Ulik Korupsi Jalur KA Medan Rp 1,3 Triliun, Kejagung Cecar Dua Eks Pejabat Kemenhub

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 28 Maret 2024 20:38 WIB
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI (Foto: MI/Aswan)
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengulik saksi-saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017–2023.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, pada Kamis (28/3/2024), menyampaikan, pihaknya memeriksa dua orang dalam kasus ini, yakni DBS selaku Kepala Biro Perencanaan Kementerian Perhubungan RI tahun 2015 - 2017 dan PBT selaku Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan RI periode 2016 - 2021.

Kejagung memeriksa mereka sebagai saksi untuk tujuh orang tersangka kasus dugaan korupsi proyek jalur kereta apa, yakni NSS, AGP, AAS, HH, RMY, AG, dan FG.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” kata Ketut.

Dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang–Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017–2023 senilai Rp1,3 triliun ini, Kejagung telah menetapan 7 orang tersangka.

Awalnya Kejagung menetapkanenam tersangka pada Jumat (19/1/2024), di antaranya NSS selaku pengguna anggaran dan kepala Bali Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2016-2017 dan AGP selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) proyek tersebut dan mantan kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2018.

“AAS dan HH, keduanya selaku PPK [Pejabat Pembuat Komitmen], RMY selaku Ketua Kelompok Kerja Pengadaan Konstruksi 2017, serta AG selaku direktur PT DYG juga selaku konsultan perencanaan dan konsultan supervisi pekerjaan,” ujar Kuntadi, Direktur Penyidikan Pidsus Kejagung.

Kejagung langsung menahan keenam orang tersangka tersebut selama 20 hari ke depan mulai dari 19 Januari sampai dengan 7 Februari 2023 untuk kepentingan proses penyidikan. Tersangka AAS, RMY, dan HH ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejagung, AG di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, dan NSS dan AGP di Rutan Salemba.

Selepas itu, Kejagung menetapkanpemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya, FG, sebagai tersangka setelah memeriksanya sebagai saksi padaSelasa (23/1/2024). 

Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) menetapkan status tersangka setelah mengantongi bukti permulaan yang cukup berdasarkan proses pemeriksaan saksi-saksi dan alat bukti yang telah diperoleh.

Kejagung langsung menahan tersangka FG di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari ke depan terhitung mulai tanggal 23 Januari sampai dengan Februari 2024.

Adapun kasus posisinya bahwa pada tahun 2017–2019, Balai Teknik Perkeretaapian Medan telah melaksanakan Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang–Langsa dengan nilai kegiatan sebesar Rp1,3 triliun.

Dalam pelaksanaan proyek tersebut, para tersangka diduga mengondisikan paket-paket pekerjaan, sehingga pelaksanaan lelang paket pekerjaan sesuai dengan kehendak mereka.

“Secara teknis, proyek tersebut tidak layak dan tidak memenuhi ketentuan karena sama sekali tidak dilakukan Feasibility Study (FS) atau studi kelayakan, serta tanpa adanya penetapan trase jalur Kereta Api oleh Menteri Perhubungan (Kemenhub).

“Akibat perbuatan tersangka FG bersama tersangka lainnya, besar kemungkinan proyek tersebut tidak dapat digunakan,” ujarnya.

Sedangkan untuk jumlah kerugian keuangan negara dari proyek senilai Rp1,3 triliun ini, lanjut Ketut, Tim Penyidik Pidsus Kejagung masih melakukan penghitungan dengan berkoordinasi secara intensif kepada pihak-pihak terkait.

“Tidak menutup kemungkinan proyek ini dikategorikan sebagai total loss karena tidak dapat digunakan sama sekali,” katanya.

Kejagung menyangka ketujuh orang tersebut melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.