Pdt Gomar Gultom: Bebaskan Ratu Thalisa dari Delik Pidana

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 13 Maret 2025 14:25 WIB
Selebgram Irfan Satria Putra Lubis alias Ratu Thalisa alias Ratu Entok (Foto: Repro)
Selebgram Irfan Satria Putra Lubis alias Ratu Thalisa alias Ratu Entok (Foto: Repro)

Medan, MI - Keputusan Pengadilan Negeri (PN) Medan yang menjatuhkan hukuman penjara 34 bulan kepada selebgram Irfan Satria Putra Lubis alias Ratu Thalisa alias Ratu Entok (40) pada Senin (10/3/2025), dalam kasus dugaan penistaan agama menuai kritik. 

Ketua Majelis Pertimbangan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pdt Gomar Gultom, menyayangkan putusan tersebut, Menurutnya, aksi dan perkataan Ratu Thalisa di media sosial tidak menodai atau menghina ajaran kekristenan. 

Menurutnya, kekristenan sama sekali tidak ternodai dan tidak merasa terhina dengan aksi dan perkataan Ratu Thalisa melalui Tiktoknya. Kekristenan mmenjunjung tinggi prinsiop kebebasan dan olehnya membuka ruang untuk segala bentuk ekspresi, termasuk kebebasan Ratu Thalisa dalam mengekspresikan pendapatnya. 

Pdt Gomar yang merupakan mantan ketua umum PGI tersebut menyampaikan, hanya orang yang tidak mampu merayakan keberagaman yang merasa terganggu dengan itu, yang tidak dapat digeneralisir sebagai kekristenan. Sejarah panjang kekristenan penuh dengan onak duri dan ragam pengambatan, tetapi Yesus sendiri berkata, “ampunkanlah mereka Bapa.” Sudah, selesai begitu saja.

"Oleh karenanya, mestinya kasus yang menjerat Ratu Thalisa, yang meminta Yesus mencukur rambutnya, tidak seharusnya dibawa ke ranah hukum. Kalaupun itu harus dimasukkan sebagai delik penghinaan atau penodaan agama, sebagaimana tuntutan jaksa, mestinya cukuplah diselesaikan dengan nasehat atau paling keras dengan teguran berupa peringatan," tuturnya. 

Pasal 313 KUHP yang merupakan penyempurnaan Pasal 156a KUHP lama merupakan akomodasi dari UU Nomor 1/PNPS/1965. UU itu sendiri mengamanatkan demikian, cukup dengan nasehat atau teguran (ayat 2). Kalau sudah diperingatkan tetapi masih melakukan juga, barulah dibawa ke ranah hukum sebagai tindak pidana (ayat 3).
 
Penggunaan pasal-pasal dari Undang-Undang nomor 11/2008 dan nomor 1/2024, keduanya tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, hanya hendak membuktikan betapa bermasalahnya UU tentang Informasi dan Transasi Elektronik ini dari perspektif kebebasan berekspresi, dan menurut saya harus ditinjau ulang.
 
Menurutnya, penggunaan segala bentuk blasphemy law dan turunannya sangat berbahaya secara fundamental, karena memberi kesempatan kepada negara berteologi, sesuatu yang mestinya dihindari, karena bukan ranahnya.

Atas dasar itu, ia berharap Ratu Thalisa untuk mengajukan banding dan mengimbau Pengadilan Tinggi agar meninjau ulang putusan PN Medan. Ia berharap keputusan tersebut dikoreksi dan Ratu Thalisa segera dibebaskan.

Topik:

pengadilan-negeri-medan selebgram-irfan-satria-putra-lubis ratu-thalisa-atau-ratu-entok dugaan-penistaan-agama pdt-gomar-gultom