Panji Gumilang Tersangka, Pemerintahan Jokowi Dinilai Melayani Sentimen Politik Kelompok Konservatif

Nicolas
Nicolas
Diperbarui 2 Agustus 2023 21:54 WIB
Jakarta, MI - Penetapan Panji Gumilang (PG) sebagai tersangka kasus penodaan agama oleh Bareskrim Polri dinilai melayani sentimen politik kelompok konservatif. Di masa depan akan terus berjatuhan korban kriminalisasi menggunakan pasal-pasal penodaan agama. Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan dalam keterangan tertulis yang diterima Monitorindonesia.com, Rabu (2/8) malam. SETARA Institute tidak kaget dengan penetapan Panji Gumilang sebagai tersangka penodaan agama. "Meskipun oleh sebagian ahli agama dan akademisi apa yang dinyatakan PG merupakan bentuk kebebasan berpendapat yang lumrah dalam khazanah keagamaan, namun sebagaimana menjadi pola sepanjang pemerintahan Jokowi, langkah ini merupakan cara mudah untuk melayani selera dan sentimen politik kelompok konservatif, terutama di tahun politik," ujar Halili Hasan. SETARA juga memandang bahwa pemerintahan Jokowi telah meninggalkan warisan yang buruk bagi kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) dan kebebasan berekspresi di Indonesia. Sepanjang hukum penodaan agama masih digunakan, SETARA Institute memandang bahwa di masa depan akan terus berjatuhan korban kriminalisasi menggunakan pasal-pasal penodaan agama. Dengan memanipulasi otoritas agama, kata Halili, seseorang atau komunitas tertentu akan dengan mudah dikriminalisasi melalui proses yang diklaim pemerintah sebagai penegakan hukum. "Penetapan tersangka PG menambah deret pelanggaran KBB dan pelanggaran kebebasan berekspresi pada pemerintahan Jokowi. Presiden tidak bisa mengabaikan fakta ini, bukan saja karena kepolisian dan kejaksaan berada di bawah wewenangnya, akan tetapi menguat gejala ketundukan aparatur pemerintahan pada fatwa MUI yang secara legal bukanlah peraturan perundang-undangan," katanya. Meski Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berulangkali mendesak agar negara anggotanya menghapus hukum penodaan agama dari hukum nasional sebagai salah satu prasyarat negara demokrasi, hingga kini pemerintahan Jokowi selalu tunduk pada pandangan keagamaan MUI dan kelompok keagamaan konservatif. SETARA Institute mempertanyakan retorika keberlanjutan yang digaungkan oleh pemerintahan Jokowi. Keberlanjutan impunitas dan keberlanjutan pelanggaran HAM, termasuk kriminalisasi dengan menggunakan pasal-pasal penodaan agama, merupakan sisi minor dari retorika keberlanjutan oleh pemerintahan ini. "Kriminalisasi PG merupakan penegas bahwa pelanggaran HAM, khususnya pelanggaran KBB dan kebebasan berekspresi, akan berlanjut," tandas Halili. Lonjakan Kasus Penodaan Sebagaimana diberitakan sebelumnya, penetapan tersangka Panji Gumilang dilakukan oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri setelah melakukan gelar perkara yang dilakukan usai memeriksa Panji Gumilang selama sekitar 4 jam. SETARA Institute mencatat bahwa sepanjang pemerintahan Jokowi terjadi lonjakan hebat kasus-kasus penodaan agama. Data SETARA menunjukkan, hingga akhir 2022 telah terjadi 187 kasus penodaan agama, dengan rincian: Eempat kasus pada rentang 1955-1966 mpat kasus antara 1967-1998 0 kasus sepanjang 1999-2001 tiga kasus pada rentang 2002-2003 54 kasus sepanjang 2004-2013 122 kasus pada rentang 2014-2022. [Lin]