Soal Pernyataan Eks Ketua KPK Agus Raharjo, Ini Penjelasan Istana

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 1 Desember 2023 17:55 WIB
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana (Foto: Ant)
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana (Foto: Ant)

Jakarta, MI - Pihak istana angkat bicara soal pengakuan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo dalam sebuah acara talkshow yang menyebut Presiden Jokowi pada 2017 pernah memintanya menghentikan kasus korupsi Setya Novanto.

Pihak istana melalui Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana membantah adanya intervensi Presiden Jokowi dalam kasus korupsi e-KTP yang melibatkan Setya Novanto.

"Kalau kita lihat kenyataannya, proses hukum terhadap Bapak Setya Novanto seperti yang kita ketahui bersama berjalan pada tahun 2017. Berjalan dengan baik dan sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap pada saat itu," ujar Ari Dwipayana di Jakarta, Jum'at (1/12). 

Ari mengatakan bahwa Presiden Jokowi dalam pernyataan resmi tanggal 17 November 2017 juga sudah menegaskan agar Setya Novanto kala itu mengikuti proses hukum yang ada di KPK.

"Bapak Presiden meyakini bahwa proses hukum itu akan berjalan dengan baik," lanjut Ari.

Berkaitan dengan adanya Revisi Undang-Undang KPK, Ari mengatakan bahwa hal itu adalah inisiatif DPR pada tahun 2019 dan bukan inisiatif dari pemerintah.

Terkait revisi UU KPK yang turut disinggung Agus Rahardjo, Ari pun menegaskan bahwa langkah itu merupakan inisiatif DPR. 

"Perlu diperjelas bahwa Revisi UU KPK pada tahun 2019 itu inisiatif DPR, bukan inisiatif pemerintah, dan terjadi dua tahun setelah penetapan tersangka Setya Novanto," ungkapnya.

Ari menegaskan, pertemuan yang disinggung Agus Rahardjo itu tidak ada dalam jadwal Presiden pada saat itu.

"Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda Presiden," ujar Ari.

Sebelumnya, Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo mengaku pernah dipanggil dan diminta Presiden Joko Widodo untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto. 

Adapun Setnov saat itu menjabat sebagai Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, salah satu parpol pendukung Jokowi. Dia diumumkan menjadi tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017. 

Sebelum mengungkapkan peristiwa itu, Agus menyampaikan permintaan maaf dan merasa semua hal harus jelas. 

"Saya pikir kan baru sekali ini saya mengungkapkannya di media yang kemudian ditonton orang banyak,” kata Agus.

"Saya terus terang, waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara),” tutur Agus. 

Lanjut Agus, bahwa pada saat itu ia merasa heran karena biasanya presiden memanggil lima pimpinan KPK sekaligus. Namun, kala itu dipanggil seorang diri. 

Bahkan, ia juga diminta masuk ke Istana tidak melalui ruang wartawan melainkan jalur masjid.

Ketika memasuki ruang pertemuan, Agus mendapati Jokowi sudah marah. Dia pun heran dan tidak mengerti maksud Jokowi.

Setelah duduk, ia baru memahami bahwa Jokowi meminta kasus yang menjerat Setya Novanto disetop KPK. 

"Presiden sudah marah menginginkan, karena baru masuk itu beliau sudah ngomong, ‘hentikan!’,” tutur Agus. 

“Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov,” Agus menandaskan. (LA)