Menkes Ungkap Sejumlah Penyakit Gangguan Pernapasan Akibat Polusi Udara

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 29 Agustus 2023 01:17 WIB
Jakarta, MI - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan sejumlah penyakit gangguan pernapasan yang paling banyak dialami masyarakat akibat dari polusi udara. Yaitu pneumonia, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), asma, kanker paru, tuberkulosis, dan penyakit paru obstuksi kronis (PPOK). "Kita laporkan bahwa keenam penyakit yang disebabkan karena gangguan pernapasan ini beban BPJS-nya tahun lalu Rp10 triliun dan kalau melihat trennya di 2023 naik, terutama ISPA dan pneumonia, ini kemungkinan juga akan naik," kata Budi di Kantor Presiden usai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (28/8). "Memang perlu kita sampaikan di sini, yang top 3-nya itu adalah infeksi paru atau pneumonia, infeksi saluran pernapasan yang di atas, kemudian asma. Ini totalnya sekitar Rp8 triliun dari Rp10 triliun yang tadi yang enam," sambungnya. Polusi udara, lanjut Budi, salah satu penyebab paling dominan timbulnya pneumonia, ISPA, dan asma, yakni menyumbang 24-34 persen. Polusi udara tersebut diukur berdasarkan lima komponen di udara yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni tiga bersifat gas (nitrogen, karbon, dan sulfur), dan dua bersifat partikulat (PM10 dan PM2,5). "Yang bahaya di kesehatan adalah yang 2,5 karena dia bisa masuk sampai pembuluh alveolus di paru, itu yang menyebabkan kenapa pneumonia itu terjadi," lanjut Budi. "Itu sebabnya kalau di kesehatan memang kita melihatnya di PM 2,5 karena ini yang bisa masuk sampai dalam, kemudian menyebabkan pneumonia yang memang di BPJS ini paling besar," timpalnya. Antisipasi Peningkatan Penyakit Maka untuk mengantisipasi meningkatnya penyakit gangguan pernapasan tersebut, pihaknya akan melakukan sejumlah hal. Pertama, pihaknya akan terus mengedukasi masyarakat terkait dengan bahaya polusi udara bagi kesehatan. Kedua, Kementerian Kesehatan akan menyarankan penggunaan masker sebagai upaya preventif atau pencegahan jika polusi udara terpantau tinggi berdasarkan standar yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Menurut Budi, masker yang disarankan memiliki spesifikasi tertentu yang memiliki kerekatan untuk menahan partikulat. "Maskernya mesti yang KF94 atau KN95 minimum yang memiliki kerekatan untuk menahan particulate matters 2,5. Kan yang bahaya itu yang 2,5, dia masuk bisa masuk paru, dia masuk bisa masuk pembuluh darah karena saking kecilnya. Jadi perlu masker yang kelasnya KF94 atau KN95. Itu yang untuk pencegahannya," ungkapnya. Ketiga, Kementerian Kesehatan juga akan melakukan edukasi kepada dokter-dokter di puskesmas dan rumah sakit di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) terkait langkah-langkah penanganan penyakit pernapasan. Dengan demikian, ia berharap apabila masyarakat harus dirawat karena penyakit tersebut, masyarakat bisa mendapatkan penanganan dan diagnosis yang sama. "Kita juga nanti besok ada kerja sama dengan teman-teman dari Rumah Sakit Persahabatan sebagai koordinator respiratory disease-nya Kemenkes untuk bisa mendidik semua rumah sakit dan puskesmas di Jabodetabek," katanya. "Kalau ada ciri-ciri seperti ini handle-nya begini. Dengan demikian, kita harapkan kalaupun nanti ada yang masuk ke puskesmas atau ke rumah sakit, treatment-nya sudah sama, diagnosisnya juga sudah sama," imbuhnya. (Wan)