Purbaya Pastikan Independensi BI Tetap Terjaga Meski UU PPSK Direvisi
Jakarta, MI - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa independensi Bank Indonesia (BI) akan tetap terjaga meski Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) direvisi.
Menurut Purbaya, draf perubahan regulasi yang saat ini dibahas tidak mengubah posisi BI sebagai otoritas moneter independen.
Draf revisi UU PPSK yang sempat beredar sebelumnya menunjukkan adanya penambahan serta perubahan pada sejumlah aspek penting, terutama terkait pengendalian lembaga Komite Sistem Stabilisasi Keuangan (KSSK) pemerintah dan parlemen.
"Mereka [BI] masih tetap independen, yang bisa kelihatannya tidak terlalu banyak berubah [dari UU PPSK yang baru] jadi independensinya masih terjamin," ujar Purbaya di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (3/12/2025).
Ia menambahkan, sejumlah ketentuan yang berkaitan dengan pasar dan pemberdayaan juga tidak mengalami pergeseran signifikan dari aturan awal. Karena itu, ia menilai tidak ada gangguan terhadap mandat dan kewenangan BI.
"Ada versi yang salah keluar, tapi dari revisi [UU PPSK] yang terakhir yang keluar adalah yang tidak terlalu beda dengan yang baru," tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menyampaikan bahwa DPR dan pemerintah memang berniat mengubah peran Bank Indonesia kembali seperti ketika era Orde Baru. Hal ini akan segera diwujudkan melalui revisi UU PPSK.
"BI akan menjadi bank sentral yang di zaman Orde Baru dulu. Peran pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja itu nyata," ucap Misbakhun.
Ia menjelaskan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8%. Untuk mencapai sasaran ambisius tersebut, menurutnya, dibutuhkan mesin sumber pertumbuhan ekonomi yang tidak semata hanya dari fiskal, melainkan juga dorongan dari kebijakan di sektor moneter.
"Maka kami memberi penguatan penuh, bagaimana peran bank sentral mendorong pertumbuhan ekonomi. Kami beri penguatan karena bank sentral pilihannya dua, pro-growth dan pro-stability," katanya.
Ia menuturkan, revisi UU PPSK dilakukan untuk menyempurnakan regulasi di sektor keuangan, termasuk bank sentral. Kendati demikian, dia mengklaim tak akan mengganggu independensi bank sentral.
"Tidak ada satu pun independensi dari BI yang kami pengaruhi," tegasnya.
Sebelumnya, Chief Economist Perbanas Dzulfian Syafrian menyatakan bahwa independensi Bank Sentral sendiri justru merupakan harga mati, yang diharapkan menjadi instrumen lembaga netral dalam mencegah krisis moneter nasional.
"Independensi BI itu kan harga mati ya. Karena di ekonomi itu kan ada gas ada rem," ujar Dzulfian, Kamis (25/9/2025).
Dzulfian kemudian menyinggung krisis moneter 1998 sebagai contoh nyata. Menurutnya, pada masa itu pemerintah bersama BI mengambil kebijakan yang kurang tepat, yang semakin membuat krisis menjadi-jadi.
Ia menilai, keputusan yang kurang tepat saat itu terjadi karena bank sentral masih berada di bawah kendali pemerintah, sehingga kebijakan moneter harus mengikuti arah kebijakan pemerintah.
"Akhirnya BI juga ikut 'ngegas'. Kacaunya waktu itu remnya blong. Makanya kita krisis 98. Berangkat dari pengalaman buruk itu, makanya [hadir] UU baru yang menjamin independensi BI. BI harga mati. Jadi fungsi netralitasnya itu dilakukan BI," imbuhnya.
"Jadi kapan kita harus nginjak rem, kapan kita harus nginjak gas, itu bisa dilakukan oleh BI saja. Jadi ada fungsi kontrolnya. Kalau misal itu dihilangkan, atau dikurangi, maka resiko kita masuk jurang seperti 98 itu bisa kejadian [lagi]."
Topik:
purbaya-yudhi-sadewa bank-indonesia bank-sentral uu-ppsk