DKPP Jatuhkan Sanksi Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari Terkait Pencawapresan Gibran

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 5 Februari 2024 12:53 WIB
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari (Foto: MI/Dhanis)
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari (Foto: MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi berupa peringatan keras terakhir kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari dan anggota KPU lainnya, karena melanggar kode etik terkait proses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.

Putusan ini diambil setelah DKPP sebelumnya menerima aduan dari tiga orang tentang putusan KPU tersebut. "Memutuskan, mengabulkan pengaduan para pengadu untuk sebagian," kata Ketua DKPP RI, Heddy Lugito, dalam siaran langsung di YouTube DKPP, Senin (5/2).

"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari," tegasnya.

DKPP juga menjatuhkan "sanksi peringatan keras" kepada enam Komisioner KPU, karena alasan yang sama. Enam orang komisioner KPU itu adalah August Mellaz, Betty Epsilo Idroos, Mochamad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, serta Idham Holik.

Hasyim dinilai melanggar kode etik, karena memproses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres, tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres dalam aturan yang ada.

Aturan itu adalah Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023. Komisioner KPU sejauh ini belum memberikan keterangan resmi atas putusan ini.

Dalam pertimbangannya, DKPP mengatakan, KPU seharusnya segera melakukan konsultasi dengan DPR dan pemerintah setelah Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 pada 16 Oktober 2023.

Hal itu diperlukan, demikian putusan DKPP, agar Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 - selaku aturan teknis pilpres - dapat segera direvisi akibat dampak putusan MK.

"Para teradu baru mengajukan konsultasi kepada DPR pada 23 Oktober 2023, atau 7 hari setelah putusan MK diucapkan," kata anggota DKPP, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, saat membacakan putusan.

Menurut Wiarsa, dalam persidangan para teradu berdalih baru mengirimkan surat pada 23 Oktober 2023, karena DPR tengah dalam masa reses.

Namun demikian, ujar Wiarsa, alasan dari KPU terkait keterlambatan permohonan konsultasi dengan DPR dan pemerintah setelah putusan MK, "tidak tepat".

"DKPP berpendapat dalih para teradu terbantahkan karena dalam masa reses dapat dilakukan rapat dengar pendapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 254 Ayat 4 dan Ayat 7 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib," jelasnya.

Selain itu, kata Wiarsa, DKPP juga menganggap tindakan para komisioner KPU yang terlebih dulu menyurati pimpinan partai politik, sebagai tindakan yang "tidak tepat" dan "menyimpang dari Peraturan KPU".

"Para teradu seharusnya responsif terhadap kebutuhan pengaturan tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden 2024 pasca-putusan Mahkamah Konstitusi a quo karena telah terjadi perubahan terhadap syarat capres-cawapres untuk tahun 2024," ujar Wiarsa.

Untuk itulah, DKPP memerintahkan KPU menjalankan putusan ini. Mereka juga meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengawasi putusan tersebut.

Ada empat aduan terhadap komisioner KPU terkait perkara etik pencalonan Gibran sebagai cawapres. Empat perkara itu diadukan oleh Demas Brian Wicaksono, Iman Munandar B, P.H. Hariyanto, serta Rumondang Damanik.

Pada 25 Oktober 2023, KPU telah menerima menerima berkas pendaftaran pencalonan Gibran. Padahal, seperti dilaporkan Kompas, berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023, yang ketika itu belum direvisi, Gibran tidak memenuhi syarat karena belum berusia 40 tahun.

Disebutkan, KPU berdalih bahwa Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat usia capres-cawapres sudah cukup untuk dijadikan dasar memproses pencalonan Wali Kota Solo berusia 36 tahun itu.

Walau demikian, pada akhirnya, KPU kemudian mengubah persyaratan capres-cawapres, dengan merevisi PKPU Nomor 19 Tahun 2023. Namun demikian, revisi itu baru ditandatangani pada 3 November 2023.