Duduk Perkara Gratifikasi yang Menyeret Wamenkumham Eddy Hiariej

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 9 November 2023 20:43 WIB
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej (Foto: Ist)
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menyebut dalam kasus menyeret tiga orang tersangka. 

Dia merincikan kalau tiga orang bertugas sebagai pihak penerima dan satu orang pemberian suap. "Dengan empat orang tersangka, dari pihak penerima tiga, dan pemberi satu," kata Alexander, Kamis (9/11).

Adapun kasus ini mencuat usai Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso melaporkannya ke lembaga antirasuah itu.

Sugeng menjelaskan duduk perkara dugaan penerimaan Rp7 miliar Wamenkumham Eddy Hiariej.

Menurut dia, setidaknya terdapat tiga peristiwa yang dianggap sebagai perbuatan pidana.

Peristiwa pertama mengenai dugaan pemberian uang dengan total Rp4 miliar yang diduga diterima Eddy Hiariej melalui asisten pribadinya berinisial YAR. 

Sugeng turut menunjukkan bukti elektronik saat berbicara itu.

Dalam bukti chat yang diterimanya, Sugeng menyatakan Eddy Hiariej mengakui YAR dan YAM merupakan asisten pribadinya.

"Pemberian ini dalam kaitan seorang bernama HH [Helmut Hermawan] yang meminta konsultasi hukum kepada Wamen EOSH," ungkap Sugeng di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (14/3).

"Kemudian oleh Wamen diarahkan untuk berhubungan dengan saudara ini namanya ada di sini (bukti transfer), PT-nya apa namanya ada," sambungnya.

Peristiwa kedua yaitu pemberian dana tunai yang diperkirakan sebesar Rp3 miliar pada Agustus 2022. Uang dalam bentuk dolar Amerika Serikat itu juga diterima oleh YAR.

"Diduga atas arahan saudara Wamen EOSH. Pemberian diberikan oleh saudara HH, Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (PT CLM)," ungkapnya.

Sugeng menduga uang Rp3 miliar itu diberikan terkait dengan permintaan bantuan pengesahan badan hukum dari PT CLM oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham.

Namun, lanjut Sugeng, pada 13 September 2022 pengesahan tersebut dihapus.

Yang terjadi justru muncul pengesahan susunan direksi baru PT CLM dengan seseorang berinisial ZAS sebagai direktur utamanya.

ZAS dan HH disebut sedang bersengkata kepemilikan saham PT CLM. Adapun HH tengah ditahan oleh Polda Sulawesi Selatan.

"Jadi, saudara HH sebagai pemilik IUP menjadi kecewa sehingga melalui saksi advokat berinisial A menegur saudara Wamen EOSH, 'tindakan Anda tidak terpuji, balik badan lah gitu ya," bebernya.

Kemudian, pada 17 Oktober 2022, Sugeng menyebut dana Rp4 miliar dan Rp3 miliar yang diberikan dikembalikan oleh YAR melalui transfer ke rekening PT CLM.

"Apa artinya? Yang penerimaan tunai Rp3 miliar terkonfirmasi diakui. Tetapi, pada tanggal 17 Oktober pukul 14.36 dikirim kembali oleh PT CLM ke rekening bernama YAM, Aspri juga dari saudara Wamen EOSH. Itu perbuatan kedua," lanjut Sugeng.

Peristiwa ketiga yaitu terkait komunikasi HH dengan Eddy Hiariej. Eddy Hiariej disebut Sugeng meminta agar YAR dan YAM ditempatkan sebagai Komisaris PT CLM.

"Kemudian diakomodasi dengan adanya akta notaris. Satu orang yang tercantum, saudara YAR. Ini aktanya ya. Jadi, ada tiga perbuatan. Uang Rp4 miliar, Rp3 miliar kemudian permintaan tercantum. Ini bukti-bukti yang kami lampirkan dalam laporan kami ke KPK," pungkas Sugeng. (An)