Politik Tuna Etika, Hendardi: Pragmatisme Dorong Migrasi Pilihan Politik Politisi

Rekha Anstarida

Diperbarui 21 Juli 2023 17:13 WIB

Politik Tuna Etika, Hendardi: Pragmatisme Dorong Migrasi Pilihan Politik Politisi

Jakarta, MI - Mendekati Pemilu 2024, peragaan politik elit dan politisi semakin jauh dari etika, moralitas dan ideologi kebangsaan sebagaimana diajarkan para founding people Indonesia. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi, dalam keterangannya, Jumat (21/7). Menurut Hendardi, dari mulai presiden hingga politisi sekelas Budiman Sujatmiko, sebagai salah satu anak asuh Jokowi, sama-sama menunjukkan gejala yang sama. "Pragmatisme tanpa ideologi mendasari sejumlah manuver Jokowi, melalui para anak asuhnya, yang hanya mempertegas level kenegarawanan dan kepemimpinan Jokowi semata-mata untuk menjadikan dirinya sentrum kontestasi politik, sehingga memetik insentif kekuasaan pascakepemimpinannya berakhir," kata Hendardi. Meski dirinya bukan ketua partai politik, kata Hendardi, Jokowi terus memainkan bidak catur politik dan menimbang kekuatan politik mana yang akan melindungi dirinya dan memastikan tetap memberi tempat bagi Jokowi kelak. Hendardi menuturkan, sebagai petugas partai yang dipercaya rakyat memimpin, level Jokowi seharusnya meningkat menjadi seorang negarawan dan tetap mempedomani etika politik dan kepemimpinan serta etika kepartaian darimana dirinya berasal. "Memang, migrasi politik adalah hal yang wajar dalam berpolitik. Bahkan migrasi ideologis juga muncul di kalangan elit Nasdem, saat partai tersebut mengusung Anies Baswedan sebagai bakal capres. Tapi mereka yang mundur lebih didasari oleh argumen ideologis yang tidak sejalan dengan Anies, yang oleh sebagian orang dianggap menapaki karir politik dengan mengeksploitasi identitas agama," ungkapnya. Namun, lanjutnya, migrasi pilihan politik belakangan ini justru tampak lebih didasari oleh pertimbangan-pertimbangan pragmatis dan imajinasi elektabilitas yang disajikan lembaga survei. "Sentrum Prabowo Subianto yang kesannya dikerubuti oleh beberapa jenderal yang dulu menentangnya, bahkan menjadi pengadil pada sidang yang memberhentikan Prabowo dari jabatan dan dinas militer melengkapi panorama pragmatisme dan praktik politik tanpa ideologi," tuturnya. Bahkan mereka yang dulu diculik dan dipenjarakan melalui suatu operasi khusus, kata Hendardi, justru memuji dan bersimpuh pada Prabowo. Menurutnya, stockholm syndrome tampak menjelaskan fenomena ini. "Posisi dan magnet Prabowo Subianto saat ini tentu bukan contoh terbaik bagi anggota TNI yang saat ini masih berdinas atau yang mengakhiri tugas dengan prestasi. Capaian Prabowo saat ini ditopang oleh masyarakat yang lupa, tidak memetik sejarah sebagai pembelajaran dan ditopang oleh Presiden aktif yang semakin cemas tidak memiliki pengaruh," pungkasnya.

Topik:

pemilu 2024 Hendardi setara institute

Politik Tuna Etika, Hendardi: Pragmatisme Dorong Migrasi Pilihan Politik Politisi

Berita Sebelumnya

Tembok Stadion Kepahiang Roboh Diterpa Angin Helikopter Rombongan Presiden

Berita Selanjutnya

Masih Ingat Yuliana dan Yuliani? Bayi Kembar Siam Dioperasi Tahun 1987, Kini Jadi Doktor dan Dokter

Berita Terkait

Kasus Demo Anarkis hingga Penjarahan, SETARA Institute Desak Pemerintah Bentuk TGPF

Represi Aparat dan Gagalnya Transformasi Polri di Tengah Bebalnya Elite Politik

Seskab Teddy hingga Bahlil Dianugerahi Tanda Kehormatan, Setara Institute: Prabowo Langgar Undang-undang

Intoleransi Kian Marak, Pemerintah Justru Memberi ‘Angin Segar’

Pemilu Dipisah: Koreksi Pelaksanaan 2024 yang Tak Optimal

Bertentangan dengan Konstitusi, Panglima Didesak Batalkan Pengerahan TNI di Kejati dan Kejari

ekonomi

politik

hukum

pendidikan

olahraga

nasional

global

hiburan

tech

kesehatan

cuaca

opini

lifestyle

investigasi

metropolitan

ragam

anti-hoaks

Redaksi

Tentang Kami

Kode Etik

SOP

Penafian

Dewan Pers

Pedoman

Kontak Kami

Pertanyaan

Kebijakan

S&K