Film Dirty Vote Rilis di Awal Masa Tenang Pemilu, Ini Alasannya

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 12 Februari 2024 10:21 WIB
Film Dirty Vote Bongkar Dugaan Kecurangan Pilpres 2024 [Foto: YT/@DirtyVote]
Film Dirty Vote Bongkar Dugaan Kecurangan Pilpres 2024 [Foto: YT/@DirtyVote]

Jakarta, MI - Sutradara film dokumenter Dirty Vote, Dandhy Dwi Laksono, mengungkapkan alasan, mengapa peluncuran film dokumenter dilakukan di awal masa tenang pemilu. 

Seperti diketahui, Dirty Vote menggali penggunaan berbagai instrumen kekuasaan yang bertujuan memenangkan pemilu, meskipun hal tersebut bertentangan dengan prinsip demokrasi.

Dandhy berharap film itu bisa menjadi bahan edukasi bagi masyarakat, menjelang pemungutan suara yang direncanakan dilakukan pada 14 Februari 2024 mendatang. 

"Seyogyanya Dirty Vote akan menjadi tontonan yang reflektif di masa tenang pemilu," kata Dandhy, dikutip Senin (12/2). 

"Diharapkan 3 hari yang krusial menuju hari pemilihan, film ini akan mengedukasi publik serta banyak ruang dan forum diskusi yang digelar," tambahnya.

Dandhy berharap semua elemen masyarakat, untuk sejenak mengesampingkan dukungan politik kepada para calon presiden-calon wakil presiden, dan menyimak isi dokumenter itu secara terbuka. 

"Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres. Tapi hari ini, saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara," ujar Dandhy. 

Di dalam film dokumenter itu menampilkan 3 orang pakar hukum tata negara. Mereka adalah Feri Amsari, Bivitri Susanti, dan Zainal Arifin Mochtar. Ketiganya memaparkan tentang penyimpangan yang terjadi, dalam berbagai hal terkait proses Pemilu di dalam Indonesia yang menerapkan praktik demokrasi. 

Menurut Ketua Umum Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SIEJ) sekaligus produser, Joni Aswira, dokumenter itu turut memfilmkan hasil riset kecurangan pemilu yang selama ini dikerjakan koalisi masyarakat sipil. 

Biaya produksi film Dirty Vote, kata Joni, dihimpun melalui pengumpulan dana (crowd funding), sumbangan individu dan lembaga. 

“Biayanya patungan. Selain itu Dirty Vote juga digarap dalam waktu yang pendek sekali sekitar dua minggu, mulai dari proses riset, produksi, penyuntingan, hingga rilis. Bahkan lebih singkat dari penggarapan End Game KPK (2021),” kata Joni. 

Sejumlah lembaga yang berkolaborasi dalam film itu adalah Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Greenpeace Indonesia, dan Indonesia Corruption Watch.

Kemudian, Jatam, Jeda Untuk Iklim, KBR, LBH Pers, Lokataru, Perludem, Salam 4 Jari, Satya Bumi, Themis Indonesia, Walhi, Yayasan Dewi Keadilan, Yayasan Kurawal, YLBHI, dan Watchdoc.