Jaksa Agung: Pers dan Penegakan Hukum Tidak Bisa Dipisahkan

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 11 Februari 2023 13:36 WIB
Jakarta, MI - Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut penegakan hukum dan pers seperti dua sisi yang tidak bisa dipisahkan. Sebagai penegak hukum, lanjutnya, kerap sekali laporan dan pengaduan justru didapatkan dari masyarakat melalui media atau pemberitaan. "Media juga yang mengawasi setiap sudut dan sisi penegakan hukum agar dapat berjalan on the track (taat asas)," kata Burhanuddin dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (11/2). Jaksa Agung dalam setiap kunjungan selalu menyampaikan bahwa, “kinerja tanpa publikasi tiada artinya sebab masyarakat perlu mengetahui apa yang sudah saudara-saudara kerjakan.” Dalam hal ini, Jaksa Agung juga telah menerbitkan Instruksi Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang Publikasi Kinerja dan Pemberitaan Positif Mengenai Kejaksaan di Media Massa dan Media Sosial sebagai upaya Kejaksaan untuk membangun citra positif di masyarakat. "Sebab hal itu bukan saja menjadi tugas tetapi merupakan tanggung jawab setiap insan Adhyaksa," ujarnya. Burhanuddin mengatakan, dunia di era transformasi digital teknologi ini, semua hal tidak bisa lagi ditutupi. Bahkan rekam jejak tidak bisa ditutupi di era media yang sangat cepat dan serba modern ini. "Untuk itu, Kejaksaan sebagai Aparat Penegak Hukum perlu karya-karya yang monumental seperti dari segi penindakan dengan melakukan berbagai proses penyidikan yang terkait dengan hajat hidup orang banyak seperti kasus minyak goreng, PT Asuransi Jiwasraya, PT ASABRI, PT Garuda Indonesia, impor garam dan tekstil," katanya. Burhanuddin mengatakan, kasus-kasus tersebut menjadi perhatian untuk dilakukan penindakan dengan menerapkan tindak pidana pencucian uang (TPPU) serta unsur perekonomian negara. "Bumbu-bumbu inilah yang oleh media menjadi menarik diulas dan dikupas tuntas untuk konsumsi masyarakat sehingga simbiosis mutualisme antara media dan institusi Kejaksaan dapat terjaga dengan baik dalam memberi manfaat pemberitaan," ujarnya. Di samping penindakan, kata Burhanuddin, upaya membangun citra humanis penegakan hukum juga hal yang menjadi prioritas. Ia selalu menekankan penegakan hukum tidak selalu disidang, tetapi bagaimana jaksa dikenal dan bermanfaat bagi masyarakat. "Selain program penghentian penuntutan melalui keadilan restoratif yang sudah mendunia, juga ada program Jaksa Masuk Desa, Jaksa Masuk Sekolah, dan Jaksa Teman Masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian lebih luas, sehingga Jaksa Humanis dapat menciptakan kedamaian di masyarakat sebagai tujuan hukum yang hakiki," ungkapnya. Menurut Burhanuddin, pers tidak hanya bicara tentang kebebasan, tetapi juga mengendalikan, mengawasi, serta membina seluruh media yang kebablasan akibat era digitalisasi saat ini. "Sebab apabila tidak dikendalikan dan diawasi, kita semua akan direpotkan dengan berbagai peretasan pemberitaan, peretasan data pribadi termasuk media siluman alias abal-abal yang justru masif memberi opini negatif di masyarakat," ujarnya. Jaksa Agung itu juga mengatakan, ketergantungan institusi penegak hukum seperti Kejaksaan Agung dengan media tidak bisa dihindari. Oleh karenanya, dia mengajak pers untuk terus bersinergi dengan menyebar pemberitaan yang bersifat positif, objektif, transparan, akuntabel, dan berkualitas. Lebih lanjut, Burhanuddin juga menginstruksikan seluruh jajaran Kejaksaan untuk beradaptasi dengan dunia media digital yang begitu cepat berkembang. "Sehingga kata kuncinya adalah kolaborasi dan sinergi antara pers dan penegak hukum dalam rangka menciptakan iklim demokratisasi dan modernisasi, serta menjamin kebutuhan masyarakat akan berita yang positif dan akuntabel," tuturnya.