Ini Pernyataan PT Mora Telematika Indonesia Soal Penetapan Tersangka Galumbang Menak

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 5 Januari 2023 21:56 WIB
Jakarta, MI - Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Tbk (MORA) alias Moratelindo, Galumbang Menak Simanjuntak ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1,2,3,4 dan 5 BAKTI Kementerian Kominfo Tahun 2020/2022. Wakil Direktur Utama Moratelindo Jimmy Kadir mengungkapkan, bahwa pada 28 Oktober 2022, Kejagung telah melakukan penggeledahan di kantor MORA dan beberapa tempat yang diduga memiliki keterkaitan dengan kasus korupsi tersebut. Kemudian pada 4 Januari 2022, dilakukan permintaan keterangan dan pemeriksaan di kantor Kejagung terhadap direktur utama MORA sebagai saksi terhadap dugaan korupsi ini. "Pada tanggal dan hari yang sama Perseroan menerima perkembangan informasi dari kejaksaan bahwa telah dilakukan penahanan dan penetapan tersangka terhadap direktur utama perusahaan," jelas Jimmy, Kamis (5/1). Manajemen menilai penetapan tersangka ini tidak terdampak secara material terhadap jalannya kegiatan operasional Moratelindo karena peran Galumbang Menak selaku Direktur Utama diambil alih oleh Jimmy Kadir. "Hal ini mengacu Pasal 15 ayat 9 huruf b Anggaran Dasar Perseroan, fungsi dan peran Direktur Utama Perseroan diambil alih oleh anggota Direksi Perseroan lainnya, dalam hal ini adalah Wakil Direktur Utama Perseroan," pungkasnya. Seperti diketahui, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Tbk (MORA) atau moratelindo Galumbang Menak ditetapkan sebagai tersangka oleh Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejaksaan Agung (Kejagung). Galumbang Menak menjadi tersangka bersama 2 orang lainnya yaitu AAL selaku Direktur Utama BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika dan YS selaku Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020 terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2020 hingga 2022. Untuk mempercepat proses penyidikan, ketiga orang Tersangka dilakukan penahanan. AAL dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari terhitung sejak 04 Januari 2023 hingga 23 Januari 2023. YS dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari terhitung sejak 04 Januari 2023 hingga 23 Januari 2023. Sementara Galumbang Menak dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari terhitung sejak 04 Januari 2023 hingga 23 Januari 2023. Adapun peranan para tersangka, diantaranya, AAL telah dengan sengaja mengeluarkan peraturan yang telah diatur sedemikian rupa untuk menutup peluang para calon peserta lain sehingga tidak terwujud persaingan usaha yang sehat serta kompetitif dalam mendapatkan harga penawaran. Hal itu dilakukan dalam rangka untuk mengamankan harga pengadaan yang sudah di mark-up sedemikian rupa. Selanjutnya, tersangka bos MORA secara bersama-sama memberikan masukan dan saran kepada Tersangka AAL ke dalam Peraturan Direktur Utama beberapa hal yang diketahui dimaksudkan untuk menguntungkan vendor dan konsorsium serta perusahaan yang bersangkutan yang dalam hal ini bertindak sebagai salah satu supplier salah satu perangkat. Sementara Tersangka YS secara melawan hukum telah memanfaatkan Lembaga HUDEV UI untuk membuat kajian teknis yang senyatanya kajian tersebut dibuat oleh yang bersangkutan sendiri, dimana kajian teknis tersebut pada dasarnya adalah dalam rangka mengakomodir kepentingan Tersangka AAL untuk dimasukkan ke dalam kajian sehingga terjadi kemahalan harga pada OE. Akibat perbuatan para Tersangka, Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.