Jangan Salahkan PKS Tak Usung Anies Pilgub DKI, 18 Kursi DPRD Tak Cukup!

Firmansyah Nugroho
Firmansyah Nugroho
Diperbarui 14 Agustus 2024 2 jam yang lalu
Anies Baswedan bersama elite pimpinan PKS usai dideklarasikan oleh partai itu menjadi bakal Capres 2024, Kamis (23/2/2023).
Anies Baswedan bersama elite pimpinan PKS usai dideklarasikan oleh partai itu menjadi bakal Capres 2024, Kamis (23/2/2023).

Jakarta, MI - Beberapa hari yang lalu, beredar video viral di kalangan politikus dan aktivis sebuah voice note dari Ketua DPW PKS DKI Jakarta, Khoirudin. 

Voice note ini merupakan tanggapan terhadap rekaman suara dari kandidat Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, yang juga sempat beredar di publik, terkait tenggat waktu kepastian pencalonan di Pilgub Jakarta.

Hasil analisis pengamat kebijakan publik, Sugiyanto Emik, dari voice note Ketua PKS DKI Jakarta Khoirudin, terkait pernyataan juru bicara PKS soal tenggat waktu kepastian tiket pencalonan Anies Baswedan, bahwa PKS menuntut kepastian dukungan dari partai lain, PKS telah mendukung pencalonan Anies sejak 25 Juni 2024.

"Namun meminta Anies untuk memastikan tambahan dukungan dari partai lain, khususnya NasDem dan/atau PKB, untuk mengusung pasangan Anies-Sohibul Iman," kata SGY sapaannya, Rabu (14/8/2024).

Pentingnya tenggat waktu 4 Agustus 2024, ungkap SGY, PKS memberikan tenggat waktu hingga 4 Agustus 2024 bagi Anies untuk mendapatkan kepastian dukungan dari partai-partai tersebut. 

"Tenggat waktu ini bukan tentang persetujuan Anies terhadap Sohibul Iman sebagai cawagub, melainkan keberhasilan Anies dalam mendapatkan dukungan dari NasDem dan/atau PKB," papar SGY.

Lanjut SGY, menilai belum ada kepastian dukungan. "Hingga setelah 4 Agustus, Anies belum berhasil mendapatkan kepastian tambahan dukungan dari NasDem dan/atau PKB. Hal ini membuat PKS mulai meragukan kelanjutan pencalonan Anies," kata SGY.

SGY juga menganalisis bahwa ada indikasi penarikan dukungan dari NasDem dan PKB. "Pimpinan NasDem (Ahmad Sahroni) dan PKB (Jazilul Fawaid) justru menunjukkan tanda-tanda ketidakseriusan dalam melanjutkan dukungan terhadap Anies, yang semakin memperumit situasi pencalonannya sebagai gubernur DKI Jakarta," bebernya.

Dia juga menyoroti sikap Ketua PKS DKI Jakarta. Bahwa dalam pernyataannya, Khoirudin menyampaikan pandangannya dengan sopan, lembut, dan tidak menimbulkan rasa kecewa kepada siapa pun. 

"Kepada Anies Baswedan, Khoirudin tetap menaruh rasa hormat dan mengedepankan kedamaian serta kebersamaan untuk tujuan kebaikan bersama," jelasnya.

Atas hal demikian, SGY berpandangan bahwa PKS Jakarta berbaik hati kepada Anies Baswedan. Pasalnya, sejak awal, PKS rela mengalah dengan memilih posisi calon wakil gubernur Jakarta dan memberikan posisi calon gubernur kepada Anies Baswedan. 

"Padahal, PKS adalah pemenang pemilu di Jakarta dengan perolehan 18 kursi DPRD DKI Jakarta," lanjut SGY.

Lalu, logisnya kader PKS mendampingi Anies Baswedan. "Sangat logis jika PKS ngotot agar kadernya maju sebagai cawagub mendampingi Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024," ungkap SGY.

Logisnya lagi, ujar SGY, PKS meminta kepastian dukungan. Kata dia, PKS meminta Anies Baswedan untuk mencari dan memastikan tambahan dukungan dari partai lain, seperti NasDem dan PKB, guna memenuhi syarat minimal dukungan 22 kursi DPRD DKI Jakarta.

SGY juga menilai dukungan PKS yang lebih besar. Sesungguhnya, kata dia,PKS telah memberikan dukungan penuh kepada Anies Baswedan sebagai capres 2024 beberapa bulan lalu. 

Hal ini menunjukkan komitmen dan dukungan PKS kepada Anies Baswedan dalam skala yang lebih besar dan penting. Pilpres memiliki dampak yang jauh lebih luas dan signifikan dibandingkan dengan pilkada, sehingga dukungan tersebut sudah mencerminkan penghargaan tertinggi terhadap kapabilitas dan visi Anies Baswedan.

"Jika PKS memutuskan membatalkan atau tidak mengusung Anies sebagai cagub DKI Jakarta karena Anies belum mendapatkan kepastian dukungan tambahan dari partai lain seperti NasDem atau PKB, maka PKS DKI Jakarta tak bisa disalahkan," katanya.

Langkah ini, menurut SGY, tidak dapat dianggap sebagai pengkhianatan. "Selain itu, dalam konteks politik yang dinamis, setiap partai memiliki strategi dan kalkulasi tersendiri yang harus diperhitungkan," demikian SGY.