Dua Hakim Konstitusi Tak Tahan Terhadap Masalah Internal MK

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 3 November 2023 02:07 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) (Foto: Dok MI)
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mengatakan, Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Arief Hidayat tidak tahan terhadap permasalahan internal Mahkamah Konstitusi (MK). Itu membuat dua hakim tersebut, menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion) pada substansi perkara Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Baik Prof Arief, maupun Prof Saldi kayaknya enggak kuat hadapi problem internal. Itu terekspresikan dalam pendapat hukumnya," kata Jimly setelah memeriksa semua hakim konstitusi di Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/11).

Jimly mengatakan, dapat memahami latar belakang sejumlah pelapor mengadukan Saldi dan Arief melanggar etik. Namun, dia juga beranggapan, para hakim seyogyanya tidak menyampaikan dinamika internal MK ke publik. 

Walaupun, Jimly mengatakan, sembilan hakim konstitusi memang sudah sewajarnya berdebat sengit. Tetapi, perdebatan itu harus sudah usai ketika putusan diketok palu. 

"Yang dipersoalkan adalah dissenting opinion, kok isinya bukan dissenting? Isinya curhat (curahan hati). Nah, ini kan sesuatu yang baru. Tentang bagaimana sebaiknya kita membangun tradisi dissenting opinion," katanya.

Dugaan pelanggaran kode etik ini mengemuka setelah MK diketuai Anwar Usman, mengabulkan gugatan. Yaitu, terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres), pada Senin (16/10).

Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres. Walaupun, tidak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun. 

Hakim setuju pada putusan itu, hanya Anwar Usman, Guntur Hamzah, dan Manahan Sitompul. Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic menyampaikan alasan berbeda (concurring opinion), bahwa hanya gubernur yang berhak untuk itu. 

Sementara itu, hakim konstitusi Arief Hidayat, Saldi Isra, Wahiduddin Adams, dan Suhartoyo menolak dan menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion). Saldi dan Arief menyinggung beberapa kejanggalan dan kronologi keterlibatan Ketua MK dalam memutus perkara dan mengubah pendirian MK dalam waktu singkat. 

Saldi mengaku bingung dengan tindakan MK lewat putusan itu, sedangkan Arief menganggap ada "kosmologi jahat" di balik perkara itu. Putusan ini pada akhirnya memberi tiket untuk Putra Sulung Presiden Joko Widodo yang juga keponakan Anwar, yakni Gibran Rakabuming Raka.

Gibran dapat maju sebagai cawapres pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun. Dengan status Wali Kota Solo baru disandangnya selama tiga tahun. (An)