Begini Cara 10 Pegawai ESDM Sunat Tukin hingga Rp27 Miliar

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 3 November 2023 06:24 WIB
10 pegawai di Kementerian ESDM didakwa merugikan negara Rp 27 miliar  (Foto: Ist)
10 pegawai di Kementerian ESDM didakwa merugikan negara Rp 27 miliar (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Jaksa KPK mendakwa 10 pegawai di Kementerian ESDM melakukan korupsi terkait pemotongan tunjangan kinerja (tukin) hingga merugikan keuangan negara sebesar Rp 27 miliar.  Jaksa menyebut 10 pegawai itu memanipulasi jumlah tunjangan kinerja bulanan yang diterima dengan cara menaikan jumlah tunjangan kinerja dari yang seharusnya diterima.

Hal itu diungkap dalam sidang dakwaan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (2/11). 

Duduk sebagai terdakwa yakni Priyo Andi Gularso selaku Subbagian Perbendaharaan/PPSPM, Novian Hari Subagio selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), Lernhard Febrian Sirait selaku staf PPK, Abdullah selaku bendahara pengeluaran, Christa Handayani Pangaribowo selaku bendahara pengeluaran, Rokhmat Annashikhah selaku staf PPK, Beni Arianto selaku operator SPM, Hendi selaku bagian Penguji Tagihan, Haryat Prasetyo selaku bagian PPABP dan Maria Febri Valentine selaku Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi.

Jaksa KPK menuturkan, pada tahun 2020, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM mempunyai anggaran belanja pegawai yang terdiri dari gaji, tunjangan khusus/tunjangan kinerja sebesar Rp 149,1 miliar. Kemudian, dari anggaran tersebut tunjangan kinerja sebesar Rp 73,5 miliar.

Pada bulan Juli 2020, terjadi kesepakatan untuk melakukan manipulasi anggaran tunjangan kinerja antara Lernhard dengan Priyo. 

Saat itu, Lernhard selaku Sekretaris PPK pada Sekretariat Ditjen Minerba Kementerian ESDM TA 2020, sementara Priyo Andi selaku Kepala Sub bagian Perbendaharaan sebagai Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM).

Priyo meminta Rokhmat agar dokumen yang diperoleh dari Yoga Pratama selaku staf pelaksana Bagian Umum diserahkan ke Lernhard. Yoga memiliki tugas memberikan file excel rekapitulasi tunjangan kinerja yang berisi nama, NIP, grade,nominal tukin, dan potongan.

Lalu, Lernhard melakukan perubahan data excell termasuk besaran tunjangan kinerja dengan cara menaikkan jumlah tunjangan kinerja dari yang seharusnya diterima dan diberikan beberapa kali dalam setiap bulannya. Selanjutnya, file yang telah diubah itu dikembalikan kepada Rockhmat untuk direkam ke dalam Sistem Aplikasi Satker (SAS).

Rockhmat kemudian mencetak dokumen berupa Surat Permintaan Pembayaran (SPP), Surat Perintah Membayar (SPM) beserta Daftar Rekapitulasi Pembayaran Tunjangan Kinerja Pegawai dan Daftar Nominatif Pembayaran Tunjangan Kinerja Pegawai yang telah dimanipulasi serta Surat Setoran Pajak (SSP) untuk diserahkan dan ditandatangai Novian Hari selaku pejabat PPK.

Jaksa KPK mengatakan dokumen itu tak dilakukan pengujian kebenaran atas besaran tunjangan kinerja lantaran telah saling mengetahui adanya manipulasi tunjangan kinerja. Lalu, dokumen itu diserahkan ke Abdullah selaku Bendahara Pengeluaran untuk dilakukan pengujian tagihan yang akan dibayarkan.

Namun, Abdullah tidak melakukan pengujian tagihan karena sudah mengetahui adanya manipulasi tunjangan kinerja tersebut. Novian kemudian melakukan persetujuan (approval) pada aplikasi SAS.

"Bahwa Dokumen Surat Permintaan Pembayaran (SPP) beserta pendukungnya tersebut kemudian disampaikan kepada Priyo Andi Gularso untuk ditandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) beserta lampirannya akan tetapi tanpa dilakukan pengujian atas kebenarannya karena telah mengetahui manipulasi pembayaran tunjangan kinerja," kata Jaksa KPK.

"Priyo Andi Gularso melakukan persetujuan (approval) atas penerbitan SPM, melalui aplikasi SAS selanjutnya Terdakwa V Hendi selaku penguji Tagihan/Surat Perintah Pembayaran dan Terdakwa IV Beni Arianto mengupload Arsip Data Komputer (ADK) melalui aplikasi e-SPM kemudian KPPN Jakarta II menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) kepada rekening masing masing pegawai penerima tunjangan kinerja berdasarkan lampiran SPM. Hal tersebut dilakukan untuk pencairan tunjangan kinerja bulan Agustus 2020 sampai dengan bulan Desember 2020," tambahnya.

Jaksa KPK mengatakan pencairan tunjangan kinerja yang dimanipulasi tahun 2020 dilakukan pada Agustus-Desember 2020 dengan nilai Rp 8,7 miliar. Kenaikan jumlah tukin itu diterima oleh para terdakwa melalui rekening gaji masing-masing sebagaimana pada data yang diunduh dari Sistem Informasi Kepegawaian (SIPEG).

Jaksa menyebutkan, kala itu Lernhard mengatakan ke Priyo jika manipulasi tukin tahun 2020 aman dari pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Jaksa mengatakan Priyo dan Lernhard pun kemudian sepakat untuk memanipulasi tukin tahun 2021.

"Priyo Andi Gularso menanyakan kepada Lernhard Febrian Sirait terkait sampling pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI. Kemudian Lernhard Febrian Sirait l menyampaikan manipulasi tunjangan kinerja TA 2020 aman dari pemeriksaan BPK RI sehingga Priyo Andi Gularso bersepakat dengan Lernhard Febrian Sirait agar manipulasi tunjangan kinerja dilanjutkan untuk TA 2021," ujarnya.

Para Terdakwa yakni Abdullah, Christa, Rokhmat, Beni, Hendi, Haryat, Maria bertemu dengan Lernhard untuk dikonfirmasi kesediaan dan kesepakatan untuk melanjutkan menerima uang tambahan hasil manipulasi tunjangan kinerja tahun 2021. Saat itu, Abdullah menyatakan tidak bersedia lagi menerima hasil manipulasi tunjangan kinerja tahun 2021 sedangkan terdakwa yang lainnya masih bersedia.

"Bahwa selanjutnya dilakukan manipulasi dengan melakukan perubahan data dan besaran tunjangan kinerja untuk tahun 2021 sebagaimana mekanisme yang telah dilakukan pada tahun 2020," ujar jaksa.

Jaksa mengatakan Abdullah tetap menyetujui dan memproses pengajuan pembayaran tunjangan kinerja TA 2021 yang telah dimanipulasi meski menyatakan tak bersedia menerima. Lernhard pun memberikan 1 unit mobil Toyota Avanza warna Putih tahun pembuatan 2019 Nomor Polisi B-2904-FMD ke Abdullah atas perannya.

"Terdakwa I Abdullah masih terdapat kelebihan pembayaran tunjangan kinerja tahun 2021 sebesar Rp 4,3 juta," ujarnya

Pencairan tunjangan kinerja yang telah dimanipulasi tahun 2021 dilakukan pada Februari-Desember 2021 dan diterima para terdakwa di rekeningnya masing-masing. Total tukin tahun 2021 yang telah dimanipulasi sebesar Rp 11,5 miliar.

Pada bulan Januari 2022, Priyo Andi dan Lernhard sepakat untuk kembali melakukan manipulasi tunjangan kinerja tahun anggaran 2022. Jaksa KPK mengatakan Lernhard menyusun rencana pembayaran tunjangan kinerja untuk 8 terdakwa kecuali Hendi dan Abdullah.

"Lernhard Febrian Sirait menyusun rencana pembayaran tunjangan kinerja pegawai kepada 8 (delapan) orang pegawai untuk TA 2022 yaitu Terdakwa II Christa Handayani Pangaribowo, Terdakwa Ill Rokhmat Annashikhah, Terdakwa IV Beni Arianto, Terdakwa VI Haryat Prasetyo dan Terdakwa VII Maria Febri Valentine, Novan Hari Subagio, Lernhard Febrian Sirait dan Priyo Andi Gularso," kata jaksa.

Jaksa KPK mengatakan pencairan pembayaran tunjangan kinerja yang telah dimanipulasi dilakukan pada Januari-April 2022 sebesar Rp 7,2 miliar. Jaksa KPK mengatakan total kerugian negara akibat manipulasi tukin tahun 2020-2022 di Kementerian ESDM mencapai Rp 27 miliar.

"Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp 27,6 miliar atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut sebagaimana laporan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara atas dugaan tindak pidana korupsi pembayaran tunjangan kinerja pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM tahun anggaran 2020 sampai 2022 oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan," kata jaksa.

Jaksa menyakini para terdakwa telah melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.