Markus! Terdakwa Korupsi dan TPPU BTS Diduga Punya Ordal di Kejagung

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 14 April 2024 19:01 WIB
Kejaksaan Agung (Kejagung) (Foto: MI/Aswan)
Kejaksaan Agung (Kejagung) (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Terdakwa korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) BTS 4G Bakti Kominfo, Naek Parulian Wasington Hutahaean alias Edward Hutahaean diduga makelar (markus) yang sering berhubungan dengan orang dalam (ordal) di Kejaksaan Agung atau Kejagung untuk mengatur perkara.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana menyatakan akan menyelidiki makelar kasus yang ada di lembaganya itu. “Kami sedang selidiki hal demikian, harapan kami tidak ada yang demikian,” katanya dikutip pada Minggu (14/4/2024).

Edward Hutahaean disebut tak hanya lincah mengatur perkara, tetapi juga mendapat perlakuan istimewa di rumah tahanan Kejagung. Bahkan dia bisa melakukan komunikasi dengan siapapun untuk mengatur perkara di Kejaksaan Agung Republik Indonesia, meskipun dari dalam penjara. 

Nomor ponsel yang sering digunakan adalah +1 (929) 230 1928 atas nama Hans, sebagaimana tercantum dalam akun medsosnya.

Fakta lain yang makin mengherankan adalah soal posisinya saat ini yang tidak berada di Rutan Salemba, melainkan di Rutan Kejaksaan. Tampaknya ia mendapatkan previlege dari oknum Kejaksaan Agung.

Perlakuan istimewa terdakwa ini dibongkar oleh akun X (Twitter) @CCTVOnline pada Sabtu, 6 April 2024, pukul 20.30 WIB.

Akun itu menyebut Edward dapat mengatur pejabat Kejaksaan Agung untuk menstop perkara BTS Kominfo. Saat ini Edward diistimewakan dengan tetap berada di Rutan Kejagung, tidak dilakukan penahanan seperti tersangka BTS lain di Rutan Salemba Jakarta Pusat.

Apa yang diungkap oleh akun Xtersebut sejalan dengan dakwaan Jaksa pada sidang di PN Jakarta Pusat, Kamis (4/4/2024) lalu.

Dakwaan
Komisaris Utama PT Laman Tekno Digital itu didakwa menerima uang sebesar 1 juta dolar AS terkait kasus pengondisian perkara Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukungnya di BAKTI Kominfo.

Jaksa mengungkapkan uang tersebut diterima dari Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif melalui Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak, dengan sumber uang dari Komisaris PT Solitechmedia Synergy Irwan Hermawan untuk pengurusan dugaan permasalahan penyediaan BTS 4G dan infrastruktur pendukungnya di BAKTI Kominfo tahun 2020-2022.

"Pengurusan tersebut dengan tujuan agar permasalahan tidak dilaporkan dan ditindaklanjuti oleh Kejaksaan RI dan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI," ujar jaksa dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (4/4/2024).

Untuk itu, jaksa menegaskan perbuatan Edward sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf b Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 atau Pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001.

Selain itu, lanjut dia, perbuatan terdakwa juga terancam pidana dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf b juncto Pasal 15 UU 31/1999 sebagaimana diubah UU 20/2001 atau Pasal 5 Ayat (2) UU 31/1999 sebagaimana diubah UU 20/2001 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atau Pasal 5 Ayat (1) UU 8/2010.

Jaksa membeberkan, pada Juni 2022, Edward meminta pertemuan dengan Anang Achmad Latif di sebuah restoran lantaran mengetahui pemberitaan tentang kasus BTS 4G BAKTI Kominfo. Dalam pertemuan tersebut, Edward menawarkan bantuan hukum agar kasus BAKTI Kominfo tidak ditindaklajuti oleh aparat penegak hukum.

Terkait pengurusan permasalahan itu, jaksa menuturkan Edward meminta uang sebesar 8 juta dolar AS, namun ditolak Anang karena mengaku tidak memiliki uang sebesar itu.

Atas respons tersebut, kata jaksa, Edward menyarankan Anang untuk meminjam uang ke Galumbang Menak yang saat itu sedang mendapatkan proyek di Kominfo, yakni proyek Palapa Ring.

Anang pun, lanjut jaksa, menghubungi Galumbang dan menceritakan pertemuan tersebut, di mana Edward meminta disiapkan terlebih dahulu uang 2 juta dolar AS dalam tiga hari.

Kendati demikian, jaksa mengatakan Galumbang hanya menyiapkan uang 1 juta dolar AS karena mengaku hanya memiliki uang sebesar itu dan memberikannya kepada Edward.

"Uang tersebut diserahkan dalam dua koper hitam dengan masing-masing berisi 500 ribu dolar AS," tuturnya.

Sebelumnya, Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampdisus) Kejaksaan Agung, Jumat (13/10/2023), menetapkan Edward Hutahaean sebagai tersangka dugaan tindak pidana pemufakatan jahat penyuapan dalam perkara korupsi proyek pembangunan infrastruktur BTS 4G BAKTI Kominfo.

Dalam sidang perkara BTS Kominfo di Pengadilan Tipikor Jakarta awal Oktober 2023, nama Edward pernah disebut oleh terdakwa Galumbang Menak karena telah meminta uang 2 juta dolar AS terkait pengamanan kasus dugaan korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo.