Komisioner KPK Nurul Ghufron dan Alexander Marwata Kerja Sama Bikin Pelanggaran Etik?

Tim Redaksi
Tim Redaksi
Diperbarui 5 Mei 2024 10:36 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI (Foto: Dok MI/Aswan)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Pernyataan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron yang mengaku berdiskusi dengan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata sebelum memutuskan membantu proses mutasi seorang ASN di Kementan dari Jakarta ke Malang membetok perhatian IM57+ Institute.

Belakangan akibat bantuan tersebut, Nurul Ghufron harus berhadapan dengan sidang etik Dewan Pengawas (Dewas) KPK karena diduga menyalahgunakan wewenang. Menurut IM57+Institute diskusi Ghufron dengan Alex bukan melegitimasi perbuatan itu sebuah tindakan yang benar.

"Hal tersebut malah menjadi petunjuk bahwa adanya kerja sama dalam melakukan pelanggaran etik yang berpotensi pidana," kata Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha dikutip pada Minggu (5/5/2024).

Menurut mantan penyidik KPK itu, komunikasi antara Ghufron dan Alex menjadi sebuah perbuatan yang serius. "Bahwa setidaknya dua komisioner KPK telah melakukan kerja sama dalam melakukan pelanggaran etik. "Ini malah menunjukan modus bagaimana pelanggaran etik dilakukan. Pada proses penyelidikan ini menjadi poin yang sangat menarik dan wajib didalami," jelasnya.

Sebelumnya, Nurul Ghufron mengaku sempat berdiskusi Alex sebelum turun tangan membantu seorang ASN Kementerian Pertanian (Kementan) untuk dimutasi dari Jakarta ke Malang. Diskusi dilakukannya untuk memastikan tindakannya untuk membantu proses mutasi itu tidak menyalahi aturan.

"Dapat keluhan seperti itu, saya langsung diskusi dengan pimpinan yang lain yaitu Pak Alex. Pak Alex kemudian menceritakan bahwa yang begitu boleh, karena Pak Alex menceritakan beberapa case lainnya yang beliau menyampaikan 'saya pernah begitu-begitu.' Itu dari Pak Alex," kata Nurul Ghufron dikutip , Jumat (3/5/2024).

ASN Kementan yang dibantunya merupakan menantu dari rekannya. ASN itu meminta dimutasi karena terpisah dari suaminya dan dalam kondisi hamil saat itu. ASN tersebut sudah mengajukan mutasi hampir dua tahun lamannya. Karena alasan kekurangan sumber daya manusia (SDM), mutasinya tidak dapat diproses Kementan.

Namun dikatakan Ghufron, ketika ASN tersebut mengajukan pengunduran diri, dapat diproses. Hal itulah yang menurut Ghufron menunjukkan ketidak konsistenan.

"Setelah kemudian Pak Alex meng-oke (mengiyakan) asalkan katanya Pak Alex katanya Pak Alex, asalkan pemohon mutasi tersebut memenuhi syarat, tidak kemudian tidak memenuhi syarat kemudian diendorse untuk memenuhi syarat. Itu yg disampaikan Pak Alex, agar kemudian saya tanya-tanya dan lihat di web, tanya ke BKN, intinya memenuhi syarat anak tersebut," beber Ghufron.

Ghufron lantas mengaku tidak mengenal para pejabat di Kementan, hingga kemudian Alex mencarikan kontak Kasdi Subagdyono yang saat itu menjabat sebagai sekjen Kementan--belakangan dijadikan KPK sebagai tersangka.

Selanjutnya, Ghufron menghubungi Kasdi dan menyampaikan persoalan mutasi tersebut. "Dan penyampaian saya bukan kemudian minta dimutasi dikabulkan atau tidak, menyampaikan komplainnya kok tidak konsisten. Beliau kemudian menanggapi, 'Baik Pak, kami cek dulu', namanya kan enggak mungkin dia langsung me anu ya, baik Pak kami cek dulu," jelasnya.

Berselang sekitar dua hingga tiga minggu kemudian, Kasdi mengabari Ghufron dan menyampaikan permohonan mutasi memenuhi syarat dan bisa dikabulkan.

"Itu pada tanggal 15 Maret 2022. Baru kemudian di November 2022, ada LP (laporan) berkaitan dengan yang bersangkutan (Kasdi). Januari 2023 naik lidik, September 2023 naik penetapan tersangka," ujarnya.

"Baru kemudian setelah September 2023 (Kasdi) ditersangkakan. Saya dilaporkan (ke Dewas KPK) pada tanggal 8 Desember 2023. Itu kasusnya supaya teman-teman tahu," imbuh Ghufron.