang mampu memproduksi sumber-sumber daya alam berbahan baku mentah menjadi produk jadi seperti EV Battery (Electric Vehicle) dan berbagai produk jadi lainnya. "Tentu ini sesuai dengan prinsip-prinsip dasar dibentuknya WTO pada 1994, dimana tidak terlepas dari kesepakatan GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) sebagai cikal bakalnya pada 1947, yang menyatakan saling mengakui bahwa hubungan Negara-Negara di bidang perdagangan," jelas Yudi. Dan usaha ekonomi, tegas Yudi, harus dilakukan dengan maksud untuk meningkatkan taraf hidup, memastikan pekerjaan penuh dan volume pendapatan riil yang besar dan terus tumbuh serta permintaan efektif, mengembangkan penggunaan penuh sumber daya negara. Menurut Yudi, dalam prinsip-prinsip dasar tersebut terdapat sebuah nilai kehidupan yang paling mendasar untuk dicapai setiap bangsa, negara dan umat manusia di dunia ini. "Yaitu dalam hal meningkatkan taraf hidup, kepastian penyediaan lapangan kerja penuh, volume pendapatan riil yang besar dengan disertai pertumbuhan atas permintaan efektif dalam hal penggunaan penuh sumber daya negara," bebernya. "Sehingga Indonesia mampu setara dengan Bangsa-bangsa lain di dunia dan tidak ada lagi diskriminasi di dunia ini," tambah Yudi. Lebih lanjut, Yudi menjelaskan, keterlibatan JAKI ini sesuai aturan DSU (Dispute Settlement Understanding), Pasal 13 Ayat 1 tentang hak kemerdekaan Panel Banding untuk mendapatkan informasi dan saran teknis dari individu atau badan mana pun yang dianggap tepat. "Dalam hal ini sesuai kapasitas JAKI sebagai organisasi masyarakat sipil yang telah sering terlibat melalui berbagai tindakan partisipasinya dalam keputusan-keputusan di tingkat internasional dan global," katanya. Melalui penyampaian pendapat hukum ini, tambah Yudi, pihaknya mewakili kelompok masyarakat sipil sekaligus rakyat warga Indonesia dan warga dunia untuk mendorong reformasi WTO. Hal ini, menurut Yudi, sejalan dengan gerakan masyarakat sipil global yang mendorong terjadinya demokratisasi dalam globalisasi. "Kami berpendapat bahwa tatanan global adalah Tatanan yang berwujud Tatanan Multinasional, dimana peran Rakyat dan Negara menjadi saling terkait untuk menempatkan kepentingan Nasional ditengah-tengah kepentingan Global," jelasnya. Reformasi WTO ini juga begitu penting dimana situasi global saat ini sedang terjadi perubahan drastis, sehingga tegas Yudi, diperlukan tindakan mengedepankan kerjasama dan persaingan yang fair dalam situasi terancamnya krisis global akibat pandemi covid-19 yang meruntuhkan perekonomian banyak Negara. "Konflik antara Rusia dan Ukraina, gejolak keuangan di Amerika Serikat yang mengarah pada stagflasi, perubahan iklim dan berbagai ancaman global lainnya yang dapat berimbas ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Untuk itu dengan adanya reformasi WTO, hal ini menjadi sejalan dengan perubahan atas ketidakpastian global menjadi kepastian global," urainya. Selain itu, posisi JAKI yang mengambil tempat sebagai pemberi masukan para panelis dalam Badan Banding WTO sesuai Pasal 13 Ayat 1 merupakan bentuk tindakan partisipasi Organisasi Masyarakat Sipil sebagai bahan pertimbangan Para Panelis dalam Badan Banding untuk dapat memutuskan keputusan yang seadil-adilnya yang berpijak pada tujuan tercapainya keadilan multinasional. "Hal ini demi kepentingan demokrasi global, yang terdiri dari demokrasi nasional dan demokrasi internasional khususnya dalam hal demokrasi ekonomi dan sosio demokrasi," jelasnya. Partispasi JAKI ini juga menjadi bagian penting dalam hal mencegah terjadinya perang dunia ke 3 sekaligus terlibat menjaga perdamaian dunia dalam kapasitasnya sebagai Organisasi Masyarakat Sipil melalui prinsip-prinsip kemanusiaan. Dimana seringkali hegemoni dalam perdagangan internasional berubah menjadi praktek kolonisasi yang memancing konsolidasi perang dunia, dimana situasi global saat ini sedang memanas dan sangat mudah terpicunya perang dunia ke-3. "Untuk itu, hal ini harus dicegah bersama-sama dan kami sangat yakin bahwa WTO mampu menjadi pihak yang dapat menurunkan tensi global," harapnya. JAKI juga berpegang pada prinsip Piagam Atlantik dalam hal penyelesaian Perang Pasifik, dimana GATT sebagai cikal bakal WTO dibentuk paska selesainya perang pasifik. Dalam Piagam Atlantik terdapat 2 poin penting dari 8 poin penting lainnya. Yaitu Poin ke 3 yang berbunyi, hak untuk menentukan nasib sendiri dan Poin ke 5, yaitu memajukan kerjasama ekonomi dunia dan peningkatan kesejahteraan sosial. Untuk itu menurut Yudi, beberapa hal diatas tersebut yang mendorong JAKI untuk ikut terlibat dalam Panel Banding di Badan Banding WTO. Meskipun begitu, proses banding saat ini belum bisa berjalan, dikarenakan terjadinya krisis Badan Banding WTO, yang diakibatkan karena terjadinya kekosongan Divisi Banding sejak 2019. "Akan tetapi ada banyak celah dalam krisis WTO ini, yaitu justru untuk mendorong terjadinya reformasi WTO, dimana kesepakatan negosiasi lebih diutamakan dalam hal menang kalah ketika terjadi sengketa perdagangan internasional," katanya lebih lanjut. Akan tetapi, jika kemudian Badan Banding mengaktifkan kembali Divisi Banding dalam hal pembentukan Panel Banding, kami menekankan untuk Para Panelis untuk juga menggunakan pendekatan judicial activism dalam pengambilan keputusannya. "Hal ini mendorong para panelis untuk menemukan hukum baru dengan berbagai latar belakang sengketa perdagangan ekspor nikel internasional sebagai bentuk kebijaksanaan para panelis," pungkasnya. Sebagai informasi, bahwa JAKI ini didirikan dibawah hukum nasional Indonesia melalui Kemenkumham dan telah terdaftar di UN DESA (United Nations Department of Economic and Social Affairs).

Topik:

WTO Nikel JAKI