Sudut Pandang Kriminolog Soal Kematian Dante Bocah 6 Tahun Tak Berdosa

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 10 Februari 2024 09:47 WIB
Proses ekshumasi jenazah Dante, anak Tamara Tyasmara (Foto: MI/Aswan)
Proses ekshumasi jenazah Dante, anak Tamara Tyasmara (Foto: MI/Aswan)

SUDUT PANDANG kriminolog soal kematian Raden Andante Khalif Pramudityo alias Dante (6) di kolam renang “Taman Air Tirtamas” Taman Palem Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur, Sabtu (27/1) lalu.

Bocah tak berosa itu diduga dibunuh Yudha Arfandi (YA) pacar Ibunya korban Tamara Tyasmara artis kelahiran (23/1/1995) (29) yang telah menikah dengan DJ Angger Dimas tahun 2017 dan bercerai tahun 2021. 

YA telah ditangkap di rumah kontrakan mewah berlantai dua di Pondok Kelapa Duren Sawit Jakarta Timur, pada tanggal Jumat (9/2/2024) oleh Unit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya. 

Ayah ibunya pertama kali lapor ke Unit SKPT Polsek Duren Sawit, Polres Metro Jakarta Timur akhir bulan Januari lalu. Setelah beberapa hari lalu jadi pusat pemberitaan kasus kematian tidak wajar Dante diambil alih oleh Ditreskrimum Unit Jatanras Polda Metro Jaya. 

Laporan kedua orangtuanya karena saksi Tamara yakin anaknya bisa berenang dan tidak mungkin tenggelam saat berenang. Saksi kedua Angger Dimas mengatakan korban (anaknya) sempat chat dengan dirinya menyatakan  tidak mau diajak berenang bersama “OM” dan sempat meminta ayahnya agar bantu “bilang sama Mama”.
 
Telah dilakukan penyelidikan dan penyidikan unit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya dan ekshumasi dilakukan pada hari Selasa (6/2/2024) lalu di TPU Jeruk Purut Jakarta Selatan jam 10.00-11.18 WIB oleh Tim dari Bidokkes Mabes Polri. 

Proses ekshumasi adalah proses forensik setelah korban dikuburkan secara layak ataupun korban dikubur sebagai korban pembunuhan atau penganiyaan mengakibatkan kematian dalam upaya mencari bukti kejahatan dengan upaya sebab kematian, waktu kematian dan adanya bukti kejahatan maupun tidak.  

Sedangkan forensik adalah proses pemeriksaan medis penyebab kematian korban dan waktu korban meninggal dunia akibat kejahatan.Beda Forensik dengan visum et repertum yang dilakukan oleh dokter spesialis forensik dan spesialis lain yang berkaitan bilamana forensik dilakukan pada korban meninggal dunia (mayat) dan visum et repertum bila korban masih hidup.
 
Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Kurnia Zakaria berpendapat, bila hasil penyelidikan pihak polisi berdasarkan keterangan 16-20 orang saksi lalu hasil rekaman CCTV pihak pengelola Tirtamas berdurasi 121 menit saat kejadian, bukti media elektronik (jejak digital) dan hasil forensik ekshumasi akhirnya penyelidik membuat gelar perkara dan menyimpulkan.

Bukti rekaman CCTV ternyata diduga saat korban menepi di kolam air dewasa ditarik pelaku YA untuk ke tengah kolam dan dibenamkan atau menekan-nekan kepala korban 12 kali ke dalam kolam (usaha menenggelamkan Dante) oleh YA saat kejadian saat itu.

Bukti rekaman CCTV YA sebelum berusaha menenggelamkan korban saat menepi dipinggir kolam sempat melihat kanan-kiri dan yakin anak yang sebelahnya tak peduli apa yang dilakukan pada korban karena sedang berusaha naik ke atas kolam sendiri.   

Lalu YA menarik korban ke tengah kolam tenggelam, dan menekan kepalanya agar korban tenggelam tetapi gagal malah  korban berhasil menyelamatkan diri naik ke atas kolam, lalu korban muntah-muntah.

YA pun turut membantu, saat diberikan pertolongan pertama pada kecelakaan pada korban tetapi malah korban pingsan, seakan-akan tidak merasa bersalah telah melakukan upaya pembunuhan. 

Setelah itu, korban dibawa pelaku ke IGD RS Islam Pondok Kopi dan pelaku mengabarkan pada Tamara (ibu korban/pacarnya) bahwa korban kecelakaan saat berenang.
 
Saat ibu korban menemui anaknya di IGD RS Islam Pondok Kopi, melihat anaknya yang  tak sadar (koma) dan sudah membiru.

Hasil forensik  ekshumasi diduga korban meninggal karena kehabisan nafas paru-parunya basah dan ada luka gigitan dan ada memar-memar luka sekujur tubuhnya. 

Pengakuan saksi Tamara bahwa luka-luka gigitan dan memar cubitan pada korban dilakukan Tamara saat di IGD RS Islam Pondok Kopi agar korban respon bangun sadar diri karena tetap koma tak sadar.  

"Ada hal yang tidak wajar dilakukan seorang ibu yang mencoba menyadarkan anaknya," kata Kurnia kepada Monitorindonesia.com, Sabtu (10/2/2024).

https://monitorindonesia.com/storage/news/image/4599548c-cb02-44a9-82c6-306317a8f35f.jpg
Kriminolog UI, Kurnia Zakaria (Foto: MI/Aswan)

Korban waktu itu menurut ibunya Tamara, Dante jago berenang dan ingin berenang, maka dititipkan pada pacarnya (diakui temannya) di  kolam renang Taman Air Tirtamas dan saat di lokasi langsung berenang. 

Sedangkan saksi Tamara berangkat ke tempat shooting film FTV (sinetron) setelah mengantarkan anaknya ke pacarnya adi kolam renag Tirtamas. Saat shooting diberitahu pacarnya/pelaku, anaknya dibawa ke RS Islam Pondok Kopi. 

Saat pemakaman pada hari Minggu (28/1/2024)  tidak dilakukan autopsi atau otopsi forensik karena korban sudah dimandikan dan siap dikanfani, juga merasa tidak perlu autopsi lagi. 

Tetapi menurut Tamara, setelah korban dimakamkan di TPU Jeruk Purut Jakarta Selatan perlu lapor ke polisi karena menduga anaknya meninggal tidak wajar.

Saat pelaku YA ditangkap unit Jatanras Polda Metro Jaya begitu tenang saat sedang tidur di kamarnya lantai dua dikontrakan, rumah mewah kosong  di Jl. Kelapa Kopyor VII Blok A.6  No.5 Pondok Kelapa bersama Jakarta Timur Jumat dini hari pada tanggal (9/2/2024).  

Jejak digital YA di akun instagramnya tidak aktif @arfandimou dan akun twitter@yudha_arfandi yang sudah berganti nama status akunnya. Adalah anak pengusaha Budi Ahmad dan pernah menikah secara mewah dengan Vanesia Anastya Pricilia (VAP) tanggal 8 April 2019 lalu dengan mas kawin emas 22 gram. 

"Belum ada kejelasan apakah sudah bercerai?" tanya Kurnia.

Yudha Arfandi diduga melanggar pasal 76C jo pasal 80 UU No.35 Tahun 2014 tentang UU Perubahan UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 

Dan juga penyidik mengenakan YA dengan pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana) dan/atau pasal 338 KUHP (pembunuhan) dan/atau pasal 359 KUHP (kelalaian mengakibatkan kematian korban).

Penyebab kematian dari melihat potongan rekaman CCTV yang viral diduga korban meninggal karena paru-parunya penuh air dan lambungnya kemasukan air dan asam tinggi karena kehabisan oksigen dan urat syaraf tidak bereaksi karena rusaknya jantung kemasukan air dan tekanan pada dada yang kembung penuh air kolam renang yang diduga bercampur kaporin sehingga korban mual dan mabuk sehingga muntah-muntah. 

"Detak jantung rendah dibawah 60 detak/detik. Kesadaran hilang karena tensi rendah dan detak nadi lambat sehingga syaraf terganggu mengakibatkan tak sadar diri," beber Kurnia.

"Sulit bernafas karena sesak di dada dan tidak mengalirnya oksigen ke otak. Secara kodrat seorang anak kecil suka bermain air dan berenang, jadi wajar Dante yang tadinya malas berenang bersama YA mau dititipkan berenang bersama pelaku YA tanpa ada pengawasan dari ayah ibunya," tambah Kurnia.

Niat Pelaku bisa diduga ingin hidup bersama pacarnya Tamara tidak ingin diganggu adanya korban (korban dianggap beban hidupnya nanti). Pelaku juga mempunyai latar belakang traumatis dimana akibat perkawinan sebelumnya bersama VAP ataupun karena pengalaman masa lalu sehingga dirinya yang hidup penuh kemewahan dan fasilitas yang diberikan orangtuanya maupun lingkungan sosialita dimana ada rekaman jejak digital sempat foto bersama satu meja dengan Raffi Ahmad dan rekan bisnisnya. 

Kurnia Zakaria menduga YA adalah anak “manja’’ yang tak pernah merasakan ‘susahnya mencari uang’ sehingga merasa korban sebagai beban dan korban “tidak bisa dikendalikan”. Korban punya berbagai rencana agar korban menyingkir dari hidupnya. 

"Artinya emosi pelaku kemungkinan bersifat tempramental dan egois. Sehingga tidak perlu memberi rasa sayang atau kasih (penyayang) dan tidak suka anak kecil. Rasa individu dan tidak mau ada saingan dirinya (YA) sangat tinggi. Anak kecil dianggap saingan dan penghalang  untuk mendapatkan kasih sayang kekasihnya," jelas Kurnia.

Pelaku juga berperilaku pendendam dan mudah tersinggung, tetapi pelaku juga bisa “melakoni’ perilakunya menutupi perbuatannya dari  orang lain (bersandiwara). 

Dalam kesaksian sahabat ibunya, pelaku YA tidak pernah kelihatan setelah kejadian. YA pun tidak hadir saat pemakaman dan Tahlilan hingga 7 hari. Dan Tamara juga menyatakan sejak di IGD RS Islam Pondok Kopi  putus komunikasi dengan YA. 

Kurnia pun menduga, YA waktu masa kecil ataupun masa dewasa pelaku yang penuh kenakalan remaja (delinkuensi) artinya merasa kebal hukum, hidup berkecukupan dan bebas bergaul di kalangan atas yang penuh gengsi (sosialita) dan hedonisme (suka kemewahan). 

"Pelaku diduga mudah melepas tanggungjawab pada orang lain dan tidak mau dibebani tanggungan beban hidup penuh keterikatan dan tanggung jawab, diakibatkan dari latar belakang keluarga dan pengalaman hidupnya serta pergaulan YA selama hidupnya," bebernya.

YA condong pada individu yang tidak merasa bersalah dan selalu merasa dibela oleh keluarganya bila bermasalah dengan orang lain. Selalu mendapatkan alasan pembenaran dan merasa selalu ada perlindungan dari keluarganya. 

Dimana ada video viral saat penangkapan YA dikamar begitu tenang dan tidak panik tetapi juga bukan juga pasrah dan bersalah. Aura muka saat ditampilkan dengan tangan diborgol  hanya menunduk malu ketahuan perbuatannya dan kebohongannya. 

"YA  seperti pepatah “Senang melihat orang susah, Susah melihat orang senang”," cetus Kurnia.

Dari luka-luka yang ada pada korban, Kurnia juga menduga alasan Tamara tidak mau tindakan otopsi pada tangga (27/1/2024) karena saksi Tamara menyadari akibat gigitan dan cubitan pada korban saat di IGD RS akan bermasalah dikemudian hari. 

Tamara juga berbohong pelaku diakui hanya temannya bukan pacarnya.

Menurut Kurnia seharusnya penyidik mendalami alasan Tamara luka-luka pada korban akibat gigitan dan cubitan menimbulkan memar luka di korban yang masih berbekas saat di ekshumasi setelah 9 hari lebih dikuburkan secara wajar dan layak. 

"Wajarkah alasan Tamara mengakui bekas luka gigitan dan memar cubitan timbul sebagai upaya dirinya membangunkan korban yang koma dan sudah membiru berbaring terbujur kaku di IGD RS Islam Pondok Kopi".

Artinya Tamara bila shock berat, menurut Kurnia tidak wajar Tamara mengigit dan mencubit korban yang diduga sudah meninggal dunia walaupun tidak menerima merasa kehilangan Dante anak tunggal dan kesayangan.
 
"Oleh sebab itu bila menikah kita harus tahu bobot bibit bebet calon pasangan kita. Harta suami harus lebih banyak daripada istrinya (minimal setara penghasilan) karena bila ada ketimpangan bisa menimbulkan perceraian dan konflik keluarga".

Juga melihat perilaku agamisnya (ketaatan pada ajaran agamanya) pasangan hidup. Dan melihat agamanya paling utama, walaupun banyak kasus perceraian karena alasan ekonomi sehingga menimbulkan percekcokan terus menerus antara suami istri. 

"Keturunannya dimaksudkan lebih  mengenal dan memahami keluarga besarnya  karena harus penyesuaian perbedaan latar belakang sosial, status, pendidikan, dan kultur antara pasangan hidup masing-masing," demikian Kurnia Zakaria.

Kronologi Singkat

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi menjelaskan peristiwa terjadi pada Sabtu (27/1/2024) sekitar pukul 17.30 WIB. Saksi di lokasi mengungkapkan korban sempat muntah saat berenang.

"Ada beberapa saksi yang melihat korban sedang berenang di kolam renang. Kemudian ada yang melihat korban muntah-muntah dan ketika diangkat ke atas, korban sudah tidak sadarkan diri," kata Ade Ary, Selasa (6/2/2024).

Dante langsung dilarikan ke rumah sakit. Namun sesampai di rumah sakit, korban dinyatakan sudah meninggal dunia dalam perjalanan.

Kasus ini awalnya ditangani oleh Polsek Duren Sawit. Olah TKP telah dilakukan dan CCTV juga dicek. Kemudian kasus itu diambil alih Polda Metro Jaya untuk mempercepat proses penyelidikan. Sebanyak 10 saksi diperiksa. (wan)