Desak Usut Tuntas Korupsi Tower Transmisi PLN Rp 2,2 T, Pakar ke Kejagung: Ada Awal, Harus Ada Akhir!


Jakarta, MI - Ada awal, maka harus ada akhir. Begitu sentilan pakar hukum pidana dari Universitas Borobudur (Unbor) Hudi Yusuf kepada penyidik gedung bundar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) yang sampai pada detik ini tak kunjung menuntaskan kasus korupsi pengadaan tower transmisi pada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Rp 2,2 triliun.
Informasi yang diperoleh Monitorindonesia.com bahwa kasus ini diusut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-39/F.2/Fd.2/07/2022 tertanggal 14 Juli 2022.
"Jika memang Kejagung menemukan dua alat bukti cukup usai memeriksa saksi-saksi hingga penggeledahan sejumlah lokasi, maka harus segera menetapkan tersangkanya. Kasus itu jangan berhenti di jalan, ada awal harus ada akhirnya juga," kata Hudi saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, dikutip pada Sabtu (11/10/2025).
"Jadi harus ada kejelasan itu, nasib seseoarng kan harus ditentukan, jangan ngegantung. Kasian juga belum jelas kasus ini. Maju atau mundur. Terbukti dihentikan misalnya, harus diumumkan juga, jadi digantung-gantung juga tuh. Apa lagi tahun 2022 kasus ini diusut masa enggak bisa-bisa," timpalnya.
Hudi lantas menyoroti Kejagung yang hanya bernyali mengusut kasus korupsi di PT Pertamina hingga PT Timah yang merupakan perusahaan BUMN, tidak berani pada PT PLN yang saat ini dinahkodai oleh Darmawan Prasodjo alias Darmo.
"Jangan sampai ada sesuatu tuh di PLN. Jadi memang harus segera tuh diusut tuntas. Jadi khawatirnya juga sudah menemukan alat bukti tapi tidak menentukan tersangka, dikhawatirkan masuk angin juga," jelas Hudi.
"Oleh karena itu, untuk menghindari asumsi-asumsi liar ya seyogyanya kasus itu dituntaskan. Jangan didiamkan. Karena itu ada awal, harus ada akhir," imbuh Hudi.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah dan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com soal perkembangan kasus ini belum merespons.
Sementara Kapuspenkum terdahulu Harli Siregar mennyatakan pihaknya akan mengeceknya apakah kasus ini masih diusut atau sudah dihentikan.
"Nanti kita cek ya," kata Harli yang kini menjabat sebagai Kajati Sumut kepada Monitorindonesia.com pada 31 Mei 2025 lalu.
Adapun kasus korupsi tower transmisi pada PLN itu bermula dari proyek pengadaan 9.085 set tower transmisi oleh PT PLN pada tahun 2016, dengan anggaran fantastis senilai Rp2,25 triliun. Proyek tersebut melibatkan PLN, Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (Aspatindo), serta 14 penyedia tower, termasuk PT Bukaka.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung sebelumnya, Ketut Sumedana mengatakan, dalam pelaksanaan proyek ini terdapat dugaan pelanggaran hukum dan penyalahgunaan wewenang yang berpotensi menimbulkan kerugian negara.
“PLN diduga melakukan penyimpangan dalam proses pengadaan, termasuk tidak membuat dokumen perencanaan serta menggunakan daftar penyedia tahun 2015 alih-alih DPT 2016 yang seharusnya berlaku,” kata Ketut yang kini menjabat Kajati Bali pada 26 Juli 2022.
Diketahui bahwa salah satu sorotan dalam perkara ini adalah adanya dugaan monopoli dalam proyek oleh PT Bukaka, perusahaan yang direksi operasionalnya juga menjabat sebagai Ketua Aspatindo. Dalam masa kontrak Oktober 2016 hingga Oktober 2017, pekerjaan yang terealisasi hanya mencapai 30 persen.
Ironisnya, meskipun kontrak telah berakhir, pekerjaan tetap dilanjutkan oleh penyedia tower hingga Mei 2018 tanpa dasar hukum yang sah. Hal ini kemudian mendorong PLN untuk membuat adendum kontrak, memperpanjang masa kerja selama satu tahun.
Tak berhenti di sana, adendum kedua dilakukan untuk menambah volume pekerjaan dari 9.085 menjadi sekitar 10.000 set tower. Bahkan, ditemukan tambahan 3.000 set tower yang dikerjakan di luar kontrak dan adendum.
Jaksa Agung ST Burhanuddin pernah menyampaikan bahwa penyidikan telah mencapai tahap penggeledahan. Tiga lokasi telah digeledah, termasuk kantor PT Bukaka, rumah pribadi, dan sebuah apartemen milik seseorang berinisial SH.
“Sudah ada tiga titik yang digeledah, termasuk PT Bukaka, rumah, dan apartemen pribadi. Kami juga telah menyita sejumlah dokumen dan bukti elektronik,” kata Burhanuddin, Senin (25/7/2022).
Topik:
Korupsi Tower Transmisi PLN Kejagung Korupsi PLN PT PLN