DPR Minta Pemerintah Setop Moratorium Operasional Smelter Perusahaan China

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 25 Desember 2023 14:21 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto (Foto: Ist)
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Ledakan hebat di smelter PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) disebut-sebut sebagai ledakan terbesar dalam sejarah pengoperasian smelter milik perusahaan China di Indonesia.

Kecelakaan yang terjadi pada Minggu (24/12) itu menyebabkan paling sedikit 35 orang korban, di mana sebanyak 13 orang meninggal dunia. Beberapa waktu sebelumnya juga terjadi kecelakaan kerja di smelter PT GNI yang mengakibatkan 2 orang meninggal dunia.

Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menegaskan pemerintah perlu sungguh-sungguh dalam menindaklanjuti kasus ini. Pemerintah juga diminta bertanggung-jawab untuk mengusut tuntas kasus ini.

"Kita perlu tahu apa penyebab dari ledakan smelter tersebut, apakah karena faktor lemahnya keandalan pabrik, murni faktor kelalaian manusia, atau ada sebab-sebab lain," kata Mulyanto, Senin (25/12).

Mulyanto mengaku sangat prihatin kecelakaan kerja terjadi lagi di smelter perusahaan China. Bahkan, ia menyebut peristiwa ini harus menjadi pelajaran berharga. Oleh karena itu, harus benar-benar dipahami dan menjadi momentum untuk mengevaluasi semua kesepakatan kerjasama dengan perusahaan China.

Pemerintah diminta mencari akar-masalahnya, sehingga dapat dicegah kejadian seperti ini berulang di masa depan. Perihal korban dan para keluarganya, Mulyanto meminta PT ITTS wajib bertanggung-jawab dalam pengobatan, perawatan, pemakaman, dan pemberian santunan.

Selain itu, politkus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga meminta pemerintah menghentikan sementara (moratorium) semua operasional smelter perusahaan asal China di Indonesia.

Pemerintah disebut perlu mengaudit semua smelter tersebut secara ketat karena sering terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan korban jiwa. Maka, tegas dia, audit harus dilakukan secara profesional, objektif, dan menyeluruh terhadap aspek keamanan dan keselamatan kerja.

Mulyanto tak ingin karena ada pertimbangan politik, pemerintah mengabaikan aspek keamanan dan keselamatan kerja di perusahaan-perusahaan itu. 

"Sudah menjadi rahasia umum kalau sebagian besar alat kerja di smelter-smelter milik China diimpor dari China juga. Bahkan, sampai komponen terkecil seperti baut dan mur," kata Mulyanto.

Ia mengatakan, perlu juga diketahui kualitas barang yang selama ini dipakai untuk menunjang operasional smelter. "Jangan-jangan barang dan suku cadang yang dipakai tidak memenuhi syarat yang ditentukan," tandasnya. (Wan)