Cuci Uang Pakai Kripto Lebih Mudah Terdeteksi, Ini Alasannya

Tim Redaksi
Tim Redaksi
Diperbarui 5 Mei 2024 09:59 WIB
Ilustrasi - Mata Uang Kripto (Foto: Dok MI/Ist)
Ilustrasi - Mata Uang Kripto (Foto: Dok MI/Ist)

Jakarta, MI - Presiden Joko Widodo alias Jokowi mewanti-wanti potensi pencucian melalui aset-aset digital. Misalnya, mata uang kripto, NFT, hingga e-money dan Artificial Intelligence (AI) untuk otomasi transaksi.

Dia mencatat ada temuan TPPU dengan aset kripto yang mencapai angka jumbo Rp 139 triliun. Angka fantastis ini yang menurut Jokowi perlu diwaspadai serius.

"Karena teknologi sekarang ini cepat sekali berubah, bahkan data Crypto Crime Reports menemukan ada indikasi pencucian uang melalui aset kripto ini sebesar USD 8,6 milar di tahun 2022. Ini setara dengan Rp 139 triliun secara global. Bukan besar, tapi sangat besar sekali," kata Jokowi dalam Peringatan 22 Tahun Gerakan Nasional APU-PPT.

"Ini artinya pelaku TPPU terus menerus mencari cara-cara baru. Nah, ini kita tidak boleh kalah, tidak boleh kalah canggih, tidak boleh jadul, tidak boleh kalah melangkah, harus bergerak cepat, harus di depan mereka, kalau ndak yo kita akan ketinggalan terus," sambungnya.

Sementara itu, CEO Indodax Oscar Darmawan menilai, tindakan ilegal seperti pencucian uang menggunakan aset kripto adalah kesalahan besar. Pasalnya, kata dia, kepemilikan aset kripto sangat mudah terdeteksi dengan basis teknologi yang digunakan.

"Penggunaan aset kripto seperti Bitcoin untuk pencucian uang sebenarnya dapat dengan mudah terdeteksi. Hal ini karena teknologi dasar dari aset kripto, yaitu Blockchain, memiliki kemampuan untuk memverifikasi dan melacak setiap transaksi. Oleh karena itu, tindakan ilegal semacam ini dapat terungkap dengan cepat," kata Oscar, Minggu (5/5/2024).

Lebih lanjut, Oscar menjelaskan sifat data yang terikat dalam teknologi blockchain tadi merupakan faktor kunci dalam menjamin transparansi dan keamanan. Bisa dibilang, aset kripto ikut dilindungi oleh sistem yang aman.

"Ada banyak keunggulan yang dapat diperoleh dari teknologi Blockchain, seperti tingkat keamanan yang tinggi, transparansi yang lebih besar, ketidakmampuan untuk mengubah data, dan efisiensi yang meningkat".

"Selain itu, teknologi ini dapat mengurangi biaya operasional dan memudahkan pelacakan pergerakan aset," timpalnya.

Oscar menyoroti transparansi Blockchain memungkinkan pengguna untuk memantau alur perpindahan aset kripto, meskipun data yang tersedia bersifat pseudonim. Meski identitas pemiliknya tidak tersedia secara langsung, data transaksi tetap tercatat dan dapat dilacak, bahkan setelah berpindah tangan beberapa kali.

Melihat hal tersebut, Oscar menyampaikan para pemilik aset kripto untuk tetap waspada atas aktivitas ilegal. Misalnya, terhadap indikasi TPPU yang disoroti Jokowi.

Belum lagi, baru-baru ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan dua pejabat yang memiliki aset kripto bernilai miliaran rupiah dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). KPK sendiri diketahui masih menyelidiki apakah kepemilikan aset kripto tersebut terindikasi TPPU atau tidak.

“Pertumbuhan industri kripto di Indonesia memang sangat pesat. Ini membuka peluang baru bagi banyak pihak, mulai dari kalangan bawah hingga atas. Namun di sisi lain, kita juga harus waspada terhadap potensi penyalahgunaan aset kripto untuk aktivitas ilegal,” pungkasnya.

Topik:

KPK Jokowi Kripto