Usai PT Petro Energy Tersangkut Korupsi LPEI, PT Pada Idi Tersorot

Firmansyah Nugroho
Firmansyah Nugroho
Diperbarui 3 Maret 2025 23:35 WIB
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) (Foto: Dok MI/Aswan/Net/Ist)
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) (Foto: Dok MI/Aswan/Net/Ist)

Jakarta, MI - PT Petro Energy (PE) telah terjerat dalam kasus korupsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang merugikan negara Rp 11,7 triliun.

Hal ini ditandai dengan status tersangka Jimmy Masrin selaku Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy; Newin Nugroho selaku Direktur Utama PT Petro Energy; dan Susy Mira Dewi Sugiarta selaku Direktur PT Petro Energi.

Ketiganya ditersangkakan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK bersama Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi, Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan.

Pelaksana Tugas Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (3/3/2025) menyatakan bahwa telah terjadi benturan kepentingan atau conflict of interest antara direktur LPEI dengan PT PE. 

Mereka disebut melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit. Kata Budi, direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP. "Direktur LPEI memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan," katanya.

Budi menyatakan PT PE diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi underlying pencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

PT PE melakukan window dressing terhadap Laporan Keuangan (LK). PT PE, tambah Budi, menggunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit dengan LPEI.

"Atas pemberian fasilitas kredit oleh LPEI khusus kepada PT PE ini, diduga telah mengakibatkan kerugian negara sebesar USD60 juta (sekitar Rp900 miliar lebih)," kata Budi.

Namun demikian, Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi sebelumnya sempat mendesak KPK juga membidik sejumlah perusahaan yang terlibat dalam kasus korupsi LPEI, terutama PT Petro Energy dan pihak-pihak terkait.

“KPK sudah menerbitkan sprindik (surat perintah penyidikan) sejak Juli 2024 terhadap tiga perusahaan, yakni PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL), PT Royal Industries Indonesia (RII), dan PT Petro Energy. Kasus SMJL sudah ada tersangkanya bahkan penyitaan, bagaimana dengan PT RII dan PT Petro Energy?," kata Uchok kepada Monitorindonesia.com, dikutip pada Senin (3/3/2025).

Uchok pun menyoroti kasus PT Petro Energy. Pasalmya, kata dia, KPK sejak Mei 2024 telah dicekal Presiden Direktur Utama PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy Jimmy Masrin, dan Direktur Utama PT Petro Energy, Newin Nugroho yang saat ini sudah menjadi tersangka.

Masih menurut Uchok, bahwa dalam kasus korupsi LPEI, PT Petro Energy dituduh menyalahgunakan kucuran kredit ekspor dari LPEI. Duit BUMN itu diduga mengalir ke sejumlah pihak, termasuk dipakai PT Petro Energy untuk menguasai perusahaan tambang batu bara PT Pada Idi di Barito Utara, Kalimantan Tengah, pada 2018.

Pada 2020, PT Petro Energy dinyatakan pailit tetapi Jimmy Masrin tetap menguasai PT Pada Idi dengan mendirikan PT Tunas Laju Investama (TLI). Di perusahaan baru ini, Jimmy menggandeng Jubilant Arda Hamidy yang dipercaya menjabat Dirut sekaligus Dirut di PT Pada Idi.

Jubilant juga menjabat Dirut di PT Tunas Niaga Energi (TNE), perusahaan trader dan pengangkutan batu bara yang terafiliasi dengan PT Pada Idi. Di PT TNE, Jimmy Masrin dan Indrawan Masrin adalah pemilik manfaat (beneficial ownership). Adapun di TLI, Jimmy Masrin mengantongi 94,80% saham dan sisanya PT CM.

“KPK harus mendalami peran Jimmy Masrin dalam kasus ini, termasuk mengapa Petro Energy dipailitkan, bagaimana penyelesaian kewajiban ke LPEI, hingga dugaan rekayasa cadangan batu bara PT Pada Idi untuk merestrukturisasi masalah keuangan perusahaan itu,” beber Uchok.

Maka dari itu, tegas dia, KPK juga perlu memeriksa saksi dari perusahaan-perusahaan lain yang terkait atau terafiliasi dengan PT Petro Energy, termasuk dari PT Pada Idi yang diduga menerima aliran dana LPEI.

“Selain Jimmy Masrin dan Newin Nugroho, periksa juga saksi-saksi lain yang menduduki posisi strategis di perusahaan itu, terutama jajaran direktur. KPK harus gerak cepat sebab ada indikasi perusahaan itu akan dilepas ke investor baru,” katanya.

Lantas apakah desakan Uchok akan terkuak setelah KPK menyelidiki 10 debitur lainnya yang nilai kredit totalnya tembus Rp11 triliun itu? Tentunya KPK saat ini terus bekerja keras mengusut kasus ini sampai tuntas. Pemeriksaan saksi pun tergantung pada fakta hukum dan kepentingan penyidikan kasus ini.

“Total kredit yang diberikan dan juga menjadi potensi kerugian keuangan negara akibat pemberian kredit tersebut adalah kurang lebih Rp11,7 triliun,” kata Budi, Senin.

Budi pun mengklaim akan segera mengumumkan para tersangka pada seluruh kasus korupsi tersebut. Beberapa debitur yang saat ini tengah didalami KPK bergerak di sektor perkebunan, sektor logistik, sektor industri, hingga sektor energi. Namun, Budi juga mengklaim, belum dapat merinci lebih lanjut sebab proses penyelidikan atau penyidikan yang tengah berlangsung.

Hanya saja menurutnya sebagian besar modus para debitur adalah praktik side streaming, atau menggunakan kredit tidak sesuai proposal yang diajukan. Hal ini, kata dia, juga membuat proses penelusuran aset menjadi lebih lama dan harus mendalam.

“Jadi kami mohon waktu untuk terhadap 10 debitur lainnya, kami akan berusaha nanti dan akan kami sampaikan kepada rekan-rekan perkembangannya,” jelas  Budi.

KPK sendiri menetapkan dua Direktur LPEI sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian fasilitas kredit oleh LPEI. Berdasarkan informasi yang didapat, dua Direktur yang dimaksud yakni Direktur Pelaksana I LPEI, Dwi Wahyudi; dan Direktur Pelaksana 4 LPEI, Arif Setiawan.

Diketahui, bahwa kredit senilai Rp900 miliar atau US$60 juta diberikan ketika Direksi LPEI mengetahui kondisi current ratio PT PE berada dibawah 1 yakni 0,86. 

Di mana angka tersebut mencerminkan  pendapatan yang dimiliki lebih kecil daripada tanggungan yang harus ditanggung kepada LPEI.

Selain itu, kata Budi, Direksi PT LPEI juga tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit. Dalam hal ini, PT PE turut diduga memalsukan beberapa dokumen dan faktur tagihan yang menjadi dasar mengajukan kredit, bahkan kontrak palsu tersebut telah diketahui direksi PT LPEI.

“Namun faktanya mereka melakukan side streaming jadi tidak digunakan untuk bisnis solar tersebut tapi malah digunakan untuk berinvestasi ke usaha yang lain. Dan ini sebenarnya sudah diketahui oleh para direksi LPEI namun dikarenakan dari awal mereka sudah bersepakat hal tersebut tidak pernah diindahkan," beber Budi.

Atas perbuatan melawan hukum tersebut, KPK berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bahwa kerugian negara dalam kasus tersebut khusus untuk PT PE tercatat senilai US$60 juta atau sekitar hampir Rp1 triliun. (wan)

Topik:

Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) LPEI PT Petro Energy KPK PT Pada Idi Tersangka Korupsi LPEI