Kejati DKI Didesak Sita Aset-aset Indofarma yang Tercemar Korupsi

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 27 September 2024 22:53 WIB
Salah satu tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan fiktif Indofarma (Foto: Dok MI)
Salah satu tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan fiktif Indofarma (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - PT Indofarma (INAF) (Persero) Tbk. pada beberapa tahun belakangan ini sedang dalam kondisi keuangan yang buruk. Akibatnya, perusahaan ini tidak mampu membayarkan gaji karyawannya sejak Januari 2024. 

Belum selesainya kasus itu, BUMN pelat merah itu justru tersandung kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan fiktif yang melibatkan tiga mantan pejabatnya pada periode 2019-2023 dan 2020-2023 yang diungkap Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.

Ketiga tersangka tersebut adalah Direktur Utama PT Indofarma Tbk periode 2019-2023, berinisial AP, Direktur PT Indofarma Global Medika (IGM) periode 2020-2023 berinisial GSR, dan Head of Finance IGM berinisial CSY. 

Mirisnya, kerusakan Indofarma disebabkan oleh ulah para petinggi yang melakukan korupsi tersebut. Bahwa ketiga tersangka tersebut diduga melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 371 miliar di Indofarma.

"Akibat ulah mereka itu saya kira sudah menjadi penyebab juga INAF rusak. Dengan terungkapnya kasus ini, BUMN segera bersih-bersih," kata Direktur Investigasi Indonesian Ekatalog Watch (INDECH), Hikmat Siregar, saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Jum'at (27/9/2024) malam.

Di lain sisi, Hikmat mendorong Kejati DKI Jakarta untuk segera mendalami aliran uang haram tiga bekas petinggi Indofarma itu. Kemudian, tegas dia, perlu juga menyita aset Indofarma yang tercemar rasuah untuk memastikan penyelamatan keuangan negara.

"Dalam upaya mengembalikan kerugian negara oleh para pelaku ada kewajiban APH kan. Dalam hal ini Kejati DKI Jakarta mengusut, menelusuri hingga melakukan penyitaan. Bila perlu menggandeng PPATK," ungkap Hikmat.

Adapun kasus ini terungkap berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, yang merupakan bagian dari program Bersih-Bersih BUMN yang diinisiasi oleh Menteri BUMN, Erick Thohir. 

Program ini bertujuan untuk memperbaiki tata kelola BUMN dan memastikan bahwa tidak ada ruang bagi praktik korupsi.

Sementara itu, Direktur Utama Indofarma Yeliandriani menegaskan pihaknya mendukung penuh proses hukum yang tengah berlangsung sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perseroan juga berkomitmen untuk tetap menjaga kredibilitas, akuntabilitas, dan transparansi dalam menghadapi kasus ini.

"Proses hukum yang melibatkan mantan Direktur Utama dan dua pejabat lainnya tidak akan mengganggu operasional Perseroan. PT Indofarma Tbk tetap berfokus pada Rencana Penyehatan dan Penyelamatan Perusahaan, termasuk restrukturisasi keuangan dan reorientasi bisnis untuk memperkuat fondasi perusahaan," jelas Yeliandra, dalam keterbukaan informasi, dikutip Jum'at (27/9/2024).

INAF pun berkomitmen untuk mendukung Kementerian BUMN dalam menciptakan lingkungan bisnis yang bersih dan bebas dari korupsi. Hal ini sebagaimana disampaikan Menteri BUMN Erick Thohir yang menolak praktik korupsi yang merugikan negara.

"Menteri BUMN, Pak Erick Thohir, telah menyampaikan bahwa tidak ada toleransi terhadap praktik korupsi yang merugikan negara. PT Indofarma Tbk akan terus mendukung upaya pemberantasan korupsi di lingkungan BUMN," beber Yeliandriani.

Sebelumnya, Kejati DKI Jakarta menetapkan tiga tersangka dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengelolaan Keuangan Indofarma dan anak perusahaan tahun 2020-2023 yakni AP.

Tersangka AP selaku Direktur Utama Indofarma tahun 2019-2023 memanipulasi laporan keuangan Indofarma tahun 2020 dengan membuat piutang/utang dan uang muka pembelian produk alkes fiktif sehingga seolah-olah target perusahaan terpenuhi.

Kemudian ada tersangka GSR selaku Direktur PT Indofarma Global Medika  (IGM) tahun 2020-2023 guna mencapai target perusahaan di tahun 2020 melakukan penjualan Panbio ke PT Promedik (anak perusahaan PT IGM).

Padahal diketahui PT Promedik tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pembelian sehingga merugikan PT IGM, selain itu GSR memerintahkan CSY selaku Head of Finance PT IGM untuk membuat klaim diskon fiktif dari beberapa vendor dan mencari pendanaan non perbankan untuk memenuhi operasional Indofarma dan IGM serta membentuk unit baru FMCG untuk melakukan transaksi fiktif.

Tersangka CSY selaku Head of Finance IGM tahun 2019-2021 membuat laporan keuangan IGM seolah-olah sehat dengan cara membuat klaim diskon fiktif, bersama dengan Sdr, BBE selaku Manager Finance Indofarma tahun 2020-2021 mencari pendanaan non-perbankan dan menitipkan dana ke vendor-vendor yang seolah-olah kesalahan transfer, dana yang terkumpul selain digunakan untuk menutupi defisit anggaran juga digunakan untuk kepentingan pribadi CSY.

Kasi Penerangan Hukum, Syahron Hasibuan menyebutkan bahwa para tersangka telah merugikan negara sejumlah Rp 371 miliar yang saat ini masih dalam penghitungan kerugian keuangan negara oleh BPK RI, seperti dikutip dalam keterangan tertulis, Kamis (19/9/2024).

Ketiga tersangka diancam pidana Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Jo. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Untuk keperluan penyidikan, AP ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas 1 Jakarta Pusat, GSR di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung dan Tersangka CSY di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari ke depan. (wan)

Topik:

Kejati DKI Jakarta INAF Indofarma Korupsi Indofarma