PDI Perjuangan Belum Nyerah

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 23 April 2024 23:26 WIB
Dr. Topane Gayus Lumbuun (kemeja putih) (Foto: Ist)
Dr. Topane Gayus Lumbuun (kemeja putih) (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Tim Hukum Dewan Pengurus Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPP PDIP) mengatakan bahwa gugatannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bisa disidangkan terkait langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang menerima Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai kandidat di Pilpres 2024.

Hal itu dilakukan usai kalah dalam gugatan sengketa Pilres yang telah bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam gugatannya di PTUN, Tim Hukum DPP PDIP meminta KPU RI agar menunda penetapan paslon nomor urut dua itu yang diagendakan pada Rabu (24/4/2024) besok.

"Saya harus menegaskan sidang putusan hari ini di PTUN dipimpin oleh Ketua PTUN Jakarta. Hasil dari putusan yang disampaikan adalah permohonan kami layak untuk diproses dalam sidang pokok perkara karena apa yang kami temukan seluruhnya tadi pagi menjadi putusan ini," kata salah satu Tim Penasihat Hukum Prof. Dr. Topane Gayus Lumbuun dalam konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Selasa (23/4/2024).

Gayus menyatakan pihaknya juga sudah mendatangi KPU RI untuk menyampaikan putusan hakim PTUN.

"Bahwa hasil putusan dismissal PTUN hari ini memberikan harapan besar bagi kami untuk nantinya pada proses persidangan apa yang telah diputuskan kami dianggap layak untuk dilanjutkan tadi, menjadikan satu celah hukum ini masih bisa ditegakkan di negara kita, artinya hukum masih berdaulat di negara kita," kata Gayus.

Menurut Gayus, gugatan yang diajukan terkait langkah KPU yang telah melawan hukum karena menerima Gibran sebagai calon wakil presiden.

"Kalau saya katakan justru di PTUN inilah akan terbaca, terungkap semua persoalan karena adanya pelanggaran hukum oleh penguasa. Dan ini akan keungkap," kata Gayus.

Dia menerangkan KPU RI seharusnya taat hukum dalam menjalankan peraturan. Dengan diterimanya gugatan PDIP ke persidangan, Gayus menyampaikan KPU RI harus menunggu proses pengadilan dan tidak menetapkan Prabowo-Gibran.

"Itu yang kami inginkan supaya jangan ada justice delay. Jadi keadilan yang terlambat nanti kalau buru-buru ditetapkan. Bersabar, beri kesempatan hukum untuk menentukan apakah penguasa yang menyalahgunakan kekuasaan ini sudah patut untuk memutuskan atau menetapkan," kata Gayus.

Dia menegaskan permohonan yang diajukan ke PTUN secara hukum berbeda dengan yang dimohonkan para pihak pemohon di Mahkamah Konstitusi (MK) RI.

Jika di MK menyidangkan mengenai hasil proses pemilu, sementara di PTUN ialah menelusuri bahwa apakah ada pelanggaran oleh pejabat negara yang bernama KPU.

"Dan apakah ada pelaksanaan pemilu yang dilakukan oleh penguasa aparatur negara yang menyimpang, ini tugas kami. Sehingga apa yang kami ajukan adalah satu proses yang bermuara kepada apa yang disebut sebagai dalam bahasa hukum administrasi," kata Gayus.

Dalam gugatan di PTUN, Gayus menyatakan pihaknya akan menyodorkan adanya pelanggaran-pelanggaran, sehingga hasil pemilunya berubah atau ada konflik lainnya. Selain itu, Tim Kuasa Hukum PDIP juga ingin menunjukkan adanya pelanggaran proses oleh KPU.

"Kami harapkan agar keputusan hakim ini yang memiliki ruang hukum untuk melakukan prosesnya yaitu harapan kami KPU harus bisa menyadari, KPU harus taat hukum, hukum itu bisa berdaulat di negara ini yang menunda penetapan pasangan yang dianggap menang yang sudah final and binding yang tidak begitu utuh karena masih ada persoalan baru yang dipersoalkan di pengadilan lainnya yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara yang akan menyidangkan apakah ada pelanggaran, apakah ada pembiaran itu kira-kira," kata Gayus.

Maka ada dengan ini pun saya menyatakan kepada publik amicus curiae silahkan mendukung proses hukum yang diadakan di PTUN, seluruh elemen yang akan melakukan persahabatan untuk menegakkan negara hukum ini amicus curiae silahkan kembali hidup untuk bisa mengingatkan, bisa memberikan dukungan kepada proses pengadilan di KPU.

Tim Kuasa Hukum DPP PDIP lainnya, David Surya menambahkan salah satunya dalil yang diajukan pihaknya ialah adanya tindakan faktual yang dilakukan oleh KPU yang dianggap melawan hukum.

"Dan kami tadi juga sudah menyampaikan di hadapan ketua yang memimpin proses dismissal, kami sudah menyampaikan bahwa ini berbeda dengan rezim hukum pemilu, ini rezim hukum administrasi pemerintahan dan tentunya karena yang menjadi tergugat adalah KPU. Akhirnya memiliki konsekuensi terhadap tindakan-tindakan yang nantinya diambil oleh KPU," kata David.

Sementara itu, Tim Kuasa Hukum lainnya, Alvon Kurnia Palma mengatakan ada tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau usaha negara dalam hal ini KPU yang seharusnya dikualifikasikan menjadi dua bentuk.

"Pertama tindakan. Kemudian yang kedua adalah pembiaran Itu dikatakan sebagai commission dan omission. Nah, di mana letak adanya omission kami melihat bahwa KPU itu kan harus bertindak berdasarkan peraturan perundangan-perundangan salah satunya adalah Peraturan KPU Nomor 19. Nah, faktualnya KPU pada saat menerima pendaftaran Itu tidak berdasarkan Peraturan KPU nomor 19 dan tidak juga berdasarkan peraturan KPU nomor 19. Karena peraturan KPU Nomor 23 itu tidak bisa berlaku surut," kata Alvon.

"Nah, artinya harus kepada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023. Nah, kalau itu artinya Gibran dan kemudian Prabowo itu tidak bisa terdaftar," jelas Alfon.

Karena itu, lanjut Alvon, KPU telah melakukan pembiaran-pembiaran yang hakikatnya bertentangan dengan peraturan perundangan-perundangan.

Adapun MK sebelumnya menolak permohonan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 yang diajukan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

"Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).

Mahkamah menilai semua dalil kubu Ganjar-Mahfud dalam permohonan gugatannya tidak beralasan menurut hukum.

Tak hanya itu, eksepsi termohon, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tentang pokok permohonan juga dinilai tidak beralasan menurut hukum. MK beralasan permohonan yang diajukan masih dalam tenggang waktu.

"Mahkamah menilai eksepsi Pemohon dan Pihak Terkait tidak beralasan menurut hukum. Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo permohonan diajukan masih dalam tenggang waktu yang ditentukan sesuai peraturan perundangan-undangan," kata Hakim Suhartoyo.

Tak hanya Ganjar-Mahfud, MK juga menolak permohonan gugatan sengketa hasil Pilpres 2024 yang dilayangkan kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

MK menganggap dalil permohonan yang diajukan Ganjar-Mahfud saling berkaitan dengan yang diajukan pemohon Anies-Imin. Sehingga, MK memilih tidak membacakan pertimbangan-pertimbangan hukum dari dalil permohonan Ganjar-Mahfud.

MK menyatakan pertimbangan detail dapat dibaca dalam berkas lengkap putusan yang akan diserahkan usai sidang.

Detail dalil-dalil permohonan yang diajukan pasangan Anies-Imin dan Ganjar-Mahfud seluruhnya dinilai tidak beralasan menurut hukum.

Mulai dari permohonan agar pasangan nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka didiskuailifikasi.

MK juga menyatakan dalil yang menganggap Presiden Joko Widodo melakukan cawe-cawe hingga melakukan nepotisme lantaran mendukung Prabowo-Gibran tidak beralasan menurut hukum.

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim MK menegaskan bahwa pembagian bansos oleh Presiden Joko Widodo tak menyalahi aturan. Jokowi dinilai orang yang tepat dalam proses pembagian bansos secara langsung karena posisinya sebagai kepala negara dan memiliki mandat dari masyarakat.

MK juga telah menetapkan bahwa penyaluran bansos tak memiliki dampak signifikan untuk mengubah pilihan politik masyarakat.

Pihak Pemohon, yaitu tim hukum Timnas AMIN dan TPN Ganjar-Mahfud, tidak bisa mendalilkan bukti penyaluran bansos mengubah perspektif pemilih.

Sementara itu, ada hakim MK yang mengajukan pendapat berbeda, yakni Saldi Isra, Enny Nurbainingsih, dan Arief Hidayat. Kendati demikian, Suhartoyo mengatakan pendapat mereka dianggap telah dibacakan pada perkara yang diajukan Anies-Imin sebagai pemohon.

"Terdapat putusan Mahkamah Konstitusi a quo, terdapat pendapat berbeda atau dissenting opinion dari 3 orang hakim konstitusi yaitu Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, serta Hakim Konstitusi Arief Hidayat,” kata Ketua MK Suhartoyo.

Topik:

PDIP MK PTUN