Gegara Airlangga Hartarto Negara Rugi Rp 6,47 Triliun di Kasus Korupsi CPO!

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 18 Juli 2023 21:06 WIB
Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan kebijakan Airlangga Hartarto selaku Menko Perekonomian membuat negara rugi Rp 6,47 trilun dalam korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya, termasuk minyak goreng (migor). Kasus ini telah menyeret 3 grup usaha yakni Wilmar Group, Musim Mas Group dan Permata Hijau Grup sebagai tersangka korporasi. “Karena kebijakan ini sudah merugikan negara cukup signifikan yang menurut putusan MA (Mahkamah Agung), kurang lebih Rp 6,47 triliun,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana kepada wartawan, Selasa (18/7). Maka dari itu, tegas Ketut, pihaknya harus memeriksa Ketua Umum Partai Golkar itu sebagai saksi untuk kepentingan penyidikan perkara yang dijadwalkan hari ini (18/7). Namun demikian Airlangga Hartarto tidak memenuhi panggilan Kejagung tanpa alasan yang jelas. Tidak hanya Airlangga Hartarto, penyidik disebut juga memiliki beberapa saksi yang layak untuk diperiksa. “Kami menggali dari sisi-sisi kebijakan yang dikeluarkan oleh yang bersangkutan ini,” ujarnya. Sebagai informasi, dalam perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya atau mafia migor periode Januari 2021-Maret 2022, telah selesai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Perkara sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah) di tingkat kasasi. Sebanyak lima terdakwa telah dijatuhi pidana penjara antara 5-8 tahun. Mereka adalah bekas Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indra Sari Wisnu Wardhana; anggota Tim Asisten Menko Perekonomian, Lin Chen Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Palulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA; dan GM Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togas Sitanggang. Dalam perkara itu, majelis hakim memandang, perbuatan para terpidana merupakan aksi korporasi. Majelis hakim menyatakan, yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi tempat para terpidana bekerja. Maka dari itu, korporasi harus bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian negara akibat perbuatan pidana yang dilakukannya. Mnurut majelis hakim, perbuatan para terpidana menimbulkan dampak signifikan, yaitu terjadinya kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan daya beli masyarakat, khususnya terhadap komoditi minyak goreng. Akibatnya, negara menggelontorkan dana kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai senilai Rp6,19 triliun. Ini untuk mempertahankan daya beli masyarakat terhadap minyak goreng. (Wan)