Utang Luar Negeri Indonesia Naik 2,7 Persen, Simak Penjelasan BI

Zefry Andalas
Zefry Andalas
Diperbarui 15 Februari 2024 14:02 WIB
Bank Indonesia. (Foto: Ist)
Bank Indonesia. (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Bank Indonesia (BI) mengumumkan utang luar negeri (ULN) Indonesia pada kuartal keempat tahun 2023 naik menjadi US$ 407,1 miliar. Angka itu naik 2,7 persen secara year on year (yoy) dibandingkan kuartal sebelumnya yang tumbuh 2,7 persen.

Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menjelaskan kenaikan utang itu utamanya berasal dari transaksi ULN sektor publik. Selain itu, ada kenaikan utang yang dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global termasuk rupiah.

Namun begitu, Erwin menilai utang pemerintah tetap terkendali serta dikelola secara terukur dan akuntabel. Utang luar negeri pemerintah pada akhir kuartal keempat 2023 sebesar US$ 196,6 miliar atau naik 5,4 persen (yoy). Kenaikan tersebut lebih tinggi dari kenaikan nilai utang pemerintah 3,3 persen (yoy) pada kuartal sebelumnya.

Dalam laporannya, perkembangan utang luar negeri terutama disebabkan oleh penarikan pinjaman luar negeri, khususnya pinjaman multilateral, untuk mendukung pembiayaan beberapa program dan proyek.

Kenaikan ULN pemerintah juga dipengaruhi oleh peningkatan penempatan investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik dan internasional, seiring sentimen positif kepercayaan pelaku pasar sejalan dengan mulai meredanya ketidakpastian pasar keuangan global

"Pemerintah berkomitmen tetap menjaga kredibilitas dengan memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu, serta mengelola ULN secara hati-hati, efisien, dan akuntabel," kata Erwin dalam keterangan tertulis, Kamis (15/2).

Adapun sebagai salah satu komponen dalam instrumen pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan dalam rangka melanjutkan momentum pertumbuhan ekonomi, pemanfaatan utang itu terus diarahkan untuk fokus mendukung upaya pemerintah dalam pembiayaan sektor produktif serta belanja prioritas.

Dukungan pembiayaan tersebut di antaranya mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (23,7 persen dari total ULN pemerintah), administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (18,9 persen), jasa pendidikan (16,6 persen), konstruksi (14,1 persen), serta jasa keuangan dan asuransi (9,7 persen).

"Posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,8 persen dari total ULN pemerintah," kata Erwin.

Sementara itu, utang luar negeri swasta tetap terkendali serta melanjutkan kontraksi pertumbuhan. Per akhir tahun lalu, tercatat US$ 197 miliar utang luar negeri swasta, atau terkontraksi pertumbuhannya sebesar 1,9 persen (yoy), melanjutkan kontraksi pada kuartal ketiga tahun lalu sebesar 3,5 persen (yoy).