Anjloknya Saham GoTo seperti Drama Korea

Jon A. Masli - Diaspora USA, Corporate & Capital Market Advisor

Jon A. Masli - Diaspora USA, Corporate & Capital Market Advisor

Diperbarui 16 Juli 2024 17 jam yang lalu
Jon A. Masli, Diaspora USA, Corporate & Capital Market Advisor (Foto: Istimewa)
Jon A. Masli, Diaspora USA, Corporate & Capital Market Advisor (Foto: Istimewa)

DRAMA anjloknya saham GoTo itu seperti drama Korea yang dimulai dengan euphoria, terus nangis bombay, dan ujung-ujungnya mungkin happy ending. Yang jelas sekarang para investornya pada nangis bombay karena sahamnya tinggal gocaptun.

Telkom sebagai investor besar kini merugi puluhan triliun. Dimulai dengan lahirnya GoTo yang digembar gemborkan sebagai unicorn kebanggan RI oleh dua anak muda William Tanuwijaya dan Kevin Bryan.

Mereka berhasil mempesona para investor seperti Alibaba, Softbank (keduanya sudah hengkang) dan 2 investor raksasa nasional yaitu Telkom dan Astra yang memborong  saham GoTo dan sekarang ini lagi stressed  gigit jari ketika harga sahamnya tinggal gocaptun Rp50.

Seperti mimpi disiang bolong tapi faktanya GoTo ini belum mencetak untung, bisa melanggeng masuk Bursa Efek Indonesia dengan mulus. Anjloknya saham GoTo jelas dipicu oleh beberapa faktor:

1. Ketika para pemegang saham besar, seperti Alibaba, Softbank,  dan  pendiri-pendiri GoTo menjual sahamnya, konon termasuk Boy Tohir, serta para anggota Direksi dan Komisarisnya hengkang dimulai jauh hari sebelumnya ketika Nadiem pendiri Gojek menjadi Mendibud.

Kini disusul pentolan-pentolan pengurus seperti William Tanuwidjaya, Melissa Siska, Kevin Aluwi, Andre Sulistyo dan lain-lain.

2. Drama berlanjut ketika Byte Dance, pengelola TikTok mengakuisisi sahan Tokopedia pada Desember 2023 sebanyak 75,01%, sehingga GoTo hanya memiliki  24,99% saham di Toped. Anjloklah sumber pendapatan dan asetnya di Tokopedia.

Kedua faktor inilah yang membuat investor lost confidence memicu drama anjloknya harga saham GoTo. Untunglah Patrick Waluyo dan Jacky Lo sempet membeli kembali saham GoTo sehingga kejatuhan harga sahamnya tertolong.

Terpilih CEO-nya Patrick Waluyo yang dikenal sebagai orang keuangan Wizard yang visioner, ahlinya corporate financing dan funding. Tapi dia bukanlah seorang CEO yang menguasai bisnis retail yang GoTo perlukan sekarang ini sejak kehilangan 75% pendapatan usaha retailnya di Tokopedia yang diakuisisi TikTok.

RUPS baru-baru ini juga mengukuhkan John A. Prasetio, sebagai Komisaris Independent dan juga salah satu petinggi BEI.

Kalau di pasar modal AS, Singapura, Hong Kong pasti tidak diperkenankan seorang pengurus bursa efek  masuk jadi Petinggi diperusahaan Tbk. Tapi ini negeri Konoha, anything goes and  can happen. Terus ada juga Agus Martowardoyo, eks gubernur BI.

Jelas dua tokoh senior ini memberi support moral kepada sang CEO dan juga mengambil hati investor, a piece of mind? Tapi investor juga tahu, selama tidak ada business improvement, GoTo tidak akan pulih kembali siapapun CEO dan Komisarisnya.

Jadi GoTo harus fokus mencari sumber pendapatan dan memperkuat core bisnis retailnya untuk menunjang kegiatan usaha dan  mendorong kenaikan harga sahamnya.

Tanpa pangsa pasar tambahan pendapatan dari bisnis retail yang kuat, mustahil GoTo akan pulih. How to do it? Sebaiknya mencari partner business baru retail with Chinese company /ies yang de facto tiap menit membuat terobosan baru di E-Commerce dan teknologi. Suka gak suka partner dari mana lagi kalau bukan Cina. AS sudah bolui/bokek. Demikian juga Eropah.

Langkah fatal jual saham Tokopedia itu telah menguras aset dan pendapatan terbesar yang GoTo miliki. Inilah juga yang buat Investor menjadi pesimis, mengingat Gojek, Gosend itu projek yang masih membakar duit.

Kalau boleh diusulkan  beberapa solusi corporate actions yang dapat dipertimbangkan sebagai unicorn yang Indonesia banggakan selama ini:

1. GoTo mesti mencari funding untuk melakukan ekspansi bisnisnya. Tentu dengan catatan ada new business strategy dan development concepts. CEO-nya tentu capable melakukan hal ini.

Expansion plan seperti Gojek buka usaha ke luar negeri, ke Asia Tenggara, Afrika, Amerika Latin, think globally seperti Grab sudah  beekiprah kemana – mana dan sudah listed di Nasdaq.

Ini berarti business collaboration atau Joint venture dengan asing sebagai alternatif solusi.

2. GoTo perlu reach out juga memberdayakan puluhan juta UMKM lebih maksimal lagi dengan bekerja sama bisnis kecil tapi merakyat yang berkelanjutan. Opsi ini jangan dianggap remeh.

Keberadaan orang-orang top seperti John A. Prasetio dan Agus Martowardoyo tidak menjamin pemulihan business GoTo dengan tokcer. Kehadiran mereka hanya sebatas pengawasan yang lebih baik, tinggal CEOnya, harus bekerja keras to turn around GoTo. Bisa? Harus bisalah.

Topik:

GoTo CEO PSW