PLN Rugi Rp5,69 Triliun, BPK Soroti Masalah BUMN

Rendy Bimantara
Rendy Bimantara
Diperbarui 6 Desember 2023 11:26 WIB
Ilustrasi Petugas PLN (Foto: Shutterstock)
Ilustrasi Petugas PLN (Foto: Shutterstock)

Jakarta, MI - Di antara masalah yang ditangani oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) adalah sebelas BUMN dan anak perusahaan.

Dalam Rapat Paripurna DPR RI pada hari Selasa (5/12), Ketua BPK RI Isma Yatun menyampaikan hal itu saat menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2023 (juga dikenal sebagai IHPS I 2023). 

Dalam IHPS I Tahun 2023, dia menyampaikan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). Hasil ini mencakup pendapatan, biaya, dan investasi pada sebelas BUMN atau anak perusahaannya.

BPK menyoroti persoalan tarif layanan khusus sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM kepada pelanggan premium belum sepenuhnya diterapkan oleh PT PLN. Menurutnya, tarif yang dikenakan PLN saat ini menggunakan tarif reguler ditambah nilai layanan premium.

“Hal itu mengakibatkan PLN kehilangan pendapatan sebesar Rp5,69 triliun pada uji petik tahun 2021,” imbuhnya.

Dia mengatakan IHPS ini juga memuat dua hasil pemeriksaan kinerja, yang terdiri atas satu objek pemeriksaan pemerintah pusat dan satu objek pemeriksaan BUMN, dengan tema prioritas nasional penguatan ketahanan ekonomi.

Pemeriksaan kinerja tersebut antara lain pengelolaan batu bara, gas bumi, dan energi terbarukan dalam pengembangan sektor ketenagalistrikan untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan, dan keberlanjutan energi TA 2020 hingga semester I 2022 pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

Hasil pemeriksaan mengungkapkan bahwa Pemerintah telah melakukan di antaranya menyusun road map menuju Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060 dan mengamankan pasokan batu bara dan gas bumi untuk kepentingan dalam negeri, antara lain berupa kebijakan domestic market obligation (DMO) batu bara dan alokasi gas bumi.

Namun, lanjutnya, masih terdapat permasalahan yang dapat memengaruhi capaian pemerintah tersebut secara signifikan. Antara lain, belum dilakukan sepenuhnya mitigasi risiko atas skenario transisi energi menuju NZE pada tahun 2060.

 “Serta rendahnya kemajuan proyek Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik [RUPTL] yang berpotensi terjadinya kekurangan pasokan pada sebagian besar sistem kelistrikan nasional,” pungkasnya. (Ran)

 

Topik:

pln bumn bpk pln-rugi