Penyerahan Rp 8 Miliar Diduga Terkait BTS Kominfo, Percaya Kejagung Atau Maqdir Ismail?

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 16 Juli 2023 00:34 WIB
Jakarta, MI - Soal penyerahan Rp 8 miliar yang diduga berasal dari korupsi BTS 4G Bakti Kominfo. Percaya Kejaksaan Agung (Kejagung) atau kuasa hukum terdakwa Irwan Hermawan, Maqdir Ismail? Pasalnya, Kejagung sendiri tidak mengakui pengembalian Rp 8 miliar dari Maqdir itu. "Sampai saat ini saya belum menerima informasi pengembalian 8 miliar," ujar Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, dikutip pada Minggu (15/7). Menurut Ketut, pihak Irwan Hermawan baru mengembalikan uang pada Kamis (13/7). Itu pun bukan Rp 8 miliar, melainkan Rp 27 miliar dalam bentuk dolar Amerika Serikat melalui penasihat hukumnya. "Baru hari ini. Rekan-rekan kan sudah tahu semua pada hari ini beliau (penasihat hukum Irwan) datang baru pertama kali," kata Ketut. Sementara dari pihak Irwan Hermawan, mengungkapkan adanya pengembalian Rp 8 miliar ke Kejagung. "Kami juga sudah menyerahkan sebesar 8 miliar rupiah atas nama Irwan," kata Maqdir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (12/7). Uang Rp 8 miliar tersebut dikembalikan secara bertahap sebelum perkara Irwan bergulir di meja hijau. "Dalam proses penyidikan kami serahkan secara, ya tidak sekaligus, beberapa kali penyerahan," katanya. Irwan sendiri telah duduk di kursi pesakitan terkait perkara korupsi BTS Kominfo ini bersama lima terdakwa lainnya yaitu: Mantan Menkominfo, Johnny G Plate Eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif Tenaga Ahli HUDEV UI, Yohan Suryanto Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali Mereka dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Anang Latif, Galumbang Menak, dan Irwan Hermawan juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni Pasal 3 subsidair Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (Wan)