MK Minta Angka Ambang Batas Parlemen Diatur Secara Rasional

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 2 Maret 2024 10:22 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi (Foto: Dok MI)
Gedung Mahkamah Konstitusi (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Enny Nurbaningsih menegaskan, putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023 kemarin, tidak menghapus ketentuan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold 4 persen. 

Hal ini disampaikan Enny menanggapi kontroversinya putusan MK itu di sosial media.

"Putusan Nomor 116 tidak meniadakan treshold sebagaimana dapat dibaca dari amar putusannya," kata Enny kepada wartawan, Jumat (1/3). 

Enny menjelaskan, dalam Putusan Nomor 116 itu, MK menyerahkan kepada pembuat undang-undang untuk menentukan besaran angka persentase ambang batas parlemen. Namun, dalam menentukan angka prosentasenya, harus rasional disertai kajian yang jelas dan komprehensif. 

Sehingga dapat meminimalkan disproporsionalitas tinggi, yang menyebabkan banyak suara sah terbuang. Akibatnya, sistem proporsional yang digunakan, tetapi hasil pemilunya tidak proporsional. 

Oleh sebab itu, putusan MK Nomor 116 tersebut, meminta pembuat UU mengubah ambang batas parlemen 4 persen yang diatur dalam Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dengan angka yang rasional. Adapun proses revisi ambang batas parlemen 4 persen ini dilakukan sebelum penyelenggaraan Pemilu 2029. 

"Untuk Pemilu 2029 dan seterusnya sudah harus digunakan ambang batas dengan persentase besaran yang dapat menyelesaikan persoalan tersebut," pungkasnya. 

Sebelumnya, MK memutus ambang batas parlemen 4 persen tetap berlaku pada Pemilu Serentak 2024. MK juga memutus ambang batas parlemen konstitusional bersyarat di Pemilu 2029.

Agar ambang batas parlemen tetap bisa dipakai di pemilu selanjutnya, MK memerintahkan perubahan. Hal itu dikarenakan ambang batas parlemen selama ini dibuat tanpa penghitungan yang jelas.

"Menyatakan norma pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ... adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya sepanjang telah dilakukan perubahan," tutur ketua majelis hakim MK Suhartoyo membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta pada Kamis (29/2).

MK memberi lima poin tuntunan untuk merumuskan ulang ambang batas parlemen baru. Poin pertama adalah ambang batas parlemen baru harus didesain untuk digunakan secara berkelanjutan.

MK juga menekankan ambang batas harus tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional. Pencegahan besarnya suara yang tak dapat dikonversi menjadi kursi DPR RI menjadi sorotan MK.

Selanjutnya, perubahan ambang batas parlemen harus tetap memperhatikan penyederhanaan partai politik. Poin keempat adalah perumusan ulang ambang batas parlemen harus selesai sebelum tahapan Pemilu 2029 digelar.

Poin kelima, perubahan harus melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna. MK berkata partai-partai nonparlemen juga harus diajak merumuskan ambang batas parlemen baru.

"Ini putusan yang sangat baik sebetulnya untuk penataan sistem pemilu ke depan dan menjamin proporsionalitas hasil pemilu," ucap Fadli di Gedung MK, Jakarta pada Kamis (29/2).