Mengapa KPK Tak Ulik Erick Thohir di Kasus Korupsi ASDP Rp 893 Miliar?

Firmansyah Nugroho
Firmansyah Nugroho
Diperbarui 4 Maret 2025 00:35 WIB
Ilustrasi - Menteri BUMN Erick Thohir dan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) (Foto: Dok MI)
Ilustrasi - Menteri BUMN Erick Thohir dan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Sebanyak 4 orang telah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) periode 2019-2022 telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 893 miliar.

"Transaksi akuisisi PT JN oleh PT ASDP terindikasi menimbulkan kerugian keuangan negara hampir Rp 900 miliar atau sekurang-kurangnya Rp 893.160.000.000," kata Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, dikutip pada Senin (3/3/2025).

Sejauh ini, 3 tersangka yakni Ira Puspadewi – Direktur Utama PT ASDP periode 2017–2024; Harry Muhammad Adhi Caksono – Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode 2020–2024; dan Muhammad Yusuf Hadi – Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP periode 2019–2024 sudah dijebloskan ke  sel Rutan Kelas I Jakarta Timur, Cabang Rumah Tahanan KPK hingga besok, Selasa (4/3/2025) sebagaimana dalam Surat Perintah Penahanan Nomor: 10-12/DIK.01.03/01/02/2025, tertanggal 13 Februari 2025.

Sementara Adjie, pemilik PT Jembatan Nusantara Group juga tersangka belum ditahan. Berdasarkan informasi yang diperoleh Monitorindonesia.com, Adjie masih sakit.

Kasus posisi
Pada tahun 2014, PT Jembatan Nusantara (JN) Menawarkan akuisisi kapal milik PT JN kepada PT ASDP, namun penawaran tersebut ditolak sebagian direksi dan dewan komisaris PT ASDP, penolakan tersebut karena kapal yang ditawarkan telah berusia tua dan memprioritaskan pengadaan kapal baru.

Kemudian pada tahun 2018, IP diangkat menjadi Direktur Utama PT ASDP, setelah diangkat menjadi direktur, IP bertemu dengan PT JN untuk menyusun dan menyepakati konsep kerja sama usaha (KSU). Hal tersebut dilakukan karena PT. ASDP belum memiliki aturan internal untuk melakukan akuisisi.

Diketahui dalam masa orientasi kerja sama PT ASDP diduga memprioritaskan pemberangkatan kapal milik PT. JN guan memanipulasi penilaian atau valuasi PT. JN. Hal tersebut direkayasa untuk menilai valuasi kapal-kapal PT. JN sehingga layak diakuisisi.

Selanjutnya pada tahun 2020, ketika Dewan Komisaris PT ASDP diganti, Direktur PT ASDP langsung mengajukan akuisisi PT. JN yang kemudian disahkan oleh Dewan Komisaris yang baru.

Dalam proses akuisisi ditemukan beberapa kejanggalan, Pertama Direksi PT. ASDP merekayasa penilaian akuisisi kapal yang dilakukan melalui Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP) terhadap 53 kapal milik PT. JN dengan nilai Rp892 miliar dan Rp380 miliar.

Kedua, adanya pengubahan dokumen pemeriksaan kapal berusia tua agar tampak seolah-olah kapal tersebut baru.

Budi mengatakan, kapal-kapal yang diakuisisi oleh PT ASDP sebanyak 53 kapal, dimana dari jumlah tersebut hanya 11 kapal saja yang umurnya di bawah 22 tahun, selebihnya di atas umur tersebut. 

Hal ini lah yang menjadikan KPK yakin bahwa perbuatan tersebut telah melawan hukum.

“Kapal-kapal yang diakuisisi oleh perusahaan ASDP atau PT ASDP ini sebenarnya memang tidak layak dilakukan akuisisi karena umurnya dari 53 kapal yang berumur di bawah 22 tahun hanya 11 kapal, sedangkan sisanya sebanyak 42 kapal kurang lebih 10."

"Umurnya hampir 60 tahun, 20-an umurnya di atas 30-an tahun. Ini yang membuat keyakinan dari kami tim penyidik serta JPU bahwa memang telah terjadi perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan negara,” kata Budi.

Mengapa Erick tak diperiksa?
Dalam pemberitaan Monitorindonesia.com sebelumnya, bahwa KPK sempat menegaskan akan terus mendalami aliran dana yang mengalir dalam proses akuisisi tersebut. Dalam proses penyidikan kasus di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini, sempat ada desakan agar KPK berani memeriksa Menteri BUMN Erick Thohir sebagai saksi agar kasus ini terang benderang.

Namun KPK mengklaim belum menemukan keterlibatan Erick Thohir pada kasus dugaan korupsi tersebut. “Sampai dengan saat ini belum ditemukan Keterkaitan saudara ET di perkara DJKA dan ASDP,” kata juru bicara KPK, Tessa Mahardhika, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 30 Agustus 2024 sekaligus merespons pernyataan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto saat di periksa KPK pada Selasa 20 Agustus 2024 lalu.

Hasto saat itu membeberkan sedikit soal dana gotong royong untuk operasional rumah aspirasi pemenangan Jokowi-Maruf, sebagai Ketua TKN yakni Erick Thohir. "Menurut keterangan saudara Adhi Dharmo yang saat itu menjadi Kepala Sekretariat Kantor (TKN) terkait pengelolaan rumah aspirasi di jalan Proklamasi, saat itu berdasarkan kebijakan dari Ketua Tim pemenangan Bapak Erick Thohir dikatakan, bahwa ada pihak-pihak sesama jajaran menteri yang kemudian bergotong royong," beber Hasto.

Hasto mengakui kala itu dia mendapat posisi sebagai Sekretaris TKN Jokowi - Maruf Amin. Terkait pemeriksaan dia, informasi yang didapat dari Wasekjen PDIP Yoseph Aryo Darmo terkait tim pemenangan Pilpres 2019 silam.

"Itu dikaitkan dengan Pilpres 2019, dimana posisi saya saat itu sebagai Sekretaris tim pemenangan, karena terkait ada yang memberikan bantuan dan kemudian disinyalir bantuan tersebut apakah ini masih didalami oleh KPK, ada kaitannya dengan persoalan korupsi tersebut," tuturnya.

Sedangkan Yosep Aryo Adhi Darmo saat diperiksa KPK pada Kamis 18 Juli 2024 mengatakan pemeriksaan mengenai operasional TKN Jokowi - Maruf yang saat itu diketuai Erick Thohir dan Hasto sebagai Sekretarisnya. Kapasitas Adhi diperiksa KPK, lantaran sebagai Kepala Sekretariat Tim Pemenangan Jokowi - Maruf. Dia menyebut pemeriksaan diduga menyangkut pertemuannya dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

"Dipanggil terkait adanya foto saya bersama Pak Budi Karya Sumadi," kata dia pada Sabtu 20 Juli 2024.

Saat diperiksa KPK, lanjut Adhi sapaan Yosep Aryo seputar operasional rumah aspirasi relawan Jokowi Maruf yang dibentuk TKN sebagai kantor sekretariat.

"Karena pembentukan Rumah Aspirasi di awal sebagaimana arahan Erick Thohir sebagai ketua tim pemenangan bahwa operasional Rumah Aspirasi di handle oleh Pak Budi Karya Sumadi. Penugasan saya menghadap Pak Budi Karya Sumadi atas perintah Bapak Hasto Kristiyanto dalam kapasitas sebagai sekretaris tim pemenangan Jokowi-Maruf Amin," jelas Adhi saat itu.

Jejak Erick Thohir
Rentan waktu korupsi yang sedang disidik KPK itu adalah tahun 2019 sampai dengan tahun 2022. Sementara Erik Thohir menjabat Menteri BUMN sejak 23 Oktober 2019 sampai saat ini. Erick Thohir diketahui menyetujui proses akuisisi Jembatan Nusantara yang kini sedang diusut KPK itu.

Persetujuan Menteri Erick ini sebagaimana dijelaskan Corporate Secretary ASDP, Shelvy Arifin saat disinggung soal proses hukum yang sedang ditangani KPK. 

Bahkan jauh sebelum disetujui Menteri BUMN, rencana akuisisi sudah tercantum dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan ASDP tahun 2022, serta menjadi bagian dari Key Performance Indicator (KPI) korporasi di tahun tersebut.

Namun di lain sisi, Erick Thohir pernah menegur ASDP agar selalu inovasi mengganti kapal-kapal tua  lebih baru lagi. Hal itu dikatakan Erick Thohir, setelah PT ASDP Indonesia Ferry  berhasil mendapatkan dana dari aksi melantai di bursa fek Indonesia tahun 2022 lalu. 

Dalam arti bahwa, dana yang diperoleh dari melantai di bursa BEI digunakan untuk mengganti kapal-kapal lebih baru. Erick Thohir menyebutkan, jika ASDP ikut dalam bursa di BEI, akan mendapatkan pendanaan dapat dimanfaat memperbaiki  kapal-kapal penyebrangan. 

Kapal-kapal milik ASDP rata-rata sudah cukup tua yang dinilai membahayakan keselamatan pengguna jasa, terlebih lagi setelah akusisi kapal-kapal dari PT Jembatan Nusantara.

Dengan kata lain PT ASDP Indonesia Ferry masuk bursa efek BEI seusai akusisi PT Jembatan Nusantara Menteri BUMN  Erick Thohir, juga pernah berkomentar mengenai ASDP Indonesia Ferry yang telah akusisi ASDP Indonesia Ferry. 

Erick Thohir mengatakan akuisisi dari kapal-kapal tua hingga hutang-hutangnya tembus 600 miliar menambah pengadaan kapal 53 unit armada dengan total 219 unit kapal.

Dalam perkembangan kasus ini, KPK mengungkap adanya pembelian 53 kapal yang dilakukan ASDP Indonesia Ferry dari Jembatan Nusantara. Semuanya dibeli dalam kondisi bekas, padahal, dana yang disiapkan bisa untuk mendatangkan unit baru. Proses akuisisi ini bukan cuma pembelian kapal bekas. ASDP Indonesia Ferry turut diberikan utang Jembatan Nusantara sebesar Rp600 miliar.

Merujuk pernyataan KPK sebelumnya. Bahwa Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menegaskan, bila penyidik menemukan alat bukti atau keterangan yang diperlukan untuk diklarifikasi terhadap semua saksi maka akan dilakukan pemanggilan saksi yang dimaksud. 

Di mana, pemanggilan bertujuan untuk mengusut kasus korupsi di perusahaan pelat merah tersebut. "Semua pihak yang dibutuhkan keterangannya untuk mengklarifikasi alat bukti itu tentu akan dipanggil oleh penyidik," kata Tessa.

Bahkan, KPK juga tidak memandang jabatan dalam pemeriksaan saksi dalam kasus tersebut. Untuk membuat terang kasus ini, tentunya KPK semestinya memeriksa saksi-saksi dianggap mengetahuinya, termasuk Erick Thohir.

“(Kami, red) tidak melihat jabatan, tidak melihat siapa pun. Kalau memang kebutuhannya adalah dalam rangka penguatan unsur perkara yang sedang ditangani, semua saksi yang diduga terlibat dan dibutuhkan keterangannya akan dipanggil," tegas Tessa. 

Saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Sabtu (31/8/2024) kemarin, soal apakah KPK telah melakukan penyelidikan menyoal kewenangan Erick Thohir dalam akuisisi tersebut. Tessa belum bisa menjawabnya, sebab itu ranah penyidikan. "Saya tidak punya akses info di pengaduan masyarakat dan penyelidikan. Jadi belum bisa menjawab pertanyaan di atas," tegas Tessa. 

Sementara Erick sendiri mengatakan, pihaknya sangat mendorong tata kelola atau good corporate governance serta kerja sama dengan penegak hukum. Namun, Ia juga menghormati masing-masing individu untuk memperjuangkan haknya.

"Saya tidak mau berpikiran positif negatif, biarkan mekanisme ini berjalan dengan baik," kata Erick di gedung DPR RI Jakarta, Senin (2/9/2024).

Erick mengungkapkan, dalam pengembangan usaha suatu perusahaan pasti ada standar operasional prosedur (SOP). Pihaknya pun selalu mencoba melakukan dengan prosedural yang baik termasuk dengan pendampingan dari pihak BPKP dan pihak kejaksaan. "Ya biarkan saja mekanisme itu terjadi," pungkasnya. (an)

Topik:

KPK Erick Thohir ASDP Korupsi ASDP Kapal Tua Jembatan Nusantara Kerugian Negara Korupsi ASDP