LQ Indonesia: Oknum Peminta Gratifikasi Harus segera Ditindak

Nicolas
Nicolas
Diperbarui 28 Oktober 2021 12:00 WIB
Monitorindonesia.com - Kantor hukum LQ Indonesia Lawfirm sudah menyuarakan banyaknya oknum reserse yang bermain kasus, dan menggaungkan tagar # Hukum oknum atas dugaan pemerasan lima-kosong-kosong yang mengema dan viral di media sosial. Dugaan permintaan gratifikasi oleh oknum Polri bermula ketika dua Laporan Polisi  (LP) yang oleh kuasa hukum LQ Indonesia Lawfirm berhasil diselesaikan secara Restorative Justice oleh tim kuasa hukum  langsung ke perusahaan gagal bayar tanpa bantuan dari Penyidik Polda Metro Jaya, di Subdit Fismondev unit 3 dan 5 dimintakan oleh tim kuasa hukum kepada Kasubdit Fismondev untuk dimohonkan penghentian penyelidikan dan penyidikan (SP3). Ketika minta di proses LP di Fismondev mandek, tapi ketika terjadi Restorative Justice, kuasa hukum dipersulit hingga kuasa hukum menulis surat ke Polda Metro Jaya cq Direktur Kriminal Khusus. Lalu datanglah panit unit 5 memanggil kuasa hukum untuk bertemu dan menyampaikan pesan bahwa dimintakan lima ratus juta rupiah untuk biaya penghentian penyidikan untuk dua LP di unit 3 dan 5 untuk tandatangan sampai level direktur. Hasil penyelidikan dan pemeriksaan Propam bahwa Panit dan penyidik fismondev terbukti melanggar etik dan akan segera disidangkan. Namun, LQ Indonesia Lawfirm masih menunggu tindakan nyata dari Propam Mabes yang sebelumnya memeriksa atasan panit dan penyidik tersebut, tidak ada kabar sampai saat ini, beda dengan gagahnya mereka ketika datang ke kantor pusat LQ yang sebelumnya minta bertemu dengan Ketua Pengurus LQ melalui telpon ke 0818-0489-0999. Kabid Humas LQ Indonesia Lawfirm Sugi dalam keterangan tertulis kepada wartawan menyampaikan, "Masuk diakal tindak, anak buah di unit 5 mampu mengkondisikan kewenangan menghentikan penyidikan di unit lain (3) yang bukan wewenang dia untuk menghentikan? Lalu masuk logika tidak, ketika kuasa hukum menyampaikan ke kasubdit secara lisan akan memintakan SP3 ke kasubdit dan menghubungi kasubdit melalui wa ingin bertemu membicarakan penghentian penyelidikan, tiba-tiba panit unit 3 lah yang menghubungi dan meminta kuasa hukum bertemu dan bicara masalah uang biaya koordinasi untuk hentikan penyidikan. Logikanya apabila tidak disuruh oleh pimpinan Fismondev akan tahu dari mana Panit unit 5 karena kuasa hukum tidak komunikasi ke Panit melainkan dengan pimpinan Fismondev (Kasubdit Fismondev)?" ucapnya heran. LQ Indonesia Lawfirm sebelumnya mengapresiasi Kapolri yang sudah ada perubahan positif dan berpikir ke arah yang benar. Namun, penindakan oknum dilapangan terutama Reserse oleh Propam tidak berjalan sebagaimana mestinya. Masyarakat mampu melihat apakah penindakan oknum dugaan pemerasan hanya basa-basi untuk mencari kambing hitam atau  benar membersihkan citra dan institusi Polri. "Jika Kapolri melalui Kadiv Propam tidak berani memeriksa dan menindak teradu pimpinan Fismondev apalagi setelah LQ memberikan surat aduan resmi ke Propam, maka dapat kami katakan bahwa arahan Kapolri tidak dihargai oleh bawahannya," katamya. Pimpinan dan perwira reserse, menjadi 'raja-raja kecil' yang memeras masyarakat yang meminta layanan hukum dan dijadikan obyek sapi perahannya. Tolong Kapolri atensi aduan propam, jika aduan  LQ yang diterima Propam, yang berisi bukti 5 dugaan pelanggaran etik tidak di tindaklanjuti oleh Propam, maka LQ akan lanjut somasi 2 ke Kapolri dan Kapolda atas dugaan melawan hukum dan kemudian mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Untuk apa ditindak anak buah saja, ketika pimpinan yang menyuruh anak buahnya menemui kuasa hukum dan terjadi dugaan pemerasan tidak ditindak. Besok-besok dijamin, kejadian akan berulang kembali ke orang lain. Aktor intelektualnya dibiarkan, anak buahnya dijadikan kambing hitam. Perwira dan pimpinan reserse tapi mengorbankan anak buah ketika ada masalah, itu kan wajah pimpina  Polri di Indonesia? Dimana jiwa ksatria dan prajurit, jadi bahan cemooh, ketika pimpinan takut dan korbankan anak buah," ucap Sugi. Sementara itu, senada dengan LQ Indonesia Lawfirm, Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso ingin Polri yang bersih dan dicintai masyarakat. "Polri harus berani mencopot kepala Reserse terkait, ketika dugaan pemerasan benar terjadi," kata Sugeng. Ketua Pengurus LQ Indonesia Lawfirm, Advokat Alvin Lim, sepaham dengan ketua IPW. "Tidak masuk logika, LQ bersurat kepada Direktur Kriminal Khusus dan mengirim pesan WA ke kasubdit ingin bertemu, dan tiba-tiba datang panit unit 5 minta ketemu kuasa hukum dan menginformasikan biaya Rp500 juta untuk SP3 di dua unit, unit 3 dan 5, di mana unit 3 bukan wewenang dia," katanya.[lin]

Topik:

-