Menhub Budi Karya Mantap! Anak Buah Raup 10 Persen dan BPK 1,5 Persen dari Nilai Kontrak Proyek


Jakarta, MI - Direktur PT Dwifarita Fajarkharisma, Muchamad Hikmat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalur kereta api (KA) Besitang-Langsa yang merupakan proyek Kementerian Perhubungan.
Hikmat mengaku diminta memberikan commitment fee untuk pemeriksaan BPK senilai 1,5 persen dari nilai kontrak.
Kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Jalur KA Besitang-Langsa ini merugikan keuangan negara Rp 1,1 triliun. Ada tujuh terdakwa yang diadili dalam berkas terpisah.
Dalam kesaksiannya untuk terdakwa Nur Setiawan Sidik selaku Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Wilayah Sumatera Bagian Utara, Amanna Gappa selaku Kepala BTP Sumbagut dan kuasa pengguna anggaran periode Juli 2017-Juli 2018, Arista Gunawan selaku team leader tenaga ahli PT Dardela Yasa Guna, serta Freddy Gondowardojo selaku pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Bersama.
Dia mengaku harus memberikan commitment fee sebesar 8-10 persen untuk pejabat pembuat komitmen (PPK) dan kuasa pengguna anggaran (KPA), setelah memenangkan lelang proyek jalur KA tersebut. "Kalau terkait dengan commitment fee, Pak? Apakah ada commitment fee untuk KPA maupun PPK?" tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (13/9/2024).
"Commitment fee ada Pak, untuk PPK 8 persen sampai hampir 10 (persen)," jawab Hikmat. "Berarti 8 persen sudah KPA sama PPK ya Pak ya?" tanya jaksa.
"Betul," jawab Hikmat.
Jaksa mendalami rincian pembagian commitment fee untuk PPK dan KPA tersebut. Namun Hikmat mengaku tak tahu. "Kalau untuk pembagiannya Saudara mengetahui? Dari 8 persen itu untuk porsinya PPK berapa untuk KPA berapa?" tanya jaksa.
"Saya tidak mengetahui itu untuk pembagian," jawab Hikmat. Jaksa lantas menanyakan terkait permintaan 1,5 persen untuk pemeriksaan BPK. Hikmat mengatakan permintaan itu sudah termasuk dalam commitment fee 8 persen untuk PPK dan KPA.
"Apakah Saudara pada waktu itu juga diminta untuk, diminta oleh PPK untuk biaya pemeriksaan dari BPK, Pak?" tanya jaksa. "Waktu itu diminta, Yang Mulia," jawab Hikmat.
"Diminta berapa waktu itu, Pak?" tanya jaksa. "Jadi gini, Yang Mulia, tadi 8 sampai 10 itu, itu sudah termasuk 1,5 persen untuk pemeriksaan," jawab Hikmat.
"Jadi 8-10 persen, 1,5 persennya untuk pemeriksaan?" tanya jaksa. "Kurang lebihnya segitu, Pak," jawab Hikmat.
Hikmat mengatakan 1,5 persen untuk pemeriksaan BPK diambil dari nilai kontrak pengerjaan proyek. Dia membenarkan rincian yang disampaikan jaksa yakni sebesar Rp 1.000.046.000 (Rp 1 miliar).
"Untuk jumlah sendiri, jumlahnya sendiri untuk biaya pemeriksaan itu apakah Saudara mengetahui?" tanya jaksa. "Lupa, Yang Mulia," jawab Hikmat.
"Di dalam BAP Saudara, Saudara menyebutkan Rp 1.000.046.000?" tanya jaksa. "Iya, itu mungkin, Yang Mulia," jawab Hikmat.
"Betul itu?" tanya jaksa. "Dari nilai kontrak," jawab Hikmat.
Jaksa mengungkap aliran uang ke BPK dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalur kereta api (KA) Besitang-Langsa sebesar 1,5 persen dari nilai kontrak pekerjaan proyek. Pemberian uang dari Sulmiyadi (PT Agung-Tuwe, JO selaku pelaksana BSL-18) kepada Halim Hartono melalui Andri Fitra sebagai bentuk komitmen fee sebesar 10% dari nilai kontrak untuk Halim Hartono.
"Sebesar 1,5 % untuk Pokja, dan sebesar 1,5% untuk BPK dengan total sebesar Rp 10.250.000.000," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/7/2024) lalu.
Nur Setiawan Sidik dkk didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (man)
Topik:
PT Dardela Yasa Guna Korupsi Kereta Api Korupsi Budi Karya Korupsi DJKA Budi Karya SumadhiBerita Terkait

Ipar Jokowi Billy Haryanto Dipanggil KPK soal Suap DJKA, Eks Menhub Budi Karya Kapan Ya?
29 September 2025 14:48 WIB

Bupati Pati Sudewo Bantah Kembalikan Uang Korupsi DJKA Usai Diperiksa KPK
22 September 2025 16:22 WIB