Aktivis Mahasiswa dan Aktivis Demokrasi Gelar Bedah Buku Hitam Prabowo di Banjar Jawa Barat

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 4 Januari 2024 23:11 WIB
Bedah Buku Hitam Prabowo Subianto oleh Aktivis Mahasiswa dan Aktivis Demokrasi di Banjar, Jawa Barat (Foto: Ist)
Bedah Buku Hitam Prabowo Subianto oleh Aktivis Mahasiswa dan Aktivis Demokrasi di Banjar, Jawa Barat (Foto: Ist)

Banjar, MI - Sejumlah Aktivis Mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa, Aktivis Lingkungan, Pegiat Pemilu dan Demokrasi menggelar Bedah Buku Hitam Prabowo Subianto "Sejarah Kelam Reformasi 1998", di Kedai Kopi Siunun, Kompleks STAIMA Kota Banjar, Jawa Barat, Kamis (4/1).

Pengamat Politik dan Lingkungan Hidup, Dede Supriadi mengatakan, dirinya bersama generasi seangkatannya adalah saksi hilangnya sejumlah aktivis 1998.

Dia berharap peristiwa kelam itu tak terulang kembali di masa depan. Untuk itu dia meminta masyarakat cermat memilih presiden dan wakil presiden pada gelaran Pilpres 2024 mendatang. Jangan sampai mereka yang terlibat langsung dalam pelanggaran HAM masa lalu diberi kesempatan memimpin negara ini.

Tak hanya itu, Dede juga secara menyorot fenomena kerusakan lingkungan yang terjadi belakangan ini. Menurutnya kerusakan lingkungan dipicu kelakukan jahat para oligarki di mana berlindung dibalik kekuasaan rezim yang berkuasa.

"Kita harus sadar bahwa kelompok-kelompok pengusaha yang merusak lingkungan di Indonesia pada Pemilu 2024 nanti berdiri di belakang Prabowo dan Gibran," jelas Dede.

Sementara itu, Hasnu Ibrahim Pegiat Pemilu yang juga hadir dalam acara bedah buku itu secara tegas mengatakan Prabowo Subianto memang terlibat dalam penculikan aktivis dan kerusuhan Mei 1998.

"Keluarga korban hingga hari ini sedang mendesak pertanggungjawaban Negara agar menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat ini," pungkas Hasnu.

Sayangnya, lanjut Hasnu, pengadilan hukum itu belum bekerja secara profesional untuk memeriksa sejauh mana dugaan keterlibatan Prabowo seperti tertulis dalam buku ini. 

Bahkan, untuk penuntasan kasus pelanggaran HAM Berat ini, tutur Hasnu, hingga sekarang rekomendasi Komisi III DPR RI untuk membentuk pengadilan ad hock belum terwujud.

Akan tetapi, sambung Hasnu, rakyat kita tetap diberikan informasi di mana paling tidak sejarah demokratisasi dan reformasi di Indonesia pernah menyebut bahwa Prabowo adalah aktor sentral yang wajib dimintai keterangan secara hukum terkait dugaan keterlibannya.

Maka dari itu, kata Hasnu, upaya untuk menyelamatkan demokrasi di Indonesia menjadi tugas bersama yang harus dilindungi kesakralannya dalam Pemilu 2024 mendatang melalui persatuan rakyat Indonesia.

Hal senada disampaikan Aji Muhammad Iqbal. Ia menuturkan, pemilih terbanyak pada Pemilu 2024 mendatang adalah Milenial dan Gen Z maka dari itu kita harus cerdas dan rasional dalam memilih Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilu 2024 mendatang.

Milenial dan Gen Z, kata Aji, harus memeriksa rekam jejak dan rekam karya calon Presiden dan Wakil Presiden di mana kita menolak keras dinasti politik dan mengutuk upaya mengkebiri konstitusi demi melestarikan kekuasaan yang sedang dibangun oleh Jokowi dengan mengamini anaknya Gibran sebagai Cawapres di mana Jokowi sedang menjabat sebagai Presiden.

"Kita berharap pemilu 2024 berjalan secara demokratis, integritas dan martabat agar menjegal para politisi yang memiliki bekas hitam pada sejarah masalalunya," tutup Aji.