UU Kesehatan Wajibkan Smoking Room, Pemerintah Buka Ruang "Pembunuhan Massal"?

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 16 Juli 2023 14:45 WIB
Jakarta, MI - UU Kesehatan yang baru disahkan pemerintah dan DPR menuai polemik masyarakat. Salah satu pasalnya yang disoroti adalah aturan tentang kawasan tanpa rokok dan kewajiban menyediakan ruang untuk merokok atau smoking room sebagaimana tertuang di pasal 151 UU Kesehatan yang juga memantik reaksi para aktivis antirokok. Pada ayat 1 dijelaskan bahwa kawasan tanpa rokok terdiri atas fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar-mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum serta tempat lain yang ditetapkan. Kemudian pada ayat 2 menyebutkan bahwa pemda wajib menetapkan dan mengimplementasikan kawasan tanpa rokok di wilayah masing-masing. Namun pada ayat 3 menyebutkan bahwa pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib menyediakan tempat khusus untuk merokok. Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyatakan bahwa adanya smoking room merupakan cacat logika. Sebab, tempat umum dan tempat kerja diwajibkan menyediakan fasilitas untuk merokok. "Kelihatannya sepele, tetapi secara fundamental pasal ini cacat secara normatif, ideologis, dan bahkan etik moral,” Minggu (16/7). Pasal 149 ayat 1 dan 2 sudah menyebutkan bahwa produk tembakau termasuk zat adiktif yang penggunaannya dapat merugikan diri sendiri dan masyarakat. Selanjutnya pada pasal 4 disebutkan bahwa produksi, peredaran, dan penggunaan produk tembakau harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan dengan mempertimbangkan profil risiko kesehatan. "Bagaimana mungkin aktivitas penggunaan zat adiktif (merokok, Red) yang notabene menyakiti atau merusak diri sendiri dan orang lain, bahkan merupakan aktivitas bunuh diri, tetapi harus disediakan infrastruktur khusus?” kritik Tulus. Menurutnya, kewajiban menyediakan smoking room akan memberatkan pengelola tempat-tempat umum. Sementara itu, menurut Koalisi Perlindungan Masyarakat dari produk zat adiktif tembakau, secara material UU Kesehatan ini telah mengabaikan masalah konsumsi rokok dengan tidak tegas meregulasi dan membatasi konsumsi produk mengandung zat adiktif. "Salah satu rumusan pengaturan yang mencantumkan frasa 'wajib menyediakan ruang khusus merokok' dalam pasal Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebagai sebuah kemunduran yang fatal," kata Manik Marganamahendra mewakili Indonesia Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), dalam orasinya, Jum'at (14/7). Menurutnya, penyediaan ruangan merokok sama saja pemerintah telah membuka ruang pembunuhan massal, yang bahkan diwajibkan. Kondisi ini jelas membuat UU Kesehatan bertentangan dengan hak asasi manusia yang seharusnya mendapatkan layanan kesehatan yang layak dan udara bersih serta sehat. (Wan)